Banyak media Jerman menggambarkan kebijakan Kanselir Angela Merkel terkait pengungsi telah memecah-belah masyarakat di negara itu. Tetapi penelitian terbaru tentang suasana umum dalam masyarakat menggambarkan sebaliknya.
Iklan
Bila terkait dengan masalah migrasi, sebagian besar media khususnya media sosial memang menggambarkan Jerman secara hitam-putih. Di satu sisi ada pendukung Kanselir Angela Merkel, di sisi lain ada lawan-lawannya, termasuk para pemilih dan simpatisan populis sayap kanan. Perdebatan yang berlangsung di parlemen Jerman, Bundestag, juga telah memperkuat kesan ini.
Namun penelitian yang diumumkan di Berlin pada awal minggu ini memperlihatkan sebaliknya. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa iklim antara migran dan non migran setelah krisis pengungsi 2015-2016 masih positif dan tidak lantas memburuk secara signifikan. Studi ini khusus mempelajari orang-orang Jerman baik yang memiliki latar belakang migran maupun yang tidak. Dari sekitar 9.000 responden, sebanyak 6.000 orang memiliki latar belakang migran.
Penulis penelitian yang merupakan anggota Dewan Ahli dari Yayasan Jerman untuk Integrasi dan Migrasi menjelaskan adanya kesenjangan asumsi polarisasi antara migran dan non migran dengan hasil penelitian mereka. Para responden yang diteliti melaporkan pengalaman keseharian mereka di tempat kerja, di sekolah atau di gedung apartemen. Mereka melaporkan bahwa tidak banyak yang berubah dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak terlalu terpolarisasi
Penelitian tersebut membuktikan bahwa asumsi yang berkembang di masyarakat selama ini kalau masalah migrasi dapat membahayakan kohesi sosial dalam jangka panjang adalah salah, kata Thomas Bauer, ketua dewan ahli tersebut.
Lebih lanjut ia mengatakan kalau hasil penelitian menunjukkan iklim integrasi yang stabil dan positif. "Integrasi berjalan cukup baik dalam kehidupan sehari-hari," kata penulis studi, Claudia Diehl.
"Polarisasi telah dilihat secara berlebihan," kata Renate Köcher, kepala Allensbach Institute for Public Opinion Research. Dalam pandangannya, secara ekonomi dan politik, posisi Jerman masih "sangat jauh sekali" bila dibandingkan dengan iklim di AS yang dia gambarkan "sakit."
Apakah ini berarti semuanya baik-baik saja? Tidak juga. Di Berlin, Köcher mempresentasikan sebuah hasil studi yang mengkhawatirkan terkait suasana hati orang-orang yang berusia 30 hingga 59 tahun. Meski situasi ekonomi yang baik di Jerman telah berlangsung selama bertahun-tahun, kepercayaan publik terhadap stabilitas politik menurun separuhnya sejak 2015. Hanya 27 persen dari sekitar 1.000 responden mengatakan mereka mengasosiasikan politik dengan stabilitas.
Kehidupan dan Sejarah Imigran di Jerman
Jerman adalah negara yang jadi tujuan imigran kedua terbesar setelah AS. Selama 60 tahun Jerman sudah menerima imigran. Sekarang sebuah pameran menengok kembali sejarah ini.
Foto: DW/J. Hennig
Nomor Dua di Dunia
Tahun 2013, sekitar 1,2 juta orang berimigrasi ke Jerman. Jerman, baik Barat dan Timur, sudah mengiklankan diri sebagai negara tujuan pekerja tamu sejak 1950-an. Sekarang, imigran terutama berasal dari negara-negara yang baru jadi anggota Uni Eropa. Mereka memperkaya kebudayaan dan keanekaragaman kuliner di Jerman.
Foto: DW/J. Hennig
Para "Gastarbeiter" (Pekerja Tamu)
Di tahun 1950-an Jerman Barat mengalami kemajuan ekonomi. Untuk mengatasi situasi kurangnya pekerja, pemerintah mempromosikan kemungkinan kerja bagi pekerja tamu dari luar negeri. Mulai 1950-an, sebagian besar orang yang datang ke Jerman sebagai pekerja, hidup dalam kemiskinan di negara asalnya.
Foto: DW/J. Hennig
Kantor Penghubung
Antara 1955 dan 1968 Jerman Barat menandatangani kesepakatan dengan Italia, Spanyol, Yunani, Turki, Maroko, Korea Selatan, Portugal, Tunisia dan Yugoslavia. Di negara-negara itu didirikan kantor khusus untuk orang-orang yang ingin melamar pekerjaan.
