Meiliana Dipenjara 18 Bulan Usai Keluhkan Volume Adzan
21 Agustus 2018
Usai mengeluhkan volume adzan, Meiliana kini divonis 1,5 tahun penjara. Sejak awal persidangannya sudah dibebani oleh tekanan kelompok Islam garis keras terhadap pengadilan yang menuntut vonis bersalah atas terdakwa
Iklan
Pengadilan Negeri Medan memvonis bersalah terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Meiliana, dan menghukumnya dengan 18 bulan penjara. Perempuan keturunan Tionghoa itu dianggap terbukti menghina agama Islam setelah mengeluhkan volume suara adzan yang dinilainya terlau keras.
Meiliana dilaporkan menangis ketika hakim Wahyu Prasetyo Wibowo, membacakan putusan pada Selasa (21/8). Masa kurung yang dijatuhkan hakim sudah sesuai dengan yang diminta Jaksa Penuntut Umum.
JPU sebelumnya menuding terdakwa bersalah menghina Islam saat membuat keluhan. "Satu, menyatakan terdakwa Meliana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia," kata JPU Anggia Y Kesuma dalam sidang pembacaan tuntutan dua pekan lalu.
Perkara berawal dari keluhan Meiliana terhadap volume pengeras suara masjid yang dinilainya terlalu keras. "Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut," ujar terdakwa kepada tetangga seperti yang dibacakan dalam tuntutan jaksa. Setelahnya pengurus masjid sempat mendatangi rumah Meiliana.
Ada Masjid Kapal 'Nabi Nuh' di Semarang
Sebuah masjid unik berbentuk kapal menarik perhatian pengunjung di Semarang. Masyarakat menyebutnya mirip seperti bahtera nabi Nuh.
Foto: Imago
Bagaikan bahtera Nabi Nuh
Masjid ini disebut "masjid kapal" karena bentuknya seperti kapal. Orang-orang membayangkan bahtera Nabi Nuh yang menyelamatkan pengikutnya berikut makhluk hidup lainnya, saat diterjang banjir bandang. Masjid tersebut terletak di sebuah perkampungan dekat hutan di Kelurahan Podorejo, Kecamatan Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah.
Foto: Imago
Lengkap dengan buritan dan haluan
Pendirinya, seorang kyai bernama Achmad. Luas masjid ini 2.500 meter persegi. Bagaikan bahtera, masjid ini dilengkapi semacam buritan dan haluan.
Foto: Imago
Jendelanya puluhan
Ada enam pintu utama dalam masjid tersebut, sementara jumlah jendelanya mencapai lebih dari 70 buah dengan model bagai jendela kapal. Nantinya, warga juga bisa menggunakan sarana di masjid untuk pertemuan, hajatan, atau bahkan resepsi perkawinan.
Foto: Imago
Dibangun tiga lantai
Masjid ini berlantai tiga. Lantai pertama dapat dimanfaatkan sebagai ruang pertemuan, tempat wudu, dan toilet. Lantai duanya berfungsi sebagai masjid, sementara lantai tiganya bisa dipakai untuk kegiatan mengajar, perpustakaan dan balai karya. Klinik dan asrama putri bakal tersedia pula di kompleks masjid ini.
Foto: Imago
Pemandangan hijau
Ke depan, masjid ini juga bisa menjadi salah satu lokasi wisata karena keunikannya. Masjid ini berada di tengah hutan dan sawah. Menteri Pariwisata Arief Yahya tak ketinggalan turut mendorong warga mengunjungi masjid tersebut, agar semakin dikenal masyarakat. Ed: ap/vlz (berbagai sumber)
Foto: Imago
5 foto1 | 5
Namun tanpa diduga pertemuan tersebut malah membuat keadaan semakin meruncing. Keluhan terdakwa ditanggapi masyarakat muslim Tanjung Balai dengan membakar 14 vihara umat Buddha. Pihak keluarga sempat meminta maaf. Namun upaya rekonsiliasi bertepuk sebelah tangan.
Sejak awal jalannya proses persidangan telah diwarnai tekanan dari kelompok garis keras. Pekan lalu Aliansi Ormas Islam Peduli Kasus Penodaan Agama menyambangi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan, Marsudin Nainggolan untuk mendesak vonis bersalah atas terdakwa.
MUI Sumatera Utara sebelumnya sudah lebih dulu menerbitkan fatwa penistaan agama kepada Meiliana. "Adzan adalah bagian dari syariat agama Islam. Ucapan yang disampaikan Meliana adalah termasuk perendahan, penodaan dan penistaan terhadap syariat Islam, Kata Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Sumut, Irwansyah kepada media Januari 2017 silam.
