Ribuan bayi dan anak perempuan per hari di berbagai penjuru dunia melewati mutilasi alat kelamin. Dampaknya termasuk infeksi, inkontinensia dan trauma. Bahkan di Eropa, 180.000 anak terancam.
Iklan
Pada mutilasi alat kelamin perempuan atau FGM, bagian luar klitoris dan acapkali bagian dari labia diambil. Lukanya kerap dijahit begitu rapat sehingga hanya menyisakan lubang kecil, yang menjadi tempat keluarnya air kencing dan aliran darah menstruasi.
Konsekuensinya termasuk infeksi, inkontinensia, sakit kronis dan trauma. Banyak bayi dan anak perempuan yang meninggal karena kehabisan darah akibat prosedur ini, yang masih secara meluas dilaksanakan di banyak negara Afrika dan Timur Tengah.
FGM juga terus terjadi di antara komunitas migran di Eropa. Termasuk di Belanda, di mana Zahra Naleie, seorang aktivis hak asasi perempuan asal Somalia bermukim.
Pendukung FGM mengedepankan keuntungan kesehatan dan higienitas - namun praktek ini berasal dari keyakinan religius dan tradisi. Mutilasi genital dianggap sebagai ritual yang meningkatkan kemungkinan mendapatkan suami dan status seorang anak perempuan dalam komunitasnya.
Sisi Gelap Sunat Perempuan di Indonesia
Apakah masih terjadi sunat perempuan di lingkungan Anda? Atau Anda sendiri mengalaminya? Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak di dunia yang melaksanakan praktik sunat perempuan. Dampaknya bisa amat fatal.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Indonesia terbanyak ketiga
Dari sekitar 200 juta perempuan dan bocah perempuan di dunia yang disunat, lebih dari separuhnya berasal dari hanya tiga negara: Mesir, Ethiopia dan Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa/Unicef/Holt
Di bawah umur
Data UNICEF memaparkan, dari 200 juta perempuan di dunia yang disunat, sekitar 44 juta anak perempuan. Mereka yang disunat di bawah usia 14 tahun, terbanyak di tiga negara ini: Gambia, Mauritania dan Indonesia. Hampir separuh anak perempuan di Indonesia mengalami sunat perempuan.
Berbagai alasan
Praktik sunat perempuan di Indonesia masih tetap terjadi. Ada berbagai alasan dilakukan sunat, di antaranya: tradisi, agama, kebersihan, sampai menghindari penyakit, menghilangkan kepekaan seksual saat dewasa, dll.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Tak ada manfaat
Dr. Artha Budi Susila Duarsa dari lembaga Studi Kependudukan dan Gender Universitas Yarsi menyebutkan, khitan bagi perempuan tak ada manfaatnya. Sebaliknya, karena dilakukan di area sensitif, malah bisa menimbulkan bahaya, seperti kematian, misalnya. Demikian dikutip dari kompas.com,
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Aturan pemerintah
Tahun 2010/2011, Menteri Kesehatan pun mengeluarkan aturan yang mengharuskan sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tahun 2013, Kementerian Kesehatan melarang sunat perempuan. Tapi pada kenyataannya praktik sunat perempuan masih tetap berlangsung di masyarakat.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Bisa berakibat fatal
Sunat pada perempuan dapat menyebabkan sejumlah masalah fisik dan psikologis.WHO menyatakan, dalam beberapa kasus, perempuan meninggal kehabisan darah, pembengkakan, kena bakteri, sakit saat haid, sakit saat seks, infeksi saluran kemih, bahkan kematian. Tahun 2013, di Mesir, seorang bocah perempuan meninggal dunia usai disunat.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Berbagai jenis sunat perempuan
World Health Organization (WHO) membagi sunat perempuan dalam 4 jenis: 1. Memotong seluruh klitoris, 2. Memotong sebagian klitoris, 3. Menjahit atau menyempitkan mulut vagina, 4. Menindik/menggores jaringan di sekitar lubang vagina.