Foto: DW/J. Hennig
Pemeriksaan Kesehatan
Sebelum pekerja diijinkan datang ke Jerman, kesehatan mereka diperiksa lebih dulu. Hanya mereka yang sehat dan mampu bekerja mendapatkan pekerjaan di Jerman Barat.
Foto: DW/J. Hennig
Yang Kesatu Juta
Armando Rodrigues de Sá dari Portugal (38), menjadi pekerja ke 1 juta, disambut kedatangannya di stasiun kereta api Köln-Deutz pada September 1964. Pengrajin kayu itu mendapat hadiah sepeda Motor, yang kini masih tersimpan di Museum Haus der Gesichte Bonn.
Foto: DW/J. Hennig
Seberangi Eropa dengan "Türkenkutsche"
Dengan Ford Transit ini, Sabri Güler mengadakan perjalanan dari utara ke selatan Eropa. Pedagang bahan pangan dari Turki itu menjadikan mobil ini sebagai toko keliling. Ford model ini sangat disukai imigran Turki, karena bisa memuat banyak barang. Karena itu, di Jerman Ford Transit sering disebut "Türkenkutsche" (Kereta Turki).
Foto: DW/J. Hennig
Pekerja Kontrak di Jerman Timur
Pertengahan 1960-an pekerja tamu juga dibutuhkan di Jerman Timur yang komunis. Mereka disebut pekerja kontrak, dan terutama bekerja di industri tekstil. Sebagian besar dari mereka berasal dari negara sosialis seperti Vietnam, Kuba dan Aljazair. Pekerja imigran di Jerman Timur lebih sedikit daripada di Barat. Tahun 1989 jumlahnya hanya 190.000, sedangkan di Jerman Barat sudah lima juta orang.
Foto: DW/J. Hennig
Makanan Khas dari Berbagai Negara
Banyak pekerja tamu akhirnya tinggal di Jerman dan mendatangkan keluarga mereka. Mereka membawa serta banyak kebiasaan dan tradisi dari tanah air mereka ke Jerman. Sehingga keanekaragaman budaya menyebar. Ini tampak paling jelas jika melihat menu di restoran. Döner (Turki) sekarang jadi salah satu makanan cepat saji yang paling disukai di Jerman.
Foto: DW/S. Soliman
Kepala Berita Yang Negatif
Tahun 1980-an dan 1990-an muncul perdebatan di Jerman, karena timbulnya kekhawatiran terbentuknya "geto" kaum migran di kota-kota. Di samping itu, kriminalisasi remaja yang berlatar belakang imigran meningkat, dan diberitakan banyak media. Awal tahun 1990-an di Jerman Barat dan Timur terjadi sejumlah kekerasan rasisme.
Foto: DW/J. Hennig
Tradisi vs. Kebudayaan Barat
Di keluarga-keluarga imigran juga terjadi konflik kebudayaan. Sutradara Jerman-Turki Fatih Akin mengangkat pertentangan pendidikan Muslim-Turki dan kehidupan gaya Barat dalam filmnya "Gegen die Wand". Di festival film Berlinale 2004, film itu jadi produksi Jerman yang kembali mendapat penghargaan Beruang Emas, setelah 17 tahun sebelumnya penghargaan selalu diraih negara lain.
Foto: DW/J. Hennig
Pangeran Balam I
Organisasi karnaval dari kota Aachen, "Koe Jonge" mendeklarasikan Balam Bayarubanga asal Uganda jadi "pangeran". Balam I adalah pangeran karnaval pertama di Jerman yang berkulit hitam. Dengan langkah itu, organisasi pencinta karnaval ini memberikan sinyal menentang rasisme dan mendukung integrasi. Kostum pangerannya diserahkan Balam I untuk dipamerkan di museum Haus der Geschichte di Bonn.
Foto: DW/J. Hennig
11 foto1 | 11
Penulis juga menemukan adanya beberapa titik buruk terkait interaksi dengan migran, terutama di banyak wilayah di Jerman bagian timur yang memiliki jumlah migran lebih rendah daripada di beberapa negara bagian di barat.
Kekhawatiran penurunan kohesi sosial
Meski demikian Köcher tidak ingin menghubungkan hasil ini dengan munculnya partai ekstrem kanan Jerman, Alternatif untuk Jerman (AfD). Lembaganya saat ini mengukur bahwa organisasi populis sayap kanan itu memperoleh tingkat persetujuan masyarakat sebesar 15 persen. AfD masih tumbuh subur karena ada pemicunya yaitu masalah pengungsi, kata Köcher. Partai ini juga telah menjadi wadah bagi warga yang tidak puas.
