1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Melawan Meski Diintimidasi. Pekan Ketiga Protes di Iran

29 Juni 2009

Akibat aksi protes di Iran, kertas suara dari pemilu tanggal 12 Juni lalu dihitung kembali. Namun hanya 10% dari seluruh kertas suara. Sementara itu, akhir pekan lalu kembali terjadi demonstrasi besar di Teheran.

Bentrokan antara demonstran dan polisi (20/06)Foto: AP

"Tuhan maha besar“ demikian diserukan orang-orang di tempat yang memang didirikan untuk memuji Tuhan. Jika keterangan pada rekaman video di Youtube tersebut benar, maka suara yang terdengar berasal dari Mesjid Ghoba di Teheran utara, dan dibuat hari Minggu 28 Juni.

Tetapi di Republik Iran kini sangat berbahaya untuk menyerukan "Allahu Akbar“. Menurut keterangan yang tidak bisa diuji kebenarannya, demonstrasi di Mesjid Ghoba adalah demonstrasi besar pertama dalam hari-hari terakhir. Demonstrasi itu dibubarkan aparat keamanan dengan gas air mata dan pentungan.

Penentang Harus Dihukum

Ayatollah Ahmad Khatami saat menyampaikan khotbah dalam sembayang Jumat (26/06)Foto: AP

Jumat 26 Juni pemimpin Iran kembali menegaskan pernyataannya. Dalam khotbahnya yang disiarkan ke seluruh penjuru Iran, Ayatollah Ahmad Khatami menuntut dijatuhkannya hukuman mati bagi pemimpin aksi protes. Para penentang sistem Islam dan pemimpinnya harus dibasmi hingga musnah sepenuhnya, demikian Chatami.

Menurut pemimpin Iran, para penentang adalah negara-negara lain, dan terutama Inggris. Sabtu lalu (27/06) sembilan pegawai kedutaan besar Inggris yang berasal dari Iran ditangkap. Sekarang lima dari mereka sudah dibebaskan. Konstantin Kosten, pakar Iran di organisasi yang mengurus masalah politik internasional, Deutschen Gesellschaft für Auswärtige Politik, menilai penangkapan itu sebagai peringatan bagi negara-negara Barat:

Persekongkolan Kekuatan Asing

Neda Aghasoltani tewas dalam demonstrasi di Teheran (20/06)Foto: Internet

Pemimpin Iran berusaha menampilkan aksi protes sebagai hasil persekongkolan kekuatan-kekuatan asing. Media Iran yang setia kepada pemerintah kini menyebarkan teori persekongkolan yang menyebabkan kematian seorang demonstran bernama Neda Aghasoltani. Kadang yang dituduh dinas rahasia AS CIA, kadang Inggris dan kadang demonstran lain yang dikatakan menembak mati perempuan muda itu, agar gerakan protes mempunyai martir.

Menurut kabar, milisi Basij (baca: Basiji) kini terus mengintimidasi rakyat. Rumah-rumah diserang, karena dari atap-atapnya terdengar seruan "Allahu Akbar". Anggota keluarga pendukung oposisi serta demonstran diculik dari rumah sakit. Moderator stasiun televisi TV Persia di Köln, Kashayar Ghiassi menggambarkan milisi itu demikian:

Warga berduka akibat kematian NedaFoto: ap

"Mereka punya anggota antara 800.000 sampai satu juta. Mereka disiapkan untuk situasi seperti ini. Mereka bersenjata dan tidak ragu menembak orang. Saya mendapat kabar bahwa mereka menembak seorang anak berusia 12 tahun di jalan Shahdeman di Teheran, atau juga seorang perempuan hamil. Orang-orang memang awalnya takut, tapi bisa dilihat bahwa kemarin 6.000 sampai 7.000 orang ikut berdemonstrasi."

Tindakan Pemerintah Iran

Saeed MortazaviFoto: AP

Menurut perkiraan kelompok hak asasi, sedikintya 2.000 orang ditahan di sejumlah penjara. Jaksa Teheran Saeed Mortazavi ditugaskan untuk menyelidiki kerusuhan setelah pemilu, dan Mortazavi dianggap pengikut aliran keras. Ia memerintahkan penutupan sejumlah surat kabar. Selain itu, dalam interogasi di bawah pengawasan Mortazavi jurnalis foto Zahra Kazemi, yang keturunan Kanada dan Iran, meninggal tahun 2003 lalu.

Akibat aksi protes, pemimpin Iran akhirnya memerintahkan penghitungan kembali kertas suara dari pemilu 12 Juni lalu. Tetapi hanya 10% dari jumlah kertas suara seluruhnya. Itu sudah dilakukan Senin kemarin (29/06). Menurut hasil penghitungan kembali, Mahmud Ahmadinejad mendapat suara terbanyak. Sementara itu, oposisi tetap menuntut diulangnya pemilu.


Matthias von Hein / Marjory Linardy

Editor: Dyan Kostermans