Salah satu bentuk kekerasan seksual
Para aktivis perempuan menentang praktik sunat perempuan yang dianggap melukai korban secara fisik dan mental. Komnas Perempuan mengidentifikasi sunat perempuan sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan.
Foto: Reuters/S. Modola
8 foto1 | 8
'Membantu' anak sendiri
Tugas Naleie sudah berat sejak awal. Ia menerima ancaman dan permusuhan dari orang-orang yang memandang FGM sebagai bagian integral budaya mereka. Juga dari perempuan yang telah melewati sendiri trauma 'sunat perempuan,' namun masih membiarkan anak mereka melalui proses yang sama - atas dasar kekhawatiran kalau anaknya tidak dapat menemukan suami.
"Mereka tidak bermaksud menganiaya anak mereka, namun memastikan masa depan anak mereka," ujar Naleie, sembari menambahkan bahwa ada orang-orang yang menganggap perempuan yang belum dibelek 'tidak bersih.'
FGM, yang oleh PBB didefinisikan sebagai pelanggaran hak asasi berat, telah dibuat ilegal di banyak negara. Di Jerman, pelanggarnya terancam hukuman penjara 15 tahun.
Menjadi Perempuan tanpa Harus Disunat
Bagi kaum hawa, kebanyakan tradisi sunat berakar pada transisi untuk menjadi perempuan dewasa. Para gadis Maasai di Kenya beruntung dapat tumbuh sebagai perempuan tanpa harus melewati prosesi sunat.
Foto: Anja Ligtenberg
Prosesi untuk Menjadi Seorang Perempuan
Transformasi bagi seorang gadis Maasai untuk menjadi seorang perempuan terjadi dalam ritual selama tiga hari. Salah satu bagian ritual tersebut adalah tradisi sunat. Saat ini, upacara untuk menjadi perempuan masih tetap dipertahankan: dengan pesta, nyanyian serta tarian – namun tanpa praktek sunat.
Foto: Anja Ligtenberg
Pendidikan Gantikan Penderitaan
Sunat menjadi ritual yang mengerikan bagi para gadis Maasai. Dan merekapun harus menyimpan derita kengerian ini dalam diam. Sekarang, ritual tiga hari menjadi bentuk komunikasi yang terbuka dan juga pendidikan. Para gadis mendapatkan pelatihan tentang hak-hak seksual dan reproduksi.
Foto: Anja Ligtenberg
Belajar tentang Tubuh
Ritual baru yang digelar termasuk diantaranya mengajar para gadis tentang bagaimana anatomi tubuh seorang perempuan dan fungsinya. Informasi dasar ini – termasuk penyuluhan tentang sunat – merupakan kunci dalam memerangi praktek sunat. Penyuluhan ini disponsori oleh berbagai LSM seperti Amref Healt Africa.
Foto: Anja Ligtenberg
Malam Terakhir sebagai Gadis
Selain ‘ritual’ pendidikan, para gadis mempersiapkan pertunjukkan. Di malam sebelum puncak ritual, mereka berkumpul dalam apa yang disebut “Malam Lilin”, di mana mereka tampil menari dan menyanyi untuk pertama kalinya.
Foto: Anja Ligtenberg
Peran Pria
Lelaki muda Maasai yang nantinya akan menjadi tokoh masyarakat, dikenal sebagai Morans, berkumpul sebelum acara ritual berlangsung. Para pria muda memainkan peran penting dalam penerimaan upacara alternatif dalam ritual tiga hari ini.
Foto: Amref Health Africa Italy
Kebebasan untuk Memilih
Nice Lengera menjadi perempuan Maasai pertama yang terbebas dari sunat. Ia kini aktif memberikan penyuluhan bagi perempuan di desanya tentang hak kesehatan seksual. Satu upaya yang memerlukan dukungan dari para sesepuh desa. “Dan luar biasa mereka mendengar saya,” dikatakannya. “Saya membantu (mereka) untuk memahami pentingnya kondom, pengobatan penyakit seksual serta tes HIV.”
Foto: Amref Health Africa
Warna Berbeda, Arti Berbeda
Para gadis berdandan untuk ritual tiga hari ini: mereka mengenakan pakaian serta kalung istimewa. Bagi warga Maasai, warna memiliki arti tersendiri, mulai dari simbol keberanian, rezeki dan juga untuk kesuburan.
Foto: Anja Ligtenberg
Melindungi dari Hal Buruk
Setiap komunitas Maasai memiliki ritual khusus tersendiri dalam upacara selama tiga hari ini. Ritual tersebut diiantaranya adalah mencukur rambut gadis peserta upacara atau merias wajah mereka dengan cat. Ritual-ritual ini dimaksudkan untuk melindungi mereka dari nasib buruk.
Foto: Anja Ligtenberg
Menciptakan Ritual Individu
Melestarikan ritual budaya lama dengan mengadaptasikan ritus alternatif baru perlu dukungan para sesepuh desa. Di satu komunitas, upacara menuangkan campuran susu dan air di atas kepala gadis masih dipertahankan. Setiap komunitas menciptakan ritual khusus tersendiri, dan jika perlu bisa menyesuaikannya pada situasi baru.
Foto: Anja Ligtenberg
Hari Terakhir
Di hari terakhir upacara terdapat pidato serta pertunjukan tari. Semua ini merupakan bagian dari upacara syukuran bagi para gadis yang melangkah pada kehidupan baru mereka, yang disimbolkan dengan berjalan di bawah tongkat yang diusung warga.
Foto: Anja Ligtenberg
Misi Selesai
Ritual tiga hari ini diakhiri dengan pemberkatan setiap gadis dan pemberian sertifikat lulus pendidikan seksual. Sejak diperkenalkannya ritual alternatif ini pada tahun 2009, lebih dari 7.000 gadis Maasai telah menjalani prosesi menjadi perempuan tanpa harus disunat.
Foto: Anja Ligtenberg
11 foto1 | 11
Kebanyakan di Afrika
Di Eropa, 180.000 anak perempuan berisiko menjadi korban, menurut studi Parlemen Eropa tahun 2009 yang masih merefleksikan realitas FGM di Eropa. Diperkirakan sekitar setengah juta perempuan yang tinggal di Eropa pernah mengalami FGM.
Cornelia Strunz dari pusat korban FGM di Rumah Sakit Waldfriede di Berlin merawat tiga sampai empat pasien setiap bulan. Pusat ini melakukan operasi untuk merekonstruksi klitoris. Kebanyakan pasiennya dimutilasi di negara-negara Afrika. "Ada juga yang khusus diterbangkan ke Jerman hanya untuk operasi di sini," tambahnya.
"Kami akan menang"
Strunz mengatakan tidak ada justifikasi, yakinnya, karena mutilasi dilakukan untuk membuat perempuan tidak dapat menikmati seks dan "untuk membuat mereka santun."
Naleie dengan bangga bercerita bahwa ibunya sudah berubah pikiran meski awalnya menentang perjuangan anaknya. Suatu hari, Naleie yakin, mutilasi alat kelamin perempuan akan berhasil dikalahkan. "Kami akan menang."
Mutilasi Genital di Afrika
Mutilasi organ kelamin perempuan sudah dilarang di banyak negara Afrika, tapi masih dipraktikan secara meluas. Misalnya di kalangan anak perempuan etnis Pokot di Kenya.
Foto: Reuters/S. Modola
Silet Pemotong
Seorang dukun wanita memegang silet, alat utama pemotongan bagian kelamin anak perempuan etnis Pokot di kawasan Rift Valley, Kenya. Tradisi mengerikan ini di kalangan sejumlah etnis di Afrika menandai peralihan dari masa kanak-kanak menjadi perempuan dewasa. Walaupun sejumlah negara melarang praktik ini, tapi tradisi tetap dilakukan secara luas terutama di pedesaan.
