Mantan Pekerja Konsulat Inggris Mengaku Disiksa Agen Cina
20 November 2019
Seorang mantan karyawan Konsulat Inggris di Hong Kong mengaku telah ditahan dan disiksa oleh polisi rahasia Cina. Mereka berusaha menggali informasi tentang protes berkepanjangan di sana, ujarnya.
Iklan
Simon Cheng mengatakan dalam sebuah pernyataan online dan wawancara di media bahwa kepalanya ditutupi, ia dipukuli, dilarang tidur serta dirantai ke sebuah kerangka berbentuk X oleh agen-agen dari Cina yang berseragam dan berpakaian biasa.
Mereka berusaha mencari informasi tentang aktivis yang terlibat dalam protes berbulan-bulan di Hong Kong serta mengenai pihak Inggris yang dipercaya turut berperan dalam demonstrasi berkepanjangan ini.
Pada bulan Agustus, Cheng ditahan selama lebih dari dua minggu ketika ia dalam perjalanan ke daratan Cina. Ketika ditahan, Cheng bekerja untuk tim pengembangan bisnis pada Konsulat Inggris di Hong Kong. Polisi Cina mengatakan pada saat itu bahwa Cheng telah "mengakui perbuatan ilegalnya," tanpa memberikan rincian spesifik.
Dalam pengakuan terperinci yang dipublikasikan di Facebook, Cheng mengatakan dia belum "sepenuhnya pulih dari trauma terhadap apa yang telah menimpanya."
"Saya berbicara sekarang karena kasus ini relevan bagi kepentingan publik untuk mengetahui cacatnya proses hukum di daratan Cina, tetapi saya telah mencoba yang terbaik untuk melindungi privasi pribadi," tulisnya.
Dia juga mengutuk "perburuan penyihir yang dilakukan oleh corong Partai Komunis Cina."
Hari-hari Penuh Kekerasan di Hong Kong
Selama setengah tahun, para mahasiswa di Hong Kong berdemonstrasi menuntut kebebasan dan demokrasi. Protes pun semakin radikal. Terakhir, pecah bentrokan di Universitas Politeknik Hong Kong.
Foto: Reuters/T. Siu
Protes di Kampus Politeknik
Inilah kampus Universitas Politeknik. Para demonstran dipukul mundur di sini dan terlibat dalam bentrokan dengan polisi selama lebih dari 24 jam. Di kampus, ratusan orang berbekal senjata alat pembakar dan senjata rakitan sendiri. Untuk menangkal polisi, mereka menyalakan api besar-besar.
Foto: Getty Images/AFP/Ye Aung Thu
Diringkus dan ditangkap
Aktivis melaporkan bahwa polisi mencoba menyerbu gedung universitas. Karena gagal, aparat pun menciduk para demonstran di sekitaran universitas. Mahasiswa yang ingin meninggalkan kampus ditangkap. Polisi mengatakan mereka menembakkan amunisi di dekat universitas pada pagi hari, tetapi tidak ada yang tertembak.
Foto: Reuters/T. Siu
Gagal melarikan diri
Di luar kampus, polisi bersiaga dengan meriam air. Asosiasi mahasiswa melaporkan bahwa sekitar 100 mahasiswa mencoba meninggalkan gedung universitas. Namun mereka terpaksa kembali ke dalam gedung kampus ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka.
Foto: Reuters/T. Peter
Lokasi strategis penting
Universitas Politeknik menjadi penting dan strategis bagi para demonstran karena terletak di pintu masuk terowongan yang menghubungkan daerah itu dengan pulau Hong Kong. Dalam beberapa hari terakhir, pengunjuk rasa telah mendirikan barikade di luar terowongan untuk memblokir pasukan polisi. Ini adalah bagian dari taktik baru untuk melumpuhkan kota dan meningkatkan tekanan pada pemerintah.
Foto: Reuters/T. Peter
Apa tuntutannya?
Protes di Wilayah Administratif Khusus ini telah berlangsung selama lebih dari lima bulan. Tuntutan para demonstran antara lain yaitu pemilihan umum yang bebas dan penyelidikan kekerasan yang dilakukan oleh polisi. Perwakilan pemerintahan Beijing di Hong Kong belum menanggapi kedua tuntutan ini.
Foto: Reuters/T. Peter
Peningkatan kekerasan
Protes yang awalnya damai kini berubah menjadi penuh kekerasan. Polisi menindak tegas dan mengancam akan menggunakan amunisi tajam. Aktivis Hong Kong berbicara tentang adanya 4.000 penangkapan sejak protes dimulai. Para demonstran sendiri melawan dengan melempari batu, melemparkan bom Molotov dan menggunakan busur serta anak panah.
Foto: Reuters/T. Siu
Busur dan anak panah untuk melawan
Seorang polisi terluka pada hari Minggu (17/11) akibat tusukan anak panah di kakinya. Aktivis terkenal Hong Kong, Joshua Wong, membenarkan kekerasan yang dilakukan para demonstran. "Dengan protes yang damai, kami tidak akan mencapai tujuan kami. Dengan kekerasan saja juga tidak mungkin, kami membutuhkan keduanya," kata Wong kepada media Jerman, Süddeutsche Zeitung.
Foto: picture-alliance/dpa/Hong Kong Police Dept.
Sembunyikan identitas
Pemerintah Hong Kong telah melarang pemakaian topeng. Banyak demonstran memakai masker gas untuk perlindungan terhadap serangan gas air mata. Yang lain mengikat kain di depan wajah mereka untuk menyembunyikan identitas. Mereka takut penangkapan dan konsekuensinya jika mereka sampai dikenali.
Foto: Reuters/T. Siu
Khawatir militer turun tangan
Eskalasi kekerasan juga makin berlanjut. Kehadiran beberapa tentara Cina pada hari Sabtu (16/11) di Hong Kong menyebabkan kekhawatiran. Para tentara ini diturunkan untuk membantu membersihkan serakan batu. Di antara para demonstran, muncul kekhawatiran besar bahwa Cina bisa saja menggunakan militernya untuk mengakhiri protes di Hong Kong. (ae/pkp)
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Ng Han Guan
9 foto1 | 9
Berbicara kepada Wall Street Journal, Cheng mengatakan dia ditanyai berulang kali tentang peran Inggris yang oleh para interogator dianggap ikut menyulut kerusuhan di Hong Kong.
Dalam kondisi ketakutan, Cheng mengatakan dia membagikan kata sandi telepon dan akun media sosialnya. Ia juga menyebut dua pejabat konsuler Inggris yang diduganya memiliki latar belakang militer dan intelijen, serta memberikan rincian beberapa orang yang terlibat dalam protes.
"Sama dengan penyiksaan"
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengecam keras perlakuan Cina terhadap Cheng, yang katanya "sama dengan penyiksaan." Dia juga memanggil duta besar Cina di London untuk mengungkapkan kemarahan pemerintah Inggris dan menuntut Beijing untuk menyelidiki dan meminta pertanggungjawaban pihak yang terlibat.
Sementara itu, protes menentang pemerintah terus berlangsung selama berbulan-bulan di Hong Kong dan kerusuhan telah meningkat selama beberapa minggu terakhir.
Cina juga telah berulang kali mengkritik negara asing, khususnya Amerika Serikat dan Inggris. Cina menganggap dua negara itu mencampuri urusan dalam negerinya berdasarkan reaksi terhadap bentrokan dan kekerasan yang terjadi di Hong Kong selama ini.