Vonis terhadap Meiliana melengkapi daftar korban pasal penistaan agama yang telah membui 147 orang sejak pertama kali diberlakukan tahun 2004. Kasus pidana karena penodaan agama meningkat pesat di zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Setidaknya 106 orang dipenjara karena dianggap telah menodai agama antara 2004 hingga 2014.
Beberapa dipenjara karena bersiul saat berdoa, sementara yang lain dipidana lantaran mengemukakan pendapat di Facebook.
rzn/ap (ap,afp)
Inilah Masjid Liberal Pertama di Jerman
Imamnya seorang perempuan dan tak berjilbab. Di masjid ini, laki laki dan perempuan salat di saf yang sama. Sunni, Syiah, anggota komunitas LGTBQ - kesemuanya diterima di masjid ini tanpa prasangka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Dibidani pengacara kelahiran Turki
Seorang pengacara kelahiran Turki. Seyran Ates meresmikan "Masjid Liberal" ini di Berlin, Jerman. Dia mendeklarasikan diri sebagai imam perempuan di masjid ini. Berlatar belakang profesi pengacara, dia bertahun-tahun berjuang melawan kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan demi kehormatan dan pernikahan paksa.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Membantu kaum perempuan tertindas
Keluarga Seyran Ates pindah dari Turki ke Jerman saat ia berusia 6 tahun. Dia kuliah jurusan hukum dan bekerja sebagai pengacara di Berlin. Dengan dana sendiri, dia berhasil membuka kantor konsultasi untuk perempuan Turki. Seyran Ates yang kini berusia 54 tahun menjalani pendidikan sebagai imam. Tahun 2017, Seyran mewujudkan impiannya, membuka sebuah masjid di Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Stache
Potret keberagaman
Nama masjid itu: "Masjid Ibn-Ruschd-Goethe". Nama tersebut diambil dari nama pemikir Arab Ibnu Rusyd, yang juga dikenal sebagai Averroes (1126 - 1198) dan nama pemikir dan penyair Jerman Johann Wolfgang von Goethe. Lokasi masjid berada di lantai tiga gedung Gereja Protestan Sankt-Johannes-Kirche di kawasan Moabit, di ibukota Jerman. Di dekatnya ada rumah makan India dan Vietnam.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Stache
Tak ada yang bernikab ataupun burka
Meski terbuka untuk umum, Islam yang dipraktikkan di Masjid Ibn-Ruschd-Goethe menurut pendirinya adalah Islam dengan pendekatan "historis-kritis". Tidak nampak, perempuan yang datang dengan nikab atau burka ke masjid ini. Menurut imam di masjid ini, nikab atau burka tidak banyak hubungannya dengan agama, melainkan lebih pada suatu pernyataan politis.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Dialog antar agama
Menurut Seyran, Islam harus mampu memperbarui dirinya. Karena makin banyak umat muslim yang kini merindukan Islam yang damai, yang memelihara dialog dengan agama-agama lain. Namun masjid dengan pemahaman semacam itu masih terlalu sedikit di Eropa.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Beribadah berdampingan
Tak seperti masjid pada umumnya, di sini laki-laki dan perempuan beribadah berdampingan. Imam perempuannya pun tidak mengenakan jilbab. Sunni, Syiah, anggota komunitas LGTBQ - semuanya diterima bersholat Jum'at di Masjid Ibn Rusyd-Goethe di Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Dihujani kecaman
Begitu dibuka Juni 2017, keberadaan masjid ini langsung mendapat gempuran kritik. Surat kabar pro-pemerintah Turki, Sabah menyebutnya "tidak masuk akal" bahwa peribadatan berlangsung di sebuah gereja. Harian Pakistan mengkritik fakta bahwa perempuan berdampingan dalam satu saf dengan pria saat menjalankan sholat.
Foto: DW/S.Kinkartz
Siapa yang menjamin keamanan?
Pada hari pembukaan masjid, beberapa orang khawatir bahwa masjid tersebut dapat menarik para ekstrimis. Untuk menjaga keamanan, pengurus masjid menjalin kontak erat dengan polisi dan kantor jawatan kriminal negara bagian.
Foto: DW/S.Kinkartz
‘Salam, Ibu Imam‘
Imam Seyran Ates merupakan penulis buku "Selam, Frau Imamin" (Salam, Ibu Imam). Buku itu berisi kritik terhadap gejala radikalisme Islam di Jerman. Di buku itu, Seyran juga mengingatkan makna kebebasan beragama, kesetaraan hak antara lelaki dan perempuan dan hak atas orientasi seksual. Ironisnya, radikalisme berkembang, tapi umat Muslim berhaluan liberal tidak memiliki tempat di Jerman.