Presiden Jokowi mengajak masyarakat membatalkan UU MD3 yang kontroversial. Tapi Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi diyakini bakal terbentur independensi pimpinan lembaga yudikatif yang dicurigai dekat dengan DPR.
Iklan
Gelagatnya sudah tercium sejak jauh hari. Toh pasal sesat itu tetap menyusup dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Isinya tidak lain adalah upaya parlemen memberangus kritik dan melindungi anggota legislatif dari kejaran hukum. Presiden Joko Widodo akhirnya menunda penandatanganan Undang-undang tersebut, meski tanpanya pun amandemen tetap akan berlaku.
"Sampai saat ini belum saya tandatangani, karena saya ingin agar ada kajian-kajian, apakah perlu ditandatangani atau tidak. Yang tidak setuju silahkan berbondong-bondong ke MK untuk di judicial review," ujarnya seperti dikutip Tribunnews.
Namun tanpa tandatangan presiden, masyarakat tidak bisa mengajukan pengujian yudisial kepada Mahkamah Konstitusi kecuali menunggu hingga 30 hari sampai UU 17/2017 berlaku secara otomatis. Sejauh ini baru Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui Jaringan Advokasi Rakyat Solidaritas yang telah mengumumkan akan mengambil langkah hukum buat membatalkan UU MD3.
"Revisi UU MD3 itu mencederai demokrasi. Para anggota DPR itu memperlihatkan watak mereka yang menutup diri terhadap suara kritis rakyat sebagai konstituen,” kata Ketua Umum PSI, Grace Natalie. Namun banyak pakar yang meyakini pengujian yudisial tidak akan dikabulkan MK, terutama menjelang Pilkada serentak dan Pemilu Kepresidenan 2019.
Bambang Soesatyo, Pemilik Kursi Panas Warisan Setya Novanto
Bambang Soesatyo telah resmi menjadi Ketua DPR yang baru menggantikan Setya Novanto, yang terjerat kasus mega korupsi KTP elektronik. Berikut rekam jejaknya.
Foto: picture-alliance/dpa/Bagus Indahono
Dari Wartawan Hingga Ketua DPR
Bambang Soesatyo yang ditunjuk Partai Golkar untuk menggantikan Setya Novanto resmi dilantik sebagai ketua DPR (15/01/18). Sebelum terjun ke politik, ia pernah menjadi Pemred Majalah INFO BISNIS (1991) dan Pemred Harian Umum Suara Karya (2004). Ia kemudian bergabung dengan Partai Golkar tahun 2008 dan masuk parlemen tahun 2009 mewakili daerah Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen, Jawa Tengah.
Foto: jakartaglobe.id
Trio SBY
Pada periode awal di parlemen, Bamsoet dijuluki anggota trio SBY, singkatan dari Sudding, Bamsoet, dan Yani. Julukan ini merujuk kepada Sarifuddin Sudding (Hanura) dan Ahmad Yani (PPP). Sepak terjang trio SBY yang menonjol adalah saat 'menggagalkan' Ruhut Sitompul (Partai Demokrat) menjadi Ketua Komisi III DPR.
Foto: AP
Biang berita
Persatuan Wartawan Indonesia Jakarta Raya menyebut Bamsoet „biang berita“. Namanya ramai di media sebab ia adalah anggota dari Tim 9, yakni anggota DPR yang menginisiasi terbentuknya Panita Khusus Hak Angket Bank Century. Skandal ini sarat kepentingan politik. Sejumlah nama penting sempat diperiksa dalam kasus bailout itu, termasuk Boediono, mantan gubernur BI yang jadi wakil presiden saat itu.
Foto: Getty Images/AFP/V. Maximov
Ada Century di guratan tinta Bamsoet
Mantan wartawan itu menerbitkan delapan buku sejak tahun 2009. Sebagian fokus membahas Century, seperti: Skandal Gila Bank Century(2010) dan Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir Pemerintahan SBY-Boediono (2013). Ia juga mengeritik orang di sekitar SBY melalui buku berjudul: "Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni". Di era Jokowi ia menulis 'Republik Komedi 1/2 Presiden' (2015).
Foto: Fotolia/air
Bersaksi di Tipikor
Mantan Ketua Komisi III itu pernah beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus korupsi simulator di Korps Lalu Lintas Polri pada 2013. Kala itu ia membantah terlibat. Bamsoet juga pernah dipanggil bersaksi dalam kasus korupsi e-KTP untuk tersangka dari pihak swasta, Anang Sudihardjo, namun ia absen. Bamsoet turut menggagas Panitia Hak Angket yang dibentuk saat KPK menyidik kasus korupsi e-KTP.
Foto: picture-alliance/dpa/Mast Irham
Mobil mewah di garasi
Politisi kelahiran Jakarta (1962) itu hobi mengoleksi mobil berharga miliaran rupiah seperti Bentley, Hummer dan Jeep. Untuk berangkat kerja, Bamsoet mengaku lebih suka menaiki Jeep. "Apakah menjadi patokan memiliki mobil seperti itu, lantas anggota DPR tersebut malas atau tidak perduli pada perjuangan kepentingan publik," ujarnya saat hobinya dikritik. Ed: ts/hp (Antara, Tempo, Kompas.com)
Foto: FCA US LLC
6 foto1 | 6
Indonesian Corruption Watch bahkan meragukan independensi Ketua MK Arief Hidayat sehingga menilai upaya Judicial Review terhadap UU MD3 tidak akan membuahkan hasil.
