1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Masa Depan Barang Bekas Label Berkelas Ada di Lemari Pembeli

Marie Sina
17 Maret 2021

Penjualan barang-barang bekas dengan merek berkelas atau kerap dikenal dengan sebutan secondhand, saat ini sedang digemari banyak orang. Namun, desainer label ternama enggan merangkul tren ini.

Tas tangan Gucci hijau
Kering, adalah perusahaan raksasa baru yang merangkul tren penjualan barang-barang secondhandFoto: Lu ying/imaginechina/imago images

"Selalu ada sensasi menemukan sesuatu yang sangat keren, sesuatu yang selalu Anda inginkan, tetapi tidak pernah mampu membelinya. Tiba-tiba, hal itu (barang secondhand) muncul di layar Anda," kata Antonia Barthel kepada DW. Wanita berusia 27 tahun dari Muenchen ini membaca dengan teliti platform yang menjual kembali barang-barang bekas bermerek.

Pelanggan seperti Barthel menjadi penyebab sejumlah label fesyen mempertimbangkan pendirian mereka terkait ide menjual kembali barang-barang bekas pakai.

Pada awal bulan ini, Kering, perusahaan raksasa yang menjual barang-barang bermerek seperti Gucci, Alexander McQueen, dan Balenciaga, mengakuisisi 5% saham di platform penjualan kembali kelas atas Prancis, Vestiaire Collective.

Tren menjual kembali barang-barang bekas bermerek atau juga dikenal dengan istilah preloved, sebelumnya tidak dilirik oleh rumah mode mewah, yang sangat waspada dalam hal kendali distribusi barang, harga, dan persepsi barang mereka.

Francois-Henri Pinault, Ketua dan CEO Kering, mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Kemewahan yang dimiliki sebelumnya, sekarang menjadi tren yang nyata dan mengakar kuat."

Tidak selalu baru

Preloved adalah moto baru bagi banyak pecinta fesyen. "Aku tidak pernah peduli bahwa pakaian itu pernah dipakai sebelumnya. Itu terasa baru bagiku," kata Barthel.

Fakta bahwa kesan "mengkilap" tidak lagi berarti baru, adalah "hanya pendekatan kontemporer untuk perancang busana," kata Max Schönemann, CEO dari platform penjualan kembali fesyen mewah Jerman, Rebelle, kepada DW.

Tren yang sedang naik daun

Sementara industri fesyen diproyeksikan mengalami keterpurukan finansial terbesar selama pandemi COVID-19, industri penjualan kembali justru berkembang pesat. Melalui platform penjualan kembali seperti Vestiaire Collective dan Rebelle, konsumen dapat menjual pakaian yang tidak diinginkan dan bisa dilihat langsung oleh konsumen lainnya secara online.

Vestiaire Collective mengalami kemajuan pesat lebih dari 100% dibanding tahun lalu, 140 ribu item baru diunggah ke platform setiap harinya. "Beberapa bulan terakhir adalah yang terbaik dalam sejarah bisnis kami," kata Schönemann dari Rebelle kepada DW.

Platform penjualan kembali sangat populer di kalangan milenial dan Gen Z, yang lebih hemat dan fokus pada keberlanjutan hidup. Dengan mengabaikan industri barang bekas, merek-merek fesyen mewah telah kehilangan kesempatan untuk menarik pasar yang besar.

GenZ mengadopsi tren membeli barang-barang preloved lebih cepat daripada kelompok usia lainnya

Kemewahan yang terjangkau

Harga yang terjangkau adalah alasan utama maraknya penjualan barang mewah bekas. "Saya tidak akan membeli tas tangan Chloé di toko, tapi baru-baru ini saya membeli tas tangan bekas secara online," kata Barthel.

Dengan bermitra dengan konsumen penjualan kembali, merek-merek mewah seperti Alexander Mcqueen, Gucci, dan Burberry perlahan-lahan berusaha membangun loyalitas dengan pelanggan yang lebih muda di tengah kelesuan pertumbuhan ekonomi.

"Merek-merek mewah ingin mempertahankan dialog yang konstan dengan klien, baik melalui saluran langsung maupun pada platform alternatif," kata Chauvet.

Dalam upaya menjangkau penggemar barang-barang preloved dan mencegah pemalsuan, Alexander McQueen bermitra dengan layanan "Brand Approved" baru dari Vestiaire Collective. Dalam kolaborasi pertama, McQueen mengumpulkan barang bekas dari pelanggan lama dengan imbalan kredit toko. Barang-barang tersebut kemudian diautentikasi oleh rumah mode, dikirim ke Vestiaire Collective, dan dijual secara online dengan catatan persetujuan khusus.

Memperhatikan isu lingkungan

"Keberlanjutan memainkan peran terpenting bagi saya. Saya biasanya tidak terlalu peduli dengan merek," kata Barthel.

Jumlah kaum milenial dan gen Z yang mendukung produk berkelanjutan meningkat lebih dari dua kali lipat di tahun 2019 dan 2020, menurut Pricewaterhouse Cooper (PwC). "Tren keberlanjutan telah berkembang lebih pesat selama pandemi," kata Erika Andreetta dari PwC kepada DW.

Barang bekas diperkirakan akan mendominasi pasar, sementara department store diperkirakan akan kehilangan pangsa pasar

Chanel dan Hermès memetakan jalur lain

Rumah mode seperti Hermès dan Chanel masih menentang bahkan tetap menjual barang-barang kulit paling ikonik mereka secara online.

Chanel saat ini terlibat dalam pertarungan panjang di persidangan dengan platform penjualan kembali The RealReal, dengan tuduhan iklan palsu dan penjualan tas palsu. Rumah mode ikonik tersebut mengklaim bahwa tokonya adalah satu-satunya tempat yang memenuhi syarat untuk menjual Chanel asli.

"Produsen barang-barang mewah yang mungkin lebih enggan menerima keberadaan pasar jual kembali, memposisikan diri mereka sangat eksklusif dan melakukan kontrol ketat atas distribusi dan harga," kata Chauvet.

Namun, Chauvet berharap mereka tidak akan mampu bertahan lebih lama. "Saya pikir tren itu akan cukup kuat menarik banyak orang," katanya. (ha/vlz)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait