Studi: Manusia Tidak Perlu Jadi Vegan Buat Selamatkan Bumi
6 November 2020
Manusia berpeluang mengerem laju perubahan iklim tanpa mengorbankan konsumsi daging, selama mengubah cara bercocoktanam, pola konsumsi dan mengurangi pemborosan bahan pangan, demikian menurut studi teranyar.
Iklan
Umat manusia tidak perlu mengadopsi pola makan vegan untuk menyelamatkan Planet Bumi. Kesimpulan tersebut dipublikasikan sekelompok peneliti asal Amerika Serikat dan Inggris di jurnal ilmiah, Science, Kamis (5/11).
Menurut temuan ilmuwan, target reduksi emisi gas rumah kaca bisa dicapai tanpa mengorbankan protein hewani, selama kita mengubah model produksi, konsumsi dan mengurangi pemborosan bahan pangan.
Dalam studi tersebut, ilmuwan mempelajari lima faktor utama sistem makanan dan mengukur jumlah emisi yang bisa dikurangi.
Menurut temuan mereka, perbaikan parsial pada masing-masing faktor bisa membantu umat manusia memenuhi target pengurangan emisi, tanpa perlu melakukan perubahan ekstrim pada sistem makanan.
Jika sistem produksi, konsumsi dan pengolahan limbah makanan masih berlangsung seperti saat ini, manusia akan memproduksi hampir 1,5 triliun ton gas rumah kaca dalam 80 tahun ke depan. Angka tersebut berasal dari emisi ternak sapi, degradasi tanah dan limbah makanan.
Tapi bahkan jika manusia tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil, jumlah emisi yang dihemat tidak mampu menahan laju pemanasan global di bawah level yang ditetapkan pada Perjanjian Iklim Paris, 2015 silam.
“Dunia tidak perlu mengorbankan daging untuk mencapai sasaran iklim,” kata Jason Hill, Guru Besar Teknik Biologi di Universitas Minnesota, AS, yang juga salah seorang penulis studi. “Kita bisa mengkonsumsi makanan yang lebih baik dan lebih sehat. Kita bisa memperbaiki cara kita menanam makanan, dan kita bisa mengurangi pemborosan makanan,” imbuhnya.
Iklan
Solusi parsial bagi masalah global
Inilah butir kesimpulan para ilmuwan:
Jika sebagian besar manusia mengubah pola diet menjadi vegan, jumlah emisi gas rumah kaca yang dihemat mencapai 720 miliar ton.
Jika semua orang hanya mengkonsumsi jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai berat badan, yakni sekitar 2.100 cal per hari, maka dunia bisa mengurangi 450 miliar ton gas rumah kaca.
Jika semua orang membuang lebih sedikit makanan di piring, restoran atau menyumbangkannya bagi warga miskin, maka jumlah emisi yang bisa dihemat adalah sebesar 400 miliar ton.
Jika pertanian bisa lebih hemat emisi, dengan mengurangi penggunaan pestisida, pengelolaan tanah yang baik dan melakukan rotasi tanaman, maka manusia bisa mengurangi 600 miliar ton gas rumah kaca.
Jika hasil panen bisa ditingkatkan melalui rekayasa genetika atau lewat cara lain, maka pengurangan emisi dari sektor pertanian akan mencapai 210 miliar ton.
Bahkan jika umat manusia hanya mampu memenuhi separuh dari masing-masing lima sasaran di atas, jumlah total produksi emisi gas rumah kaca akan anjlok sebanyak 940 miliar ton. Dan dengan dikuranginya emisi dari bahan bakar fosil, manusia punya kesempatan menghadang kenaikan suhu tambahan sebanyak 0,5 hingga 1,3 derajat Celcius, seperti yang ditargetkan Perjanjian Iklim, tulis ilmuwan lagi.
Hans-Otto Poertner, Kepala Panel PBB untuk Dampak Perubahan Iklim Global, mengatakan kesimpulan studi tentang jalur-jalur yang bisa ditempuh untuk mengurangi emisi bisa dipahami.
“Ada banyak inovasi yang memungkinkan kita menghentikan pemborosan makanan, dan menghentikan praktik pemborosan lain seperti membabat hutan tropis untuk perkebunan kedelai yang kemudian diekspor sebagai pakan ternak,” kata dia.
“Tidak bisa diabaikan bahwa mengurangi konsumsi daging ke tingkat yang berkelanjutan adalah sangat penting.”
Pola diet yang mengurangi konsumsi daging atau lemak hewani, dan pengurangan porsi makanan, bisa menjadi cara membuat Bumi dan manusia menjadi lebih sehat, menurut Prof. Jason Hill. “Studi ini menunjukkan bahwa beragam solusi teknologi dan perubahan perilaku manusia bisa membuat perbedaan yang nyata,” kata dia.
rzn/as (associated press)
Air dan Bahan Pangan
Kebutuhan air virtual yang diperlukan untuk memproduksi kebutuhan sehari-hari volumenya mencapai 4.000 liter per hari. Jumlah yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan air warga dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
2.500 Liter Air untuk 1 Kg Beras
Separuh populasi dunia tergantung dari beras sebagai makanan utamanya. Setiap tahunnya dipanen 672 juta ton padi. Sekitar sepertiga bobotnya hilang saat pengolahan. Diperlukan 1.670 liter air untuk memproduksi satu kg padi. Namun kebutuhan air naik jadi 2.500 liter jika faktor pengolahan ditambahkan.
