1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mantan Pemimpin Khmer Merah Duch Tunggu Vonis Tribunal Kamboja

23 Juli 2010

Senin mendatang (26/7) seorang bekas pemimpin Khmer Merah, Kaing Khek Lev akan divonis oleh Tribunal Kamboja. Dengan tuduhan melakukan kejahatan perang, terhadap kemanusiaan, genosida dan penyiksaan.

Kaing Guek Eav, bekas kader Khmer Merah yang diadili Tribunal KambojaFoto: AP

Proses pengadilan terhadap seorang bekas pemimpin Khmer Merah Kaing Guek Eav, yang memimpin proses penyiksaan terhadap warga Kamboja, tidak lama lagi akan berakhir. Senin mendatang (26/7) terdakwa berusia 67 tahun, yang juga dikenal dengan nama samaran „Duch“, akan divonis oleh Tribunal Kamboja. Dengan tuduhan melakukan kejahatan perang, terhadap kemanusiaan, genosida dan penyiksaan. Ia diancam hukuman penjara 40 tahun.

Semasa rezim Khmer Merah berkuasa, dari tahun 1975 hingga 1979, Duch menjadi kepala penjara kejam „Tuol Sleng“ di ibukota Phnom Penh. Di sana sedikitnya 15.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak disiksa dan dibunuh. Hanya tujuh orang yang selamat dari kekejaman penjara itu.

Duch yang dulunya guru matematika adalah kader Khmer Merah yang paling kejam. Setelah militer Vietnam masuk ke Kamboja, kemudian Khmer Merah runtuh, tahun 1979 bersama kader lain Duch melarikan diri keluar dari Phnom Penh ke kawasan hutan di perbatasan Thailand.

Tahun 1999 setelah seorang wartawan berhasil menemukan tempat persembunyiannya, Duch dapat ditangkap. Kemudian tanpa diadili, selama hampir delapan tahun ia dipenjara. Lalu tahun 2007 secara resmi Duch divonis oleh Tribunal PBB. Namun bahwa dakwaan terhadapnya tidak berisi tuntutan hukuman penjara seumur hidup, nampaknya alasannya adalah agar masa penjaranya sejak 1999 tidak dimasukkan.

Dalam pengadilan yang berlangsung sejak sembilan bulan ini, Duch mengakui sebagian kejahatannya dan memohon maaf pada para korban kekejian Khmer Merah. November 2009 dalam sebuah pernyataan akhir, Duch mengatakan penyesalannya yang sangat dalam dan terkejut sendiri atas semua kerusakan yang diakibatkan Khmer Merah. Tetapi, dalam kesempatan itu Duch juga membela diri, bahwa ia hanya melakukan perintah atasannya, karena ia sendiri ketakutan akan dibunuh. Lalu dua hari kemudian, ia menuntut dibebaskan. Dengan alasan, telah bekerja sama dengan pengadilan dan sudah dipenjara selama sepuluh tahun. Mendengar tuntutan Duch itu, para korban, pengacara serta jaksa terkejut dan marah sekali.

Keberhasilan dibentuknya tribunal bagi Kamboja merupakan kejadian yang sangat penting. Seorang warga Amerika Serikat keturunan Kamboja Theary Seng mengikuti persidangan. Ia menuturkan, "persidangan terhadap Duch adalah uji percobaan dan hingga sekarang berlangsung cukup baik. Tribunal mendapat perhatian besar dari penduduk Kamboja dan memberikan informasi kepada masyarakat luas terkait rezim Khmer Merah. Sangat menarik untuk dapat melihat langsung Duch berbicara. Secara keseluruhan uji coba ini berlangsung baik, mengadili seorang bekas pemimpin Khmer Merah."

Perundingan sebelumnya berlangsung sangat alot. Setelah mengupayakannya selama lima tahun, tahun 2003 baru dicapai kesepakatan antara pemerintah Kamboja dengan PBB untuk membentuk sebuah tribunal. Setelah itu, dibutuhkan empat tahun lagi untuk bisa menangkap empat bekas pemimpin Khmer Merah. Tetapi kalangan korban yang selamat dari kekejam rezim itu, skeptis tribunal benar-benar dapat mengadili para anggota Khmer Merah.

Kesulitan dibentuknya tribunal terletak pada keeratan pemerintah Kamboja yang sekarang dengan bekas anggota penting Khmer Merah. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sendiri misalnya, dulunya adalah seorang perwira tinggi dalam rezim Khmer Merah. Sejak ia memangku jabatan sebagai perdana menteri, ia memberikan amnesti pada sejumlah kader penting Khmer Merah.

Bagi sebagian korban Khmer Merah vonis pertama yang dikeluarkan tribunal hari Senin mendatang, membuat harapan mereka untuk mendapat keadilan terpenuhi. Walaupun hanya lima kader Khmer Merah yang diadili.

AN/HP/epd/rtre