"Kami tidak akan gugat UU MD3, kita enggan melakukan gugatan sepanjang Arief Hidayat masih menjadi Ketua MK," ujar Koordinator Politik ICW, Donal Faris kepada detikcom pekan lalu. "Kalau MK sekarang tidak objektif gimana mau meluruskan masalah konstitusi? MK ini kan pintu terakhir untuk meluruskan konstitusi, tapi kalau yang terjadi di MK malah lobi-lobi mau gimana lagi? Intinya kita enggan mengajukan gugatan kalau Arief masih jadi Ketua!"
Alhasil bola panas itu kini berada di tangan Presiden Jokowi.
Beberapa pakar hukum seperti Mahfud MD mendesak presiden agar meniru langkah pendahulunya Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2014 silam DPR mengesahkan revisi UU Pilkada yang membatalkan Pilkada langsung dan memindahkan proses pemilihan eksekutif ke DPRD. SBY akhirnya menerbitkan dua Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU Pilkada yang disusun DPR.
"Presiden tanda tangan, besok cabut pasal ini, dengan bunyi begitu dan sudah selesai. Bisa itu. bisa melalui Perppu," ujarnya seperti dilansir situs berita Viva. Namun demikian pengesahan Perppu hanya bisa dilakukan oleh DPR. Tanpa sikap kooperatif lembaga legislatif, niat Jokowi membatalkan UU MD3 akan urung membuahkan hasil.
Prahara Mei 1998
Mei 1998 menjadi arus balik dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Tapi bulan berdarah itu hingga kini masih menyisakan sejumlah pertanyaan tak terjawab perihal keterlibatan militer.
Foto: Juni Kriswanto/AFP/Getty Images
Kebangkitan Mahasiswa
Mai 1998 menandai perputaran sejarah Indonesia. Berawal dari ketidakpuasan rakyat atas kenaikan harga kebutuhan pokok, mahasiswa mulai bergerak memrotes pemerintahan Suharto. Saat itu presiden kedua Indonesia itu baru saja terpilih secara aklamasi oleh parlemen untuk ketujuh kalinya. MPR berdalih, kepemimpinan Suharto dibutuhkan di tengah krisis moneter yang melanda.
Foto: picture-alliance/dpa
Protes dari Kampus
Bibit protes sebenarnya sudah bermunculan sejak pengangkatan Suharto sebagai Presiden RI pada Maret 1998. Namun karena sebatas di wilayah kampus, aksi tersebut masih dibiarkan oleh militer. Kendati begitu bentrokan dengan aparat keamanan tetap tak terelakkan.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Titik Api di Sumatera
Awalnya cuma sekelompok kecil mahasiswa yang berdemonstrasi menentang pemilihan ulang Suharto. Namun ketika pemerintah menaikkan harga barang pokok pada 4 Mai, rakyat kecil pun ikut terlibat. Penjarahan pertama muncul di Medan yang tidak berlangsung lama, tapi menjalar ke berbagai daerah.
Foto: Getty Images/AFP/P. Richards
Bara di Jakarta
Pada 9 Mei, sehari setelah kerusuhan Medan berakhir, Jakarta mulai bergolak. Tapi Suharto terbang ke Kairo untuk menghadiri KTT G15. Dia pulang lebih dini saat kerusuhan di Jakarta memasuki fase paling mematikan. Pada 12 Mei, 10.000 mahasiswa berkumpul di kampus Trisakti. Saat itu empat mahasiswa, Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hery Heriyanto dan Hendriawan Sie tewas tertembak peluru polisi.
Foto: picture-alliance/AP Images
Protes dari Luar Negeri
Peristiwa berdarah di Indonesia juga disimak oleh aktivis kemanusiaan asing dan mahasiswa Indonesia di mancanegara. Berbagai aksi protes digelar di Australia, Jerman, Belanda, Inggris (gambar), Swedia, Perancis dan Amerika Serikat.
Foto: Getty Images/AFP/J. Eggitt
Bergerak ke Senayan
Hingga tanggal 13 Mei kepolisian masih berupaya membarikade kampus-kampus di Jakarta untuk mencegah mahasiswa keluar. Sebagian yang berhasil menerobos, berkumpul di berbagai titik untuk kemudian bergerak ke arah Senayan. Momentum terbesar adalah ketika ribuan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR.
Foto: picture-alliance/dpa
Api di Klender
Termakan amarah lantaran mendengar kabar mahasiswa yang tewas ditembak, massa kembali melakukan aksi penjarahan di beberapa sudut kota. Yang terparah terjadi di kawasan Klender, di mana massa membarikade dan membakar gedung Yogya Department Store. Sekitar 1000 orang yang terjebak di dalam tewas seketika.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Pahit Orde Baru
Aksi pendudukan mahasiswa terhadap gedung MPR/DPR dan tekanan internasional memaksa Presiden Suharto undur diri dari jabatannya. Diktatur yang berkuasa selama 32 tahun itu menyisakan republik yang carut marut oleh kasus korupsi dan pelanggaran HAM. Sesaat setelah pengunduran diri Suharto, Wapres B.J. Habibie memulai 517 hari perjalanannya membawa Indonesia kembali ke pangkuan demokrasi.
Foto: picture alliance/CPA Media
Saling Tuding di TNI
Tragedi 1998 menyisakan pertanyaan besar buat TNI. Bekas Pangkostrad, Prabowo Subianto diduga ikut mendalangi kerusuhan, berdasarkan temuan tim Gabungan Pencari Fakta. Bekas Jendral bintang tiga itu kemudian dipecat oleh Presiden Habibie menyusul isu kudeta yang disebarkan Panglima ABRI Wiranto. Prabowo sebaliknya menuding Wiranto lah yang mengeluarkan perintah agar TNI menyulut kerusuhan berdarah