Air berharga selangit di kawasan Boutmezguida di pinggiran gurun Sahara yang tercatat sebagai yang paling kering di Maroko, kendati kerap dilanda kabut. Kini sebuah LSM memasang jaring yang menyulap kabut jadi air minum.
Iklan
Jalan menuju proyek vital itu sempit dan sulit untuk dilewati. Tapi Jamila Bargach dari organisasi Dar Si Hmad mengenal dengan baik jalan menuju gunung Boutmezguida. Pada ketinggian 1200 meter, NGO memiliki proyek yang istimewa.
Tujuannya: memperoleh air minum. Karena itu dipasang jaring khusus. Jaringnya menangkap kabut, yang kemudian terkumpul sebagai tetesan air. Hari ini matahari bersinar. Tapi seringnya kabut menutupi seluruh kawasan ini.
Jamila Bargach, relawan NGO Dar Si Hmad menjelaskan: "Kabut datang dari arah ini. Lalu kabut naik makin lama makin tinggi. Pengendara bisa mati akibat kecelakaan, karena tidak bisa melihat jalur yang ditempuh."
Di barat daya Marokko di pinggiran gurun Sahara kondisinya sangat kering. Hujan turun secara tidak rutin. Perubahan iklim semakin sering menyebabkan kekeringan. Agar bisa memperoleh air, warga harus menempuh perjalanan selama dua, tiga jam.
Menangkap kabut meningkatkan ekonomi
Sementara pemasukan utama warga bergantung pada hasil pertanian dan peternakan. Kelangkaan Air Bersih Ancam Jutaan Pendudukyang bermukim di kawasan tersebut. Proyek menangkap kabut diharapkan bisa memperbaiki situasi mereka. Tiga tahun yang lalu, NGO Dar Si Hmad melibatkan yayasan air Jerman untuk menyempurnakan teknologinya. Desainer industri Peter Trautwein misalnya telah menguji beberapa jenis tenunan jaring yang berbeda. Jaring harus tahan angin, menghasilkan jumlah air yang dibutuhkan dan mudah untuk dipasang.
Peter Trautwein dari yayasan air Jerman menjelaskan teknologinya:"Kami menggunakan semacam tali karet elastis dan menggantungkannya di perancah ini agar semua menjadi lebih kokoh. Sekarang semua konstruksi sudah kencang. Bisa dilihat pergerakannya yang dinamis dalam tiupan angin."
Taman Al-Azhar Mengubah Wajah Kairo
Taman al-Azhar yang dibangun di atas tempat pembuangan sampah berusia 500 tahun adalah proyek ambisius untuk menghijaukan wajah kota Kairo. Keberadaan taman itu berhasil mentransformasi kawasan kumuh di tepi kota.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Gary Otte
Kairo Mencari Kawasan Hijau
Dengan populasi 23 juta orang, Kairo adalah kota terpadat di Afrika. Kota metropolitan berusia ribuan tahun tersebut saat ini telah menampung seperempat populasi Mesir. Tahun ini penduduk Kairo diprediksi akan bertambah hingga 500.000 orang. Dikelilingi gurun dan laut, penduduk kota mencoba memanfaatkan kawasan hijau sebisanya.