Foto: Tatyana Nyshko/Fotolia
760 Liter Air untuk 1 Kg Jagung
Jagung, beras dan gandum adalah makanan pokok manusia. Sekitar 845 juta ton jagung diproduksi setiap tahunnya di seluruh dunia, sebagian besar di Amerika Serikat. Untuk memproduksi satu kg jagung diperlukan minimal 760 liter air. Jagung juga digunakan sebagai bahan bakar bio dan pakan ternak.
Foto: Fotolia/smereka
1.300 Liter Air untuk 1 Kg Gandum
Gandum termasuk Salah satu dari tiga makanan pokok. Setiap tahunnya diproduksi 650 juta ton gandum di seluruh dunia, kebanyakan untuk konsumsi manusia, menghabiskan sekitar 790 milyar meter kubik air. Kebutuhan air bervariasi tergantung wilayah. Di Slovakia diperlukan 465 liter air untuk memproduksi satu kg gandum, sebaliknya di Somalia diperlukan 18.000 liter air.
Foto: picture-alliance/dpa/Frank Rumpenhorst
1.000 Liter Air untuk 1 Liter Susu
600 juta ton susu diproduksi setiap tahunnya di seluruh dunia. Untuk memproduksi seliter susu, seekor sapi memerlukan 1.000 liter air dan pakan. Bahkan untuk memproduksi susu bubuk diperlukan air lima kali lebih banyak. Satu liter susu segar hanya menghasilkan 200 gram susu bubuk.
Foto: Fotolia/Mara Zemgaliete
10.000 Liter Air untuk 1 Kg Keju
Keju pada dasarnya adalah konsentrat susu yang tahan lama. Tapi untuk itu diperlukan air dalam volume amat besar. Rata-rata diperlukan 10.000 liter air untuk memproduksi satu kg keju. Dan semakin keras kejunya, semakin banyak air yang diperlukan.
Foto: Fotolia/Volker Gerstenberg
3.300 Liter Air untuk 1 Kg Telur
Untuk memproduksi sebutir telur ayam diperlukan 200 liter air. Kebanyakan telur diproduksi ayam petelur dalam kandang yang diberi pakan gandum atau jagung. Hal itu menaikkan konsumsi air. Produksi satu kg gandum untuk pakan ayam memerlukan 1.300 liter air.
Foto: ComZeal - Fotolia
4.325 Liter Air untuk 1 Kg Daging Ayam
Saat digemukan ayam diberi pakan biji-bijian dan air. Daging ayam yang dijual di tukang daging atau di lemari pendingin supermarket kebanyakan berasal dari peternakan massal. Dengan itu dihemat tempat pemeliharaan, tapi limbah industri peternakan ayam seringkali mencemari lingkungan dan perairan.
Foto: picture-alliance/dpa
5.990 Liter Air untuk 1 Kg kilo Daging Babi
Di industri peternakan, babi siap dipotong pada umur 7 hingga 10 bulan, jika bobotnya mencapi 100 kg. Kebanyakan air virtual untuk babi diperlukan untuk pakan. Di peternakan industrial, babi dipelihara dalam ruang sempit dan seringkali diberi pakan impor seperti kacang kedelai.
Foto: picture-alliance/dpa/P.Pleul
15.400 Liter Air untuk 1 Kg Daging Sapi
Daging sapi bisa dikatakan makanan mewah, terutama jika dilihat dari konsumsi airnya. Rata-rata diperlukan 15.000 liter air untuk memproduksi satu kg daging sapi. Sapi yang diberi pakan kacang kedelai mengkonsumsi air virtual dalam jumlah besar. Daging dari sapi yang diternakan di padang penggembalaan menunjukan neraca air lebih bagus.
Foto: picture-alliance/dpa
18.900 Liter Air untuk 1 Kg Biji Kopi
Untuk memproduksi biji kopi yang digongseng untuk hanya satu cangkir kopi diperlukan 130 liter air virtual. Setiap tahunnya total 85 milyar kubik meter air diperlukan untuk produksi biji kopi global.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Hase
Kebutuhan Air Lebih Banyak
Konsumsi air secara langsung sebenarnya hanya sekitar 120 liter per kapita per harinya. Tapi jika dihitung berdasarkan makanan dan minuman yang dikonsumsi, misalnya, setiap warga Jerman menghabiskan 4000 sampai 5000 liter air setiap hari.
Foto: Fotolia/Jaroslav Machacek
Sumber Daya Alam yang Terbatas
Lebih dari 80 persen air tawar global digunakan untuk sektor pertanian. Produksi bahan pangan yang memerlukan air dalam jumlah besar, seharusnya dilakukan di lokasi yang cukup air. Walaupun begitu, banyak produk di pasar global dibudidayakan di kawasan yang langka air. Yang menderita kebanyakan petani kecil yang tidak lagi mampu lagi memberi minum binatang ternaknya.