1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SejarahBelanda

PM Belanda Mohon Maaf Kepada Bangsa Indonesia

18 Februari 2022

Pernyataan ini tanggapi hasil penelitian sejarah, tentara Belanda melakukan "kekerasan ekstrem“ di Indonesia selama 1945-1950. Peneliti sejarah mengatakan jenis-jenis kekerasan itu masa kini dianggap "kejahatan perang“.

PM Belanda Mark Rutte
PM Belanda Mark RutteFoto: Jonas Roosens/ANP/picture alliance

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte hari Kamis (17/2) menyampaikan permintaan "maaf yang mendalam” kepada Indonesia, setelah hasil penelitian sejarah perang kemerdekaan Indonesia di Belanda menemukan, pasukan Belanda telah menggunakan "kekerasan berlebihan" dalam upaya untuk mendapatkan kembali kendali atas bekas jajahan mereka setelah Perang Dunia Kedua berakhir di Eropa.

Mark Rutte menanggapi hasil studi tiga lembaga penelitian terkemuka di Belanda, yang menyatakan bahwa militer Belanda telah terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan dan tidak etis di Indonesia selama periode 1945-1949 pasca proklamasi kemerdekaan.

Monumen peringatan peristiwa pembantaian Rawagede 1947 oleh militer BelandaFoto: dapd

Penelitian itu dilakukan oleh Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV), The Netherlands Institute of Military History (NIMH) dan -NIOD Instituut voor Oorlogs-, Holocaust- en Genocidestudies yan berlangsung selama 4 ½ tahun. Hasil penelitian itu dirilis oleh ketiga lembaga hari Kamis. Saat ini di Rijksmuseum Amsterdam juga sedang berlangsung pameran tentang revolusi kemerdekaan Indonesiayang penyelenggarannya juga melibatkan peneliti dan museum dari Indonesia.

Fakta memalukan

"Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Mark Rutte pada konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan. "Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda."

Hasil kajian yang didanai oleh pemerintah Belanda dan dimulai sejak tahun 2017 itu melibatkan puluhan akademisi dan pakar dari kedua negara.

Penelitian itu menyimpulkan bahwa militer Belanda selama 1945-1950 telah melakukan "kekerasan ekstrem" di Indonesia "secara rutin dan struktural”, antara lain eksekusi ilegal, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan di bawah kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti dan persediaan makanan, serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, dan penangkapan massal secara acak.

Di masa sekarang dianggap sebagai "kejahatan perang"

Kekerasan oleh militer Belanda yang disebutkan itu, pada masa sekarang akan dianggap sebagai "kejahatan perang”, kata sejarawan Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda, salah satu anggota tim peneliti.

"Politisi yang bertanggung jawab (saat itu) menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantu kejahatan itu, mereka menyembunyikan itu, dan mereka hampir atau tidak sama sekali menghukum pelakunya," katanya.

Sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda, pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggung jawabnya.

hp/as (dpa, rtr, afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait