Populasi Jepang berkurang sebanyak 800.000 jiwa tahun lalu, dengan rekor angka kematian melebihi kelahiran. Pemerintah ingin membalikkan tren tersebut. Namun tidak jelas apakah kebijakan yang diambil akan efektif.
Penduduk Jepang secara demografis makin menua dengan laju pertumbuhan minusFoto: David Mareuil/AA/picture alliance
Iklan
Angka terbaru tren populasi Jepang mencatat jumlah orang yang meninggal pada tahun 2022 (1,56 juta) kira-kira dua kali lebih tinggi dari jumlah kelahiran (771.000).
Berdasarkan sensus tahun lalu Kementerian Dalam Negeri di Tokyo memperkirakan total jumlah populasi yang hilang sekitar 800.000 jiwa. Jumlah ini menandakan penurunan populasi terbesar sejak pencatatan statistik pertama pada tahun 1968.
Jepang sekarang tercatat memiliki 122,4 juta penduduk, anjlok dari jumlah tertinggi sekitar 128 juta jiwa pada 15 tahun lalu.
Isu penyusutan populasi Jepang bukanlah fenomena baru. Sejak tahun 1990-an, pemerintah secara silih berganti mencanangkan solusi.
Namun, laju penurunan populasi bahkan mengejutkan para ahli. Padahal, tahun 2017 silam National Institute of Population and Social Security Research di Tokyo memperkirakan, angka kelahiran tahunan tidak akan turun di bawah ambang batas 800.000 hingga tahun 2030.
Mengintip Tempat Anak-Anak Tidur di Seluruh Dunia
Seniman Inggris James Mollison melanglang buana, dari Cina, Jepang, Nepal, AS hingga ke Brasil untuk memotret anak-anak dan mengintip kamar tidur mereka. Hasil karyanya "Where Children Sleep" dipamerkan keliling dunia.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Kamar sempit
Dong, 9 tahun, tinggal di Provinsi Yunnan di barat daya China. Dia berbagi kamar dengan saudara prempuan, orang tua dan kakeknya. Keluarga itu miskin dan hanya memiliki sepetak tanah yang ditanami padi dan tebu. Dong berkata, jika besar nanti, ia ingin menjadi polisi, karena bisa "mengejar pencuri dan berlari kesana kemari".
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Ruang tidur luas
Harrison, 8 tahun, menjalani hidup yang sangat berbeda. Keluarga itu tinggal di sebuah rumah mewah di New Jersey, AS. Dia memiliki TV sendiri, kamar mandi dan dua ruang bermain besar. Dia adalah anak tunggal dan bersekolah di sekolah swasta. Perjalanan ke sekolahnya perlu waktu dua jam bermobil, tapi ibu Harrison menikmati waktu bersama putranya di dalam mobil. Harrison ingin menjadi dokter hewan.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Dunia mainan
Kaya, 4 tahun dan orang tuanya tinggal di apartemen kecil di Tokyo. Rak-rak di kamar anak itu penuh dengan boneka. Ibu Kaya menjahit sendiri gaun gadis itu, biasanya sampai tiga potong dalam sebulan. Namun Kaya harus memakai seragam sekolah saat di kelas. Jika besar nanti, dia ingin menjadi seniman komik dan menggambar anime Jepang.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Tempat tidur bersama di lantai
Tidak setiap anak memiliki tempat tidur sendiri. Rumah Indira, 7 tahun di Kathmandu, ibukota Nepal hanya punya satu kamar. Di malam hari, ia dan saudara-saudaranya tidur bersama di atas kasur di lantai. Indira telah bekerja di tambang granit selama empat tahuun, pekerjaan yang berbahaya, karena banyak anak di sana tidak memakai kacamata pengaman. Dia ingin menjadi penari suatu hari nanti.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Tempat tidur susun, bergaya asrama
Sherap, 10 tahun tinggal di sebuah biara di Nepal. Bocah itu berbagi kamar dengan 79 anak laki-laki lain yang sedang dilatih sebagai biksu. Mereka tidur di ranjang susun dan memiliki sedikit barang pribadi. Orang tua Sherap mengirimnya ke sana. Mereka percaya, jika salah satu putra mereka masuk biara, itu akan membawa keberuntungan bagi keluarga.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Ratu kecantikan
Jasmine, 7 tahun dan keluarganya tinggal di sebuah rumah besar di Kentucky, AS. Mahkota dan ikat pinggang yang dia menangkan dalam kontes kecantikan anak-anak menghiasi kamarnya. Dia berlatih untuk pertunjukan panggung setiap hari. Ini hobi mahal, orang tuanya harus merogoh kocek hingga beberapa ribu dolar per kontes.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Gelar tikar di lantai tanah
Ahkohxet, 8 tahun adalah anggota suku Kraho, yang tinggal di lembah Amazon di Brasil. Warga Kraho percaya bahwa Bumi diciptakan oleh matahari dan bulan. Warna merah di dada anak laki-laki itu adalah bagian dari ritual suku. Sungai terdekat memasok air bagi mereka. Warga suku menanam separuh dari kebutuhan makanan mereka sendiri di tanah yang tidak subur.