Foto: Reuters
Petak Terlantar di Jantung Kota
Pada tahun 1984 yayasan Aga Khan berniat membangun taman di jantung Kairo. Tapi satu-satunya lahan yang tersisa adalah tempat pembuangan sampah berusia 500 tahun seluas 33 hektar yang selama ini ditelantarkan dan terletak di Darb al-Ahmar, kawasan miskin Kairo.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Stefano Bianca
Lima Tahun Memindahkan Limbah
Setelah proses perencanaan selama bertahun-tahun, pihak yayasan dan pemerintah kota akhirnya sepakat mulai membangun taman pada 1996. Selama lima tahun sebanyak 80.000 truk memindahkan limbah dan sampah dari Darb al Ahmar. Selain itu dua unit tangki air berukuran raksasa ditanam di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan air taman.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Stefano Bianca
Paru-paru Hijau
Dua puluh tahun setelah direncanakan, taman Al-Azhar akhirnya diresmikan pada 2005. Proyek senilai 30 juta Dollar AS itu dihibahkan oleh yayasan Aga Khan kepada kota Kairo untuk mengenang peran Kekhalifahan Fatimiyah dalam memodernisasi kota sekitar seribu tahun silam.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Gary Otte
Pemandangan Baru Kairo
Selain air mancur, restoran dan danau buatan, taman al-Azhar juga menyimpan 650.000 tanaman. Meski secara resmi dimiliki pemerintah kota, taman ini diurus oleh Yayasan Aga Khan untuk menjaga dan merawat taman.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Gary Otte
Meminjam Nama Masjid
Taman ini diberi nama al-Azhar untuk menghormati masjid kuno yang hanya terletak beberapa meter dari bibir taman. Masjid al-Azhar yang dibangun oleh dinasti Fatimiyah sebagai masjid pertama di Kairo hingga kini masih dianggap sebagai salah satu bangunan paling penting bagi umat Sunni Mesir.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Gary Otte
Sarat Peninggalan Masa Lalu
Selama penggalian taman, pekerja konstruksi banyak menemukan struktur dan bangunan kuno. Peninggalan sejarah itu pun direstorasi dan digabungkan dengan desain taman. Gambar ini menampilkan salah satu sudut Tembok Ayyubiyah yang kemudian menjadi atraksi wisata paling digemari di taman Al-Azhar.
Foto: Aga Khan Trust for Culture/Gary Otte
Proyek Restorasi di Sekitar Taman
Termasuk bagian dari proyek pembangunan taman adalah restorasi bangunan dan sekolah di sekitar. Pada gambar ini terlihat pekerja konstruksi sedang merawat langit-langit masjid Amir Aslam. Uniknya keberhasilan taman Al-Azhar mendorong Yayasan Aga Khan untuk mempersiapkan proyek serupa di Mali, Zanzibar dan Afghanistan.
Ed: Timothy Rooks (rzn/ap)
Foto: Aga Khan Trust for Culture/M. Kacicnik
8 foto1 | 8
Instalasi penangkap kabut baru telah melewati fase uji coba. Tahun depan akan dipasang instalasi besar di sekitar gunung Boutmezguida dengan jaringan 31 jaring penangkap kabut. Proyek Jamila Bargach dan NGO-nya Dar Si Hmad mendapat penghargaan dalam konferensi iklim di Marrakech.
"Saya menyukai pendekatan terhadap lingkungan dan menganggapnya sebagai benda hidup dan bukan sekedar tempat sampah atau tempat mengeruk hal yang dibutuhkan untuk kepentingan manusia. Ini adalah sebuah krisis. Kami menyadarinya dan melihatnya pada dampak dari perubahan iklim dan upayaMenyesuaikan Diri dengan Perubahan Iklim", tambah Jamila Bargach.
Pada proyek ini, NGO tersebut juga memasang sambungan pipa dari gunung hingga rumah penduduk. Keluarga Soussane turut diuntungkan. Sejak setahun, air datang dari tembok. Anggota keluarga tidak perlu lagi berjalan jauh mencari air minum.
Air memberdayakan kaum perempuan
Ilmuwan Amerika, Leslie Dodson, sejak bertahun-tahun bekerja untuk NGO Dar Si Hmad. Ia khususnya bekerja sama dengan kaum perempuan di daerah pegunungan Boutmezguida. Sepintas kesannya kondisinya seperti biasa. Tapi keseharian para perempuan telah berubah. Di waktu yang biasanya harus mengambil air, kini mereka manfaatkan untuk belajar membaca dan menulis.
"Perubahannya besar. Proyek harus melibatkan warga dan tidak hanya infrastruktur air saja. Ada pipa, ada teknologi. Berkat program ini, perempuan bisa belajar membaca dan menulis. Lalu ada sekolah air bagi anak-anak. Sementara untuk kaum pria ada lapangan kerja. Ini menurut saya yang dilakukan oleh proyek air. Yakni, membawa perubahan besar dalam masyarakat", papar Leslie Dodson.
8 Kota Yang Paling Ramah Lingkungan di Dunia
Banyak kota yang kini membenahi lingkungannya dan berupaya mereduksi gas rumah kacanya. Inilah delapan kota yang layak disebut kota "terhijau" sedunia.