Dia mengatakan bahwa kekhawatiran masyarakat yang sebenarnya adalah terkait dengan penurunan kohesi sosial. Banyak responden mengeluhkan penurunan penghormatan terhadap peraturan yang berlaku di masyarakat. Hanya sepertiga responden setuju dengan pernyataan "kita hidup di masa bahagia."
Namun secara umum hasil studi tersebut bisa diringkas sebagai berikut: Jerman sedang berjuang demi tercapainya kesatuan komunitas, keseimbangan dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jerman tidak menghargai adanya polarisasi sosial - dan mereka menganggap adalah tugas para politisi untuk bisa mencegah terjadinya hal itu.
7 Fakta AfD: Partai Anti Islam di Jerman
Banyak yang belum tahu, partai AfD yang anti Islam, anti Eropa dan anti imigran didirikan oleh segelintir elite dan profesor. Dengan cepat partai didukung kelompok yang frustrasi terhadap politik pemerintah di Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/K.-D. Gabbert
Didirikan Kaum Elite Jerman
Partai Alternatif untuk Jerman-AfD didirikan oleh kelompok elite, antara lain Bernd Lucke profesor ekonomi makro, Alexander Gauland, mantan sekretaris negara partai Kristen CDU, Konrad Adam, penerbit dan mantan wartawan koran kenamaan FAZ serta politisi dan Doktor ilmu kimia Frauke Petry (foto). Mula-mula program AfD memprotes secara terbuka politik pemerintah Jerman terkait krisis mata uang Euro
Foto: Getty Images/J. Koch
Pendukung Partai AfD
AfD resmi didirikan Mei 2013. Siapa pendukung AfD? Lembaga Riset FORSA menunjukkan, dari pemilu di negara-negara bagian Jerman, 70% pemilih AfD adalah lelaki dari kisaran umur rata-rata dia atas 50 tahun dan tidak terikat salah satu agama. Juga banyak pendukung partai liberal FDP yang menyebrang mendukung AfD. Jumlah anggota partai AfD kini mencapai lebih 17.000 orang.
Foto: DW/B. Gräßler
Partai Populis Kanan Anti Islam
Partai Alternatif untuk Jerman semula menuntut dibubarkannya zona mata uang Euro. Untuk menarik simpati banyak pemilih, AfD memilih retorika sebagai partai populis kanan dan memberi tekanan khusus pada program anti Islam. AfD juga gelar kampanye anti Yahudi dan sentimen rasisme. Inilah resep yang membuat AfD sukses meraih kursi di parlemen Jerman dan parlemen Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Sukses di Negara Bagian Jerman
AfD raup sukses dalam pemilu regional di sedikitnya 10 negara bagian Jerman. Bahkan di dua negara bagian di kawasan timur Jerman, AfD raih lebih 20 persen suara. Juga di tiga negara bagian di barat, partai anti Islam dan anti Yahudi Jerman ini meraih perolehan suara lebih 12% . Keterangan partai menyebutkan AfD meraih seluruhnya 485 mandat di berbagai parlemen regional dan lokal.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Wolf
Terwakili di Parlemen Eropa
Setahun setelah didirikan, dalam pemilu Parlemen Eropa 2014, ironisnya partai anti Uni Eropa ini meraih 7,1 persen suara. Terwakili dengan 7 mandat di Parlemen Eropa dan diterima bergabung dalam fraksi Konservatif dan Reformis Eropa-EKD. Tahun 2016 AfD diusir dari fraksi EKD setelah anggotanya Beatrix von Stoch dukung usulan penggunaan kekerasan senjata terhadap pengungsi.
Foto: Picture-alliance/dpa
Dimusuhi Partai Mainstream Jerman
Partai AfD dimusuhi partai mainstream, Kristen Demkrat-CDU maupun Sosial Demokrat-SPD. Yang terutama beradu keras lawan keras adalah pengikut partai kiri otonom. Dalam kongres partai di kota Köln baru-baru ini, lebih 50.000 demonstran gelar aksi menentang AfD. Juga partai-partai besar menolak koalisi dengan partai populis kanan ini.
Foto: Reuters/S. Loos
Dipuji di Luar Negeri
Ironisnya, di saat partai dimusuhi banyak kalangan di Jerman, pujian mengalir dari luar negeri, khususnya dari Inggris. Kelompok pendukung Brexit dan yang skeptis terhadap Uni Europa memuji haluan partai AfD. Bahkan seorang tokoh partai anti Eropa di Inggris-UKIP, Douglas Carswell memuji partai populis kanan ini, dengan menyebut, jika ia warga Jerman, pasti memilih AfD dalam pemilu.