Foto: Reuters/S. Modola
Persiapan Ritual
Perempuan dan anak-anak etnis Pokot menghangatkan diri di api unggun menjelang ritual penyunatan perempuan. Di sejumlah etnis Afrika, perempuan yang tidak disunat, kecil peluangnya untuk menarik lelaki agar mengawininya. Di banyak kawasan, perkawinan merupakan satu-satunya jalan agar ekonomi rumah tangga tetap bergulir. Perempuan yang menolak tradisi ini biasanya akan dikucilkan oleh warga.
Foto: Reuters/S. Modola
Mustahil Melawan
Sebelum disunat anak perempuan dimandikan. Mereka juga tahu masalah yang dihadapi setelah disunat: gangguan kesehatan, kemandulan, infeksi kista atau kompilkasi saat melahirkan. Tradisi mutilasi kelamin perempuan dilaporkan dipraktikan di 28 negara Afrika, semenanjung Arab dan di Asia.
Foto: Reuters/S. Modola
Tegang Menunggu
Anak peremuan Pokot ini dengan tegang menunggu seremoni penyunatan. Kenya resmi melarang praktik mutilasi kelamin perempuan itu sejak 2011. Praktik penyunatan perempuan kebanyakan dilakukan tanpa bius dan alat yang steril. Dampak kesehatan sering harus diderita sepanjang hidup.
Foto: Reuters/S. Modola
Tidak Boleh Menangis
Seorang dukun sedang melakukan penyunatan yang berbahaya. Anak perempuan yang disunat tidak boleh menangis dan harus tunjukkan ketabahan. WHO melaporkan 10 persen anak perempuan tewas sesaat setelah disunat, 25 persen meninggal akibat dampak ikutannya. Tidak ada data statistik angka mutlak jumlah anak perempuan yang meninggal setelah penyunatan.
Foto: Reuters/S. Modola
Batu Berdarah Tanda Bukti
Bagian kelamin yang dimutilasi berbeda di tiap etnis. Etnis Pokot menjahit Vulva hingga rata. WHO mencatat tiga jenis mutilasi, yakni pemotongan Klitoris, pemotongan Klitoris dan Labia serta pemotongan Labia besar dan menjahit alat kelamin perempuan hingga tinggal bukaan kecil.
Foto: Reuters/S. Modola
Tubuh Diwarnai Putih
Ritual etnis Pokot adalah mewarnai tubuh anak perempuan yang hendak disunat dengan warna putih. Jika anak yang disunat meninggal akibat kehilangan darah atau infeksi, hal itu diterima sebagai nasib buruk. Berbagai penyuluhan tentang bahaya mutilasi kelamin perempuan sulit diterima warga yang kurang pendidikan. Kenya membentuk polisi pengawas aturan larangan sunat.
Foto: Reuters/S. Modola
Trauma Untuk Hidup
Anak yang mengalami Trauma setelah disunat diselimuti kulit binatang. Sekarang mereka siap untuk dikawinkan dan minta mahar tinggi. Banyak etnis menganggap perempuan yang disunat lebih higienis dan lebih reproduktif. Suaminya juga akan lebih setia. Realitanya kerusakan akibat mutilasi kelamin, sering tidak bisa dipulihkan lagi lewat operasi Plastik.
Foto: Reuters/S. Modola
Tradisi Berlanjut?
Anak perempuan ini sepanjang hidupnya tidak akan melupakan prosedur brutal menyakitkan itu. Apakah nanti setelah dia menjadi ibu, bisa atau bersedia melawan tradisi mengerikan itu? Tren justru menunjukkan kebalikannya. Kini main banyak praktik penyunatan dilakukan pada bayi perempuan, karena bayi lebih cepat sembuh dan tidak menunjukkan gejala kesakitan seperti pada anak remaja.