Foto: picture-alliance/dpa/R.Kaufhold
Kopenhagen, Denmark
Kopenhagen ingin menjadi ibukota netral karbon pertama dunia tahun 2025. Sejak 1995, emisi karbon telah berkurang setengahnya. Kota ini menerapkan zona bebas mobil yang luas, transportasi umum kualitas tinggi dan fasilitas bersepeda yang mengesankan. Sistem pemanasan dan pendinginan distrik - beberapa di antaranya menggunakan air laut - dilakukan dengan teknologi untuk mengurangi emisi karbon.
Foto: DW/E. Kheny
Reykjavik, Islandia
Ibukota Islandia ini telah memiliki sistem pemanas dan listrik dari energi terbarukan - terutama dari tenaga air dan panas bumi. 95 persen rumah terhubung ke jaringan pemanas umum. Kota ini juga menargetkan semua angkutan umum bebas energi fosil pada tahun 2040. Pemerintah kota sangat mendorong warga untuk melakukan kegiatan tanpa menggunakan mobil mereka.
Foto: picture-alliance/U. Bernhart
Curitiba, Brasil
Di kota terbesar kedelapan di Brasil ini, sekitar 60 persen penduduknya bergantung pada jaringan bus perkotaan. Kota ini juga memiliki 250 kilometer jalur sepeda, serta jalan pedalaman pertama di negara itu, Rua das Flores. Sabuk hijau Curitiba memberikan perlindungan alami terhadap banjir. Namun pertumbuhan penduduknya yang cepat membuat ambisi hijau berada di bawah tekanan.
Foto: picture alliance/GES/M. Gilliar
San Francisco, Amerika Serikat
Tahun 2016, San Francisco mengeluarkan undang-undang bahwa semua bangunan baru harus menyisihkan ruang untuk sistem fotovoltaik di atap - sebagai kota metropolitan pertama di AS. Penggunaan kantong plastik sudah dilarang sejak 2007. Tahun 2009 diperkenalkan program limbah makanan perkotaan. Kota ini berencana bebas dari sampah pada tahun 2020.
Foto: AFP/Getty Images/J. Edelson
Frankfurt, Jerman
Frankfurt adalah salah satu kota pertama yang mencanangkan ambisi untuk menggunakan energi terbarukan 100 persen pada tahun 2050. Gedung baru di kota ini harus mengikuti petunjuk efisiensi energi yang ketat. Frankfurt juga telah mengurangi limbahnya secara drastis, berkat sistem pengelolaan limbah modern, dan memiliki rencana ambisius untuk e-mobility.
Foto: CC BY Epizentrum 3.0
Vancouver, Kanada
Vancouver ingin menjadi kota terhijau dunia pada tahun 2020. Sampai saat itu, emisi karbon akan direduksi sampai 33 persen dibandingkan 2007. Listrik kota hampir seluruhnya berasal dari pembangkit listrik tenaga air. Namun untuk transportasi masih perlu beralih dari energi fosil. Tujuannya adalah untuk mengurangi emisi karbon sampai 33 persen per kepala.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com/A. Chin
Kigali, Rwanda
Kigali dijuluki sebagai kota terbersih di Afrika. Sekarang sedang direncanakan koridor pejalan kaki dan pesepeda. Kantong plastik dilarang dan warga menghabiskan satu hari setiap bulan untuk membersihkan kotanya. Di Kigali sampah jarang kelihatan. Tapi kelompok hak asasi manusia juga mengecam apa yang mereka sebut "harga kebersihan," karena kontrol terhadap penduduk yang ketat dan diskriminatif.
Foto: Imago/robertharding
Ljubljana, Slovenia
Kota ini dianugerahi penghargaan European Green Capital 2016. Listriknya berasal dari tenaga air. Ljubljana memberi perhatian besar pada jaringan transportasi umum, pejalan kaki dan pengendara sepeda, dan melarang mobil masuk pusat kota. Inilah kota pertama di Eropa yang berambisi meddaur ulang semua sampahnya. Saat ini, sudah lebih 60 persen sampahnya didaur ulang. (Teks: Irene Banos Ruiz/hp/ml)
Foto: picture-alliance/dpa/R.Kaufhold
8 foto1 | 8
Keesokan harinya, kabut tebal datang. Embun tidak hanya menempel pada tanaman, tetapi juga pada jaring di pegunungan. Hingga 22 liter air per meter persegi bisa dipanen dari jaring. Kelak jaringan instalasi baru bisa menyuplai 37.000 liter air di hari berkabut ke desa-desa sekitar.
