Melestarikan Jamu dengan Inovasi ala Generasi Muda
10 Juni 2025
Jantung yang mendetakkan kehidupan di Pasar Nguter dari pagi hingga sore tiap harinya adalah jamu. Semua jenis jamu dan produk turunannya ada di sana, pembelinya juga beragam. Banyak penjual jamu mendistribusikan produknya menuju seantero nusantara dari pasar di Sukoharjo, Jawa Tengah itu.
Kemasan jamu yang dijual juga beragam, ada yang baru dimasak dan tersaji dalam gelas siap minum yang proses pembuatannya masih tradisional dengan ditumbuk atau dideplok menggunakan alat khusus. Ada pula jamu kemasan dalam rempah-rempah yang sudah dikeringkan, sirup dalam botol, hingga bubuk yang tinggal seduh.
Di Pasar Nguter ada lebih dari 50 unit yang menjajakan jamu. Di luar kios, masih ada yang berjualan jamu deplok tiap paginya. Salah satu penjaja ramuan nusantara itu adalah, Sri Ayu, 24, warga Desa Nguter.
Selain menjual jamu dalam berbagai bentuk kemasan, Ayu juga bertugas untuk memasok rempah-rempah yang juga banyak diperjualbelikan di Pasar Nguter. "Kadang kirim paket untuk diantar kurir juga dari pembeli yang memesan, ada yang ke Aceh, Kalimantan, sampai Sulawesi," tuturnya kepada DW Indonesia.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Belajar resep jamu sejak kecil
Ayu menyebut cara memilih rempah untuk bahan baku jamu pun ada trik khususnya supaya terpilih yang terbaik. Untuk kunyit cari yang warna kulitnya cerah, bentuknya padat, baunya tak begitu pedas tapi aromanya khas. Kalau kencur pilih yang aroma yang tajam, pastikan tidak ada bercak pada kulitnya.
Cara memilih rempah-rempah buat bahan jamu itu diperoleh Ayu dari ibunya. Baginya tak cukup hanya dengan tahu, praktik langsung akan mengasah kemampuannya.
Perempuan kelahiran 2001 itu memilih jadi karyawan usaha jamu karena menyukai ramuan itu sejak kecil. Ayu bekerja untuk Bima Sehat, sebuah jenema jamu lokal dari Kecamatan Nguter yang masih dimiliki kerabat jauhnya.
"Dulu ibu bekerja di dapurnya, meracik dan memasak jamu. Lalu karena sekarang yang diproduksi kebanyakan jamu kemasan, ibu tidak kerja lagi karena sudah berumur juga," paparnya sambil memilih kapulaga yang baru diantar petani di Pasar Nguter.
Pengalaman masa kecil itu yang membuat Ayu mencintai jamu dan hidup darinya hingga kini. Kecintaannya itu tampak dari gerak dan ekspresinya saat melayani pembeli hingga bernegosiasi dengan petani yang menjual rempah-rempah.
Ia selalu menjawab seluruh pertanyaan dari pembeli terkait produk herbal yang cocok. "Semua pengetahuan tentang jamu ini dari ibu,” tandasnya.
Warisan budaya yang menggerakan ekonomi
Jamu terus diwariskan ke tiap generasi di Desa Nguter, Sukoharjo, Ayu tak sendirian mewarisinya. Sulastri, 36, perajin jamu deplok di sana juga mendapat keterampilan meramu minuman herbal dari ibunya. Kini ia mewariskan ke anaknya. Selain berkhasiat kepada peningkatan kesehatan, jamu diwariskan karena berkhasiat meningkatkan perekonomian keluarga di sana.
Berkat jamu, Sulastri dapat menyekolahkan anaknya, Deviani Puteri, 19, hingga jenjang pendidikan tinggi. Tiap hari setidaknya ia memproduksi 30 liter jamu aneka jenis, antara lain beras kencur 10 liter, kunir asem tujuh liter, temulawak lima liter, cabe puyang, kunci suruh, kudu laos, hingga uyup-uyup yang jumlahnya vareatif rata-rata masing-masing 1,5 liter.
Jamu deplok yang umumnya disebut jamu gendong ini dipasarkan Sulastri dengan sepeda motor bebek tiap pagi. Ia sudah punya pelanggan setia, paling jauh area jualannya itu lima kilometer dari rumahnya. Tiap harinya minimal ia meraup Rp400 ribu.
Berbeda dengan jamu kemasan, jamu deplok bikinan Sulastri mesti langsung dikonsumsi segera agar tak mengurangi khasiatnya. Seluruh proses pembuatannya tanpa bahan kimia apalagi pengawet. "Jamu bikinan saya ini dibikin tiap subuh, setelah jadi langsung dipasarkan dan diminum ditempat oleh pelanggan. Tiap hari tak sampai jam 10:00 pagi sudah habis," jelasnya.
Sebelum tidur, Sulastri sudah menyiapkan bahan rempah-rempahnya terutama membersihkannya. Setelah bangun pada pagi hari berikutnya, ia tinggal menumbuknya lalu merebusnya. Setiap proses itu ia dibantu Devi, anak terakhirnya.
Devi sudah mahir meramu jamu. Mahasiswi keperawatan di salah satu kampus di Sukoharjo ini mengaku tertarik pada minuman herbal ini sejak masuk kuliah. "Bantunya sejak lama, tapi mulai tertarik itu sejak kuliah setahun terakhir karena jadi tahu banyak khasiatnya untuk kesehatan," terangnya.
