1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Melawan Virus Corona dengan “Virus Kebaikan”

15 Mei 2021

Pandemi COVID-19 membuktikan rentannya perekonomian dan mental secara global. Di tengah kesulitan itu berbagai komunitas menggiatkan semangat membantu sesama. Koordinasi antarnegara dilakukan dengan media digital.

Berbagi kasih, berbagi dalam kesulitan.
Membantu kaum yang menderita akibat pandemi coronaFoto: Bulqis Amirah

Berbagai studi efek pandemi mencatat merosotnya perekonomian akibat wabah corona yang sudah lebih setahun ini. Perekonomian di berbagai belahan dunia, termasuk di Jerman maupun Indonesia, tergerogoti.

Di Jerman, berdasarkan data resmi yang dirilis Kantor Statistik Federal Jerman (Destatis) pada bulan April 2021, keuangan publik Jerman defisit untuk pertama kalinya sejak tahun 2013. Kebijakan lockdown menambah pengeluaran publik dan memengaruhi penerimaan pajak yang berimbas pada defisit keuangan publik terbesar sejak reunifikasi Jerman pada tahun 1991.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan-I 2021 sebesar minus 0,74 persen secara year on year (yoy).  Transportasi dan pergudangan adalah sumber kontraksi yang terdalam yaitu sebesar minus 0,54 persen, disusul oleh industri pengolahan minus 0,29 persen, akomodasi dan makan minum minus 0,22 persen.

Selain mengombang-ambingkan perekonomian, wabah COVID-19 juga menimbulkan tekanan mental bagi sebagian orang. Organisasi  Hak Anak Eurochild "memberi peringatan" atas dampak COVID-19 pada kesehatan mental orang di bawah usia 18 tahun di Benua Eropa.

Namun solidaritas sosial di tengah wabah corona terus bertumbuh. Warga tergerak saling membantu sesama yang terdampak dan berada di garis depan penanganan virus corona.

Komunitas Arunikaproject -- yang merupakan proyek kerjasama mahasiswa Indonesia di Jerman dan di tanah air, misalnya. Tim mereka rutin melakukan pendistribusian bantuan kepada orang-orang yang tidak mampu. Salah seorang penggagas inisiatif ini, Bulqis Amirah menceritakan, mereka banyak mengerjakan proyek bidang sosial: "Setiap hari Jumat kita selalu bagi-bagi makanan. Jadi kita kumpulkan dana lalu kita beli makanan untuk bapak-bapak gojek lalu ibu-ibu tukang sapu atau penjual-penjual kecil yang mungkin sangat terdampak di pandemi ini."

Saat beberapa kali terjadi bencana di Indonesia, proyek ini juga menghimpun dana bantuan untuk disalurkan. "Jadi kita merasa bermanfaat untuk masyarakat. Meskipun yang kita lakukan belum terlalu besar dampaknya, namun kita senang sudah bisa berbagi banyak untuk masyarakat," ungkap Bulqis. Media komunikasi online memudahkan koordinasi antara anggota di Jerman dan Indonesia dalam melaksanakan proyek sosial mereka. Motto mereka, menyebar virus kebaikan.

Berbagi dengan sesama, meski terpaut jarakFoto: Bulqis Amirah

Selain sumbangan materiil, Arunika Project juga menyediakan dukungan spiritual, untuk menguatkan mental masyarakat di masa pandemi. "Kita spesifiknya menghafal Alquran dan mengulang hafalan Alquran. Jadi kita punya beberapa mentor dari Arunika sendiri untuk membantu menghafal atau mungkin butuh mitra untuk disetor hafalannya. Kita menyediakan platform itu secara online. Jadi bisa daftar lalu nanti dibagi kelompok-kelompoknya," tambah Bulqis.

Komunitas Jerman yang berkolaborasi dengan komunitas di Indonesia, Donasi Buah Tampah Indonesia misalnya, sejak awal pandemi sudah menyebar bantuan ke panti-panti di berbagai kota, di antaranya: Bandung, Makassar, Malang, Bogor, Medan, Tangerang, Semarang, Solo dan Aceh. Salah satu penggagasnya yang bermukim di Jerman, Lenny Martini bercerita, ribuan orang di puluhan panti-panti sosial termasuk panti asuhan, rumah singgah, panti difabel, panti jompo sudah menerima manfaatnya. "Di tahun ini saja yang rutin meluas ke Garut, Probolinggo hingga Surabaya."