Bagi Mohamed Hamouali ini berarti ia harus kembali bekerja. Ia baru selesai memasang jaring uji coba yang pertama. Awalnya sangat sulit untuk meyakinkan warga, bahwa kabut ada manfaatnya. "Idenya sangat aneh. Apakah mungkin mengubah kabut menjadi air. Saya belum pernah mendengar hal semacam itu dan tidak bisa membayangkannya", ujarMohamed Hamouali
Mohamed dibesarkan dalam situasi krisis air di desanya. Sementara bagi adik-adiknya, minum air dari keran adalah hal yang biasa.
Kalau kabut berikutnya datang, penduduk di gunung Boutmezguida mungkin tidak hanya merasa khawatir terjatuh dan celaka, tetapi juga senang karena bisa panen air.
as/hp(DW Inovator)
Gurun Terus Meluas
Tanah subur semakin sedikit, bahkan menghilang dan menjadi gurun. Ini salah siapa?
Foto: picture alliance/Anka Agency International
Pemandangan Tandus
Sepertiga permukaan bumi adalah tanah tandus yang tidak terurus. Sebagian besar ada secara alami sejak ribuan tahun, seperti pada formasi bebatuan di Hoggar di Aljazair ini. Tapi kini, manusia lah penyebab adanya gurun.
Foto: picture-alliance/dpa
Lebih Kering Lagi
Tandusnya sebuah wilayah keseluruhan disebut desertifikasi dan banyak dialami wilayah yang sudah kering sebelumnya. Seperti di Afrika, Amerika atau Asia. Ladang gandum di Texas (AS) ini tidak berhasil mengatasi kekeringan di musim panas 2011.
Foto: Getty Images
Kesalahan Manusia
Ada sekitar 70.000 kilometer persegi gurun baru setiap tahunnya. Ini kira-kira sama luasnya dengan negara Irlandia. Selain perubahan iklim, manusia turut berperan atas pertumbuhan pesat gurun. Para pekerja ladang, seperti di Brasil, harus menyesuaikan diri agar bisa bercocok tanam bahan pangan dalam jumlah cukup di masa depan.
Foto: picture-alliance/dpa
Penggembalaan Ternak Berlebihan
Sudah terlalu banyak ternak yang dipelihara di lahan kering. Mereka memakan habis tumbuhan, sehingga angin dan air merusak tanah yang tidak terlindung. Di musim kering, desertifikasi akan cepat terjadi.
Foto: DANIEL GARCIA/AFP/Getty Images
Hutan Lenyap
Jumlah pohon di hutan juga terus berkurang. Manusia membabat hutan untuk menggunakan kayu pohon sebagai kayu bakar atau bahan bangunan. Padahal pohon fungsinya untuk melindungi tanah. Dampaknya: lahan yang tandus dan kering.
Foto: picture-alliance/dpa
Jumlah Pemakaian Air
Penduduk dunia bertambah, pemakaian air juga bertambah. Dalam 50 tahun terakhir, jumlahnya dua kali lipat lebih banyak di seluruh dunia. Khususnya bidang pertanian dan pariwisata massal yang menyebabkan persediaan air berkurang drastis.
Foto: AFP/Getty Images
Reaksi Berantai Bagi Ekosistem
Setelah gurun mulai terbentuk, akan terjadi reaksi berantai. Pertumbuhan tanaman terhenti, air meghilang, tanah mengering, dan menjadi keras seperti panser, seperti di India. Tanah yang tidak lagi subur akan sulit diselamatkan.
Foto: AP
Dampak Meluas
Ekosistem yang rusak memiliki dampak yang lebih luas. Kelaparan, kemiskinan, dan kekurangan air hanyalah sebagian dari dampak kekeringan. Khususnya di Afrika Barat, seperti di Burkina Faso, desertifikasi berdampak buruk bagi warganya.