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
Seorang bintang pop dan mimpi
Thai, 11 tahun bersama saudara-saudaranya dan orang tuanya tinggal di lantai tiga sebuah blok apartemen di Rio de Janeiro. Orang tuanya tidak terlalu kaya, tetapi mampu bertahan hidup di kota. Gadis itu telah menghiasi kamarnya dengan poster Felipe Dylon, bintang pop Brasil. Pameran "Where Children Sleep" berlangsung di Museum Edwin Scharff di kota Neu-Ulm Jerman hingga 6 Februari 2022. (rs/as)
Foto: James Mollison/Flatland Gallery/Utrecht/Paris
8 foto1 | 8
Jepang "di ambang” krisis demografi
Januari silam, Perdana Menteri Fumio Kishida memperingatkan, betapa negaranya berada"di ambang" krisis demografi. Dia mencanangkan dana sekitar USD 140 miliar untuk mendorong generasi muda beranak pinak.
Anggaran yang mencapai empat persen dari Produk Domestik Brutto Jepang itu berkisar dua kali lipat ketimbang program serupa pada 2021 silam.
Pemerintah setuju untuk meningkatkan tunjangan anak dan melonggarkan aturan cuti melahirkan dan keringanan pajak bagi orang tua. Sebagian dana juga akan dialirkan kepada lembaga pendidikan untuk memudahkan orang tua kembali bekerja.
"Kami berharap lingkup sosial yang ramah anak akan tersebar ke seluruh negeri,” kata Kishida.
Efektifitas pendanaan diragukan
Kritik bermunculan, bahwa pemerintah sebelumnya juga sudah pernah mencoba mendorong angka kelahiran dengan stimulus uang, tapi tidak ditanggapi secara positif oleh warga Jepang.
Negara-negara Eropa paling prominen dalam ranking 20 negara termahal dunia, yang dikeluarkan majalah CEOWORLD. Lima negara Asia juga termasuk di dalamnya.
Foto: Getty Images
Swiss
Ranking dibuat berdasarkan tingginya biaya hidup (Cost of Living Index) di negara-negara yang disurvei. Majalah Ceoworld mencatat, Swiss berada di posisi teratas dengan skor 122,4. Sebagian besar wilayah negara ini terletak di pegunungan Alpen. Foto: Davos, Swiss
Foto: DW/M. Kasper-Claridge
Norwegia
Norwegia berada di posisi ke dua dengan skor 101.43. Norwegia merupakan negara dengan kepadatan penduduk terendah kedua di Eropa. Foto: Gubuk nelayan tradisional di pulau Lofoten.
Foto: Imago Images/robertharding/E. Rooney
Islandia
Skor Islandia dalam Cost of Living Index 2020 adalah 100.48. Negara ini memiliki populasi hanya sebanyak 332.529 penduduk. Sementaranya luasnya 103.000 km persegi. Ini menjadikan Islandia negara dengan penduduk terjarang di Eropa.
Foto: picture-alliance/E. Rhodes
Jepang
Pada Cost of Living Index, skor Jepang 83.35. Penduduk Jepang berjumlah 128 juta orang, dan berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk terbanyak di dunia. Foto: Tokyo dengan latar belakang gunung tertinggi Jepang, gunung Fuji.
Foto: Getty Images/K.Nogi
Denmark
Skor negara ini adalah 83.00. Denmark pernah menjadi negara yang memiliki iklim bisnis terbaik, berdasarkan ranking yang dibuat majalah Forbes. Foto: Ibukota Denmark, Kopenhagen dengan rumah warna-warni dan kapal layar kecil.
Foto: picture-alliance/imageBROKER/K. Petersen
Bahama
Pada Cost of Living Index, skor Bahama 82.51. Negara itu terdiri dari sekitar 700 pulau di kawasan Karibia. Foto: kawasan Harbour Island di ibukota Bahama, Nassau. (Sumber: Ceomagazine, Standard; Ed.: ml/ha)
Foto: Getty Images
6 foto1 | 6
"Pemerintah sangat fokus pada aspek ekonomi, sementara anggaran yang mereka alokasikan sangat besar. Kita harus memperhatikan apakah kebijakan ini nantinya benar-benar efektif,” kata Masataka Nakagawa, peneliti senior di Lembaga Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Nasional.
Nakagawa memperingatkan, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan pemerintah, seperti rendahnya minat kaum muda untuk menikah. Warga biasanya memilih untuk menikah telat dan memiliki lebih sedikit anak, terutama karena tekanan keuangan, katanya.
Iklan
Kenaikan jumlah warga asing
Chisato Kitanaka, Guru Besar Sosiologi di Universitas Hiroshima, mengatakan pemerintah telah gagal merancang kebijakan yang efektif untuk mengatasi penyusutan populasi. Namun begitu, dia mengakui bahwa penurunan populasi sejatinya juga tidak dapat dihindari.
"Ada banyak rintangan bagi kaum muda yang ingin punya anak,” katanya kepada DW. "Di Jepang, memiliki anak berarti pasangan harus menikah," katanya. "Hanya 2% anak yang lahir di luar nikah di Jepang, tetapi negara-negara lain mengambil pendekatan yang jauh lebih 'fleksibel' terhadap konsep sebuah keluarga."
"Inilah yang dianggap diterima secara sosial di sini dan itu membuat membesarkan anak sebagai ibu tunggal menjadi sulit," tambahnya, "karena dia harus bekerja dan mencari uang, sementara pada saat yang sama dia diasingkan oleh masyarakat."
Satu dari sedikit perkembangan positif demografi Jepang adalah jumlah orang asing yang kini mencapai tiga juta orang. Jumlah tersebut menandakan kenaikan sebesar 289.000 dibandingkan 2021 silam.