Setahun lebih pandemi, tim mereka pun makin berkembang. Media online juga menjadi fasilitas yang memudahkan komunikasi. Bantuan bukan hanya dibagikan pada mereka yang kesulitan karena pandemi, namun juga korban bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi di tanah air.

Memilih mitra yang tepat di tanah air

Komunitas lain, yang tergabung dalam Perhimpunan Eropa untuk Indonesia Maju (PETJ) juga menginisiasi bantuan kemanusiaan saat pandemi. Ketua lingkungan hidup dan energi terbarukan PETJ, Husni Suwandhi yang tinggal di Stuttgart menceritakan sebenarnya bukan hanya di masa pandemi saja mereka sudah melakukan kegiatan penghimpunan bantuan dari warga Indonesia yang tinggal di Eropa maupun orang Jerman yang lahir di Indonesia, guna disumbangkan ke Indonesia. Namun situasi pandemi saat ini, menambah nilai pentingnya pendistribusian bantuan. "Dalam waktu dekat sumbangan akan diberikan bagi para pemulung di Bantar Gebang, yang sungguh kasihan perekonomiannya. Padahal mereka sudah banyak membantu mengelola sampah,” ujar Husni.

"Dalam penyaluran sumbangan, karena kami di Eropa tak bisa memantau langsung, maka harus mencari mitra yang kredibel. Dulu saat tsunami Aceh dan juga gempa Poso tahun 2019, sebagian sumbangan kami tidak sampai ke yang membutuhkan di tanah air. Oleh sebab itu kini kami benar-benar menyaring mitra yang bisa dipercaya. Untuk membantu korban bencana alam di Nusa Tenggara Timur, kami dibantu oleh mitra para imam Katolik di NTT. Sedangkan untuk di Mamuju, Sulawesi Barat berupa obat-obatan, alat kesehatan, perlengkapan kebersihan dan tenda bagi korban pascabencana melalui Yayasan Bakti Nusantara Medika (Bakti Med), DoctorShare, Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan," ujar Husni. 40 juta rupiah sudah tersalurkan ke NTT dan 60 juta rupiah mengalir ke Mamuju, Sulawesi Barat.

"Hati ikut terenyuh melihat warga Indonesia di Jerman yang kesusahan karena pandemi tapi masih ikut menyumbang. Saya pernah terima lima euro dari mereka, padahal mereka sendiri sedang kesulitan uang. Rasanya berharga sekali dibanding dengan menerima 50 euro dari orang yang berkelebihan," kata Husni.

Lewat pembagian alat tes antigen

Sementara itu di Indonesia, Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia, yang menghimpun donasi dari masyarakat untuk menyediakan alat tes antigen, telah menyerahkan sebanyak 25 ribu Rapid Diagnostic Test (RDT) antigen ke delapan Kabupaten-Kota di Provinsi Jawa Barat akhir April lalu.

"Kegiatan ini sesungguhnya adalah semata apresiasi kepada kerja keras yang telah dilakukan oleh segenap tenaga kesehatan. Juga untuk terus menerus meyakinkan seluruh warga Indonesia bahwa kerja mengendalikan wabah COVID-19 adalah kerja bersama,” kata Lola Amaria mewakili seluruh inisator dari Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia.

Kerjasama dilakukan dengan Dinas Kesehatan Jawa Barat karena mereka memiliki program Puskesmas Terpadu dan Juara atau Puspa, yang mana program itu dimaksudkan untuk meningkatkan pengetesan dan pelacakan kasus COVID-19.

Menurut Alif Imam Nurlambang, Koordinator Gerakan Indonesia Kita (GITA), salah satu inisiator gerakan ini, Jawa Barat jadi lokasi yang dipilih karena daerah itu termasuk kawasan zona merah dan kawasan padat penduduk: "Sejauh ini kemampuan pelacakan kontak erat di Jawa Barat masih berkisar antara lima sampai sepuluh orang per kasus. Sementara jika merujuk pada standar WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) harusnya pelacakan dan pengetesan dilakukan ke 25 orang dari satu kasus.”

Sampai sejauh ini Gerakan Sejuta Tes berhasil menghimpun dana sebanyak 4,6 miliar rupiah dan sudah mendistribusikan sebanyak 36.759 alat tes, dan masih akan ada pendistribusian gelombang berikutnya.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait