Seorang perempuan petugas bantuan pembangunan Jerman tewas di Kabul dan seorang perempuan warga Finlandia diculik. Serangan di ibukota Afghanistan itu masih terus dilacak.
Iklan
Masih banyak spekulasi beredar seputar aksi serangan di Kabul yang menewaskan seorang warga Jerman dan bodyguard warga Afghanistan itu. Saat serangan dilancarkan, dua wartawan DW sedang berada di ibukota Afghanistan itu, mendampingi pencari suaka warga Afghanistan yang dipulangkan ke negaranya. Berita serangan ke organisasi bantuan Swedia "Operation Mercy" mengejutkan dan membuat takut wartawan DW.
Mereka melakukan kontak telefon dengan sumber di Kabul, untuk mencari informasi. Penyelidikan oleh aparat keamanan Afghanistan sejauh ini belum membuahkan petunjuk konkret. Ada dugaan, serangan dilancarkan mafia penculik untuk meminta uang tebusan.
Serangan menyasar warga asing
Gambarannya menjadi jelas. yang disasar serangan adalah war4ga asing. Perempuan warga Jerman yang tewas dalam serangan sejumlah orang bersenjata ke kantor organisasi bantuan di Kabul Sabtu tengah malam itu, sudah bermukim sejak 10 tahun di Afghnaistan. "Sejak 2011 ia bekerja untuk organisasi bantuwan Swedia "Operation Mercy" demikian laporan kantor berita. Terakhir korban bertugas untuk proyek pemberantasan buta huruf.
Kementrian luar negeri Jerman sudah mengeluarkan "travel warning" sejak lama, agar warganya jangan bepergian mengunjungi Afghanistan yang dikategorikan kawasan yang dilanda perang.
Sejauh ini latar belakang serangan masih belum jelas. Apakah kriminal murni atau berlatar belakang terorsime", ujar jurubicara kementrian dalam negeri di Kabul. Penyelidikan masih terus dilakukan.
"Yang jelas pelaku serangan bisa lolos dan menyandera seorang petugas bantuan perempuan warga Finlandia. Kemungkinan serangan dilancarkan mafia penculikan warga asing di Kabul", demikian keterangan jubir kementrian dalam negeri Afghanistan di Kabul. Tahun lalu tercatat 4 warga asing dan seorang pengusaha Afghanistan jadi korban mafia penculikan itu.
MOAB: Raja Semua Bom Konvensional
Militer AS untuk pertamakali menggunakan bom raksasa GBU-43/B yang juga disebut sebagai bom non-nuklir paling kuat dalam sejarah. Daya ledaknya diyakini setara dengan peluru artileri nuklir berukuran kecil.
Foto: Public Domain
Kartu Truf Militer AS
Dijuluki raja semua bom, GBU-43/B alias MOAB merupakan bom konvensional paling sakti dalam sejarah. Bobotnya yang hampir mencapai 11 ton dan dilengkapi dengan sistem pemandu berbasis GPS membuat amunisi yang satu ini dianggap sebagai kartu truf milik militer AS. MOAB dikembangkan saat perang Irak untuk menghancurkan tempat persembunyian di bawah tanah.
Menurut protokol yang berlaku, GBU-43/B hanya bisa dilepaskan dari ketinggian 20.000 kaki. Rudal sepanjang embilan meter ini akan menukik dengan kecepatan supersonik sebelum meledak di ketinggian 1,8 meter di atas tanah. Desainnya memungkinkan ledakan MOAB menerobos permukaan berbatu, atau beton bertulang baja.
Foto: picture-alliance/ZUMA Wire/US Air Force
Ledakan Udara
Arsitektur GBU-43/B mengikuti konsep "air burst weapon" alias bom yang meledak di udara. Bom yang meledak ketika menyentuh target biasanya melepaskan sebagian besar energi ke bawah tanah atau ke udara. Sebaliknya bom udara layaknya MOAB menghamburkan daya ledaknya ke samping. Konsep tersebut ampuh buat membunuh orang di radius ratusan kilometer atau merusak sistem pernafasan korban.
Foto: picture-alliance/DoD/Newscom
Diangkut dan Ditendang
Pertamakali militer AS menggunakan MOAB dalam konflik adalah buat melumat tempat persembunyian ISIS di Afghanistan. Diangkut dengan menggunakan pesawat khusus, Lockheed MC-130, bom raksasa ini harus "ditendang" dari ruang kargo lantaran bentuk dan bobotnya yang besar. Pentagon mengklaim ledakan MOAB merupakan yang paling eksplosif di antara bom yang digunakan militer AS dalam satu dekade terakhir.
Foto: Public Domain
Bom Mahal
Pada ujicoba di Florida, ledakan MOAB menimbulkan gumpalan asap setinggi 3000 meter dan kilat cahayanya bisa dilihat hingga kejauhan 40 kilometer. Harganya dibanderol di kisaran 14 juta Dollar AS atau sekitar 182 miliar Rupiah. Bom ini dikembangkan buat menggantikan BLU-82 Daisy Cutter, yang dibuat untuk membersihkan hutan pada Perang Vietnam dan lalu buat membersihkan ranjau pada perang Irak.
Foto: Reuters/U.S. Air Force
Kurang Efektif buat Perang
Namun Moab bukan tanpa cacat. Saking besarnya, bom ini hanya bisa digunakan pada kasus tertentu dan membutuhkan pesawat angkut yang khusus dikembangkan untuk membawa bom berbobot besar. Sebab itu pula Pentagon belum pernah menggunakan GBU-43/B pada operasi militer yang lalu. Namun buat melumat markas ISIS di antara pegunungan Afghanistan, bom ini dinilai cocok.
Foto: picture-alliance/DoD/Newscom
Senjata anti Teror?
Menurut pemerintah Afghanistan, ledakan MOAB menewaskan 36 gerilayawan Islamic State. Misi tersebut menjadi acuan bagi penggunaan MOAB di masa depan. Pengamat berspekulasi, militer AS akan lebih sering menggunakan bom ini dalam perang melawan terorisme.