Perempuan kelahiran 2006 ini mempelajarinya secara intens. Devi pun merasa lebih bangga dengan ibunya yang peramu jamu. "Berkat dari jualan jamu juga bisa kuliah, jadi bangga lalu sangat tertarik," tuturnya.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pernah menyebut setidaknya ada 70 jenis obat-obatan alami yang mengandung antikanker, lalu bermanfaat untuk anti-kanker 90 jenis obat-obatan alami yang berkhasiat sebagai anti-bakteri, dan anti-inflamasi sebanyak 50 jenis. Obat alami ini kebanyakan sudah diolah dalam bentuk jamu. Jamu juga sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya pengobatan pada 2023.
Bangga setelah tahu latar belakang sejarah jamu
Di tangan Erwando Abadi, Jamu Mbak Tum yang dulu milik ibunya kini punya banyak lini usaha. Selain produksi jamu, disediakan workshop, pendampingan penelitian dan pengembangan, hingga pameran. Sama seperti Devi, awalnya ia tak berminat pada warisan budaya ini tapi sejak kuliah di jurusan Arkeologi, Universitas Gajah Mada, pandangannya terhadap jamu berubah.
Dulu, ia menilai jamu yang diproduksi ibunya sejak awal 2000-an di Kotagede, Yogaykarta, itu kuno dan tak menarik. Namun setelah mengetahui sejarah dan perkembangan budaya yang berhubungan dengan jamu, Erwando jadi kagum. "Sejak itu saya bertekad menghidupkan usaha jamu lagi, soalnya sekitar 2014 usaha jamu ibu juga vakum hanya menerima pesanan khusus saja," jelasnya.
Erwando bahkan mengembangkan produknya yang kini memiliki empat jenis. Dari deplok kemasan botol yang dapat bertahan hingga seminggu, sirup, kemasan seduh, atau bubuk.
Produk-produk Jamu Mbak Tuk itu sudah dipasarkan ke sejumlah restoran, cafe, hotel, dan pasar daring. Dalam seminggu produksi yang dihasilkan mencapai 100 liter. "Bahan bakunya kami menggunakan rempah-rempah yang langsung dari petani," jelas Erwando.
Jamu Mbak Tuk sudah membangun kemitraan dengan petani yang memasok langsung rempah-rempahnya sejak 2015.
Lewat jamu, Erwando juga bikin acara wisata gastronomi bertajuk Perjamuan Rahasia pada 2022. Inovasi fine dining set ini biasanya diselenggarakan di lokasi warisan budaya seperti Candi Prambanan. Menu yang disajikan juga beragam dari makanan ringan hingga berat yang semuanya khas nusantara dengan jamu sebagai yang utama.
Erwando juga pernah menghadirkan jamu di dalam galeri-galeri ruang seni dalam Jejamuan Art Project. Upaya ini telah tampil di Biennale, Museum Sonobudoyo, hingga berbagai festival lain. Bentuk seni rupa yang ditampilkan untuk merepresentasikan jamu di ruang galeri sangat beragam. Dari lukisan, foto, instalasi alat meramu hingga rempah-rempah.
Pria 30-an tahun ini juga banyak melatih produksi jamu untuk berbagai kalangan dan level. Dari pelatihan usaha kecil menengah, restoran tenar hingga hotel bintang empat.
"Saya paling senang kalau diminta melatih produksi jamu ini, karena bisa berbagai ilmu dan makin banyak yang bikin jamu apalagi untuk usaha yang dikonsumsi banyak orang," papar Erwando.
Masih perlu dukungan pemerintah
Sejak 2015, penjualan jamu di berbagai daerah memang meningkat karena tren konsumsinya bertambah. Tren ini dirasakan perajin jamu di Padukuhan Gesikan, Kalurahan Merdikorejo, Kapanewon Tempel, Sleman. Ada lebih dari 30 perajin jamu gendong di sana sejak 1980-an yang kini masih eksis hanya moda transportasinya saja yang berubah jadi menggunakan sepeda motor.
Puluhan warga di sana secara mandiri mendirikan sentra jamu yang dinamai Paguyuban Bima Sejahtera. Mereka mengurus berbagai sertifikasi secara swadaya, mulai jaminan halal dari Majelis Ulama Indonesia hingga keamanan pangan dari Balai Pengawas Obat dan Makanan.
Ketua Paguyuban Bima Sejahtera, Sarjana, mengatakan bantuan pemerintah baru mulai dirasakan Paguyuban Bima Sejahtera pada 2015. Bentuk akomodasi itu berupa pelatihan, layanan sertifikasi gratis, hingga bantuan pemasaran.
Sarjana menyebut puncak prestasi sentra jamunya itu ketika dikunjungi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, pada 2022. "Artinya kami diakui, tapi harapan kami lebih dari itu," ungkapnya.
Namun, warga Gesikan berharap adanya fasilitas pelatihan kepariwisataan, pemasaran, hingga peningkatan infrastruktur untuk mendukung potensi salah satu sentra jamu di D.I.Yogyakarta ini. "Kalau bisa dikembangkan, potensi wisata ini bisa menabah penghasilan warga, promosi jamu juga akan lebih maksimal," tandasnya.
Editor: Arti Ekawati