1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Masyarakat Jerman Tidak Terlalu Terpolarisasi

Kay-Alexander Scholz
22 September 2018

Banyak media Jerman menggambarkan kebijakan Kanselir Angela Merkel terkait pengungsi telah memecah-belah masyarakat di negara itu. Tetapi penelitian terbaru tentang suasana umum dalam masyarakat menggambarkan sebaliknya.

Sprachkenntnis bei Ehegattennachzug Symbolbild
Foto: imago/Lem

Bila terkait dengan masalah migrasi, sebagian besar media khususnya media sosial memang menggambarkan Jerman secara hitam-putih. Di satu sisi ada pendukung Kanselir Angela Merkel, di sisi lain ada lawan-lawannya, termasuk para pemilih dan simpatisan populis sayap kanan. Perdebatan yang berlangsung di parlemen Jerman, Bundestag, juga telah memperkuat kesan ini.

Namun penelitian yang diumumkan di Berlin pada awal minggu ini memperlihatkan sebaliknya. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa iklim antara migran dan non migran setelah krisis pengungsi 2015-2016 masih positif dan tidak lantas memburuk secara signifikan. Studi ini khusus mempelajari orang-orang Jerman baik yang memiliki latar belakang migran maupun yang tidak. Dari sekitar 9.000 responden, sebanyak 6.000 orang memiliki latar belakang migran.

Penulis penelitian yang merupakan anggota Dewan Ahli dari Yayasan Jerman untuk Integrasi dan Migrasi menjelaskan adanya kesenjangan asumsi polarisasi antara migran dan non migran dengan hasil penelitian mereka. Para responden yang diteliti melaporkan pengalaman keseharian mereka di tempat kerja, di sekolah atau di gedung apartemen. Mereka melaporkan bahwa tidak banyak yang berubah dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak terlalu terpolarisasi

Penelitian tersebut membuktikan bahwa asumsi yang berkembang di masyarakat selama ini kalau masalah migrasi dapat membahayakan kohesi sosial dalam jangka panjang adalah salah, kata Thomas Bauer, ketua dewan ahli tersebut.

Lebih lanjut ia mengatakan kalau hasil penelitian menunjukkan iklim integrasi yang stabil dan positif. "Integrasi berjalan cukup baik dalam kehidupan sehari-hari," kata penulis studi, Claudia Diehl.

"Polarisasi telah dilihat secara berlebihan," kata Renate Köcher, kepala Allensbach Institute for Public Opinion Research. Dalam pandangannya, secara ekonomi dan politik, posisi Jerman masih "sangat jauh sekali" bila dibandingkan dengan iklim di AS yang dia gambarkan "sakit." 

Apakah ini berarti semuanya baik-baik saja? Tidak juga. Di Berlin, Köcher mempresentasikan sebuah hasil studi yang mengkhawatirkan terkait suasana hati orang-orang yang berusia 30 hingga 59 tahun. Meski situasi ekonomi yang baik di Jerman telah berlangsung selama bertahun-tahun, kepercayaan publik terhadap stabilitas politik menurun separuhnya sejak 2015. Hanya 27 persen dari sekitar 1.000 responden mengatakan mereka mengasosiasikan politik dengan stabilitas.

Penulis juga menemukan adanya beberapa titik buruk terkait interaksi dengan migran, terutama di banyak wilayah di Jerman bagian timur yang memiliki jumlah migran lebih rendah daripada di beberapa negara bagian di barat.

Kekhawatiran penurunan kohesi sosial

Meski demikian Köcher tidak ingin menghubungkan hasil ini dengan munculnya partai ekstrem kanan Jerman, Alternatif untuk Jerman (AfD). Lembaganya saat ini mengukur bahwa organisasi populis sayap kanan itu memperoleh tingkat persetujuan masyarakat sebesar 15 persen. AfD masih tumbuh subur karena ada pemicunya yaitu masalah pengungsi, kata Köcher. Partai ini juga telah menjadi wadah bagi warga yang tidak puas.

Dia mengatakan bahwa kekhawatiran masyarakat yang sebenarnya adalah terkait dengan penurunan kohesi sosial. Banyak responden mengeluhkan penurunan penghormatan terhadap peraturan yang berlaku di masyarakat. Hanya sepertiga responden setuju dengan pernyataan "kita hidup di masa bahagia."

Namun secara umum hasil studi tersebut bisa diringkas sebagai berikut: Jerman sedang berjuang demi tercapainya kesatuan komunitas, keseimbangan dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jerman tidak menghargai adanya polarisasi sosial - dan mereka menganggap adalah tugas para politisi untuk bisa mencegah terjadinya hal itu.

(Ed: ae/ts)