Melihat Ciliwung yang Ingin Diubah Seperti Sungai di Seoul
11 September 2018
Dalam kunjungannya ke Korea Selatan, Presiden Joko Widodo, menegaskan niatnya menyulap sungai Ciliwung menjadi bersih layaknya sungai Cheonggyecheon di Seoul. Detik mengintip kondisi Ciliwung saat ini.
Iklan
Presiden Jokowi ingin Ciliwung bersih seperti Sungai , Seoul, Korea Selatan. Jokowi mengatakan pembangunan Sungai Cheonggyecheon hanya membutuhkan waktu 2 tahun 3 bulan. Lalu bagaimana kondisi Ciliwung saat ini?
detikcom melihat sisi Kali Ciliwung yang berada di area Kampung Jati Pulo, Jakarta Pusat, Selasa (11/9/2018). Sepanjang aliran sungai, terlihat sampah mengapung di permukaan kali yang berwarna cokelat kehijauan.
Sampah itu kebanyakan adalah sampah plastik, daun kering, limbah sisa makanan, plastik kemasan makanan ringan, produk rumah tangga, dan botol-botol plastik. Sampah-sampah plastik juga terlihat di beberapa titik di pinggiran sungai. Air sungai terlihat mengalir dan membawa sampah-sampah tersebut.
Salah satu warga Jati Pulo bernama Biah mengaku sudah tidak pernah melihat warga yang membuang sampah ke sungai. Sebab, saat ini sudah disediakan mobil-mobil pengangkut sampah di perkampungan.
Sementara itu, di jembatan yang menghubungkan Kampung Jati Pulo dengan Jalan Citarum yang dekat dengan Stasiun Tanah Abang, tampak ada keranjang sampah yang digantungkan. Terlihat juga beberapa bedeng tempat beristirahat para pemulung yang menempel dengan dinding Stasiun Tanah Abang.
Sebelumnya diberitakan, Jokowi menginginkan Sungai Ciliwung bersih seperti sungai di Seoul. Jokowi mengatakan sungai-sungai di Jakarta bisa menjadi bersih seperti di Seoul. Dia mencontohkan pembangunan Sungai Cheonggyecheon, yang membutuhkan waktu 2 tahun 3 bulan.
"Sungai Cheonggyecheon sebuah inspirasi yang sangat bagus. Kalau di Jakarta ada Ciliwung bisa jadi bersih seperti ini, wow, dan itu bisa," kata Jokowi saat berjalan di pinggir sungai, dikutip detikcom dari situs Sekretariat Kabinet, Selasa (11/9).
Sumber: Detik News
Metamorfosis Sungai Ciliwung
Sungai Ciliwung adalah nadi kehidupan sejak era Tarumanegara hingga Jakarta. Setelah dijadikan lubang sampah ibukota, sungai bersejarah itu mulai berubah. Kini Ciliwung menjadi ladang perseteruan demi identitas kota
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Nadi Peradaban
Tanpa Ciliwung Jakarta mungkin tidak pernah ada. Sungai sepanjang 120 kilometer itu ikut melahirkan peradaban awal berupa Kerajaan Tarumanegara. Kesultanan Banten, pemerintahan kolonial Portugal dan Belanda menggunakan Ciliwung sebagai jalur transportasi utama dan sumber air minum. Namun sejarah panjang sungai tersebut kini nyaris dilupakan.
Foto: public domain
Pelarian Kaum Terbuang
Sejak 40 tahun terakhir wajah bantaran Ciliwung dipenuhi pemukiman kumuh buat kaum terpinggirkan. Ketiadaan ruang hidup yang terjangkau memaksa mereka menempati lahan milik negara tersebut. Buruknya perencanaan tata kota dan infrastruktur untuk mendukung pemukiman penduduk membuat Ciliwung menjadi daerah kotor dan berpolusi.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Polusi demi Uang
Namun begitu penduduk bukan satu-satunya sumber polusi Ciliwung. Studi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama empat tahun yang dipublikasikan 2014 silam menyebut 17 perusahaan rajin membuang limbahnya di sungai tersebut. Pada 2011 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Jakarta telah memperingatkan, air resapan tanah di Ciliwung telah terkontaminasi bakteri E Coli lebih dari 90 persen.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Proyek Masa Depan
Bahkan sejak 1995 perusahaan air minum Jakarta, PT Palyja dan PT Aetra, tidak lagi mengambil air dari Ciliwung, melainkan Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Seharusnya harga air buat sekitar 5 juta konsumen di Jakarta bisa berkurang drastis jika kejernihan air Ciliwung bisa dikembalikan. Dengan kebutuhan air yang kian melonjak, normalisasi Ciliwung menjadi proyek masa depan yang tak bisa diabaikan
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Polemik di Bantaran Sungai
Rencana itu kemudian dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2012. Normalisasi Ciliwung melibatkan pelebaran bibir sungai hingga mencapai 50 meter, seperti pada era kolonial Belanda. Namun hal tersebut berarti menggusur penduduk yang tinggal di bantaran sungai. Ujung-ujungnya proyek pemprov DKI itu mengundang polemik dan kritik karena dianggap mengorbankan penduduk miskin.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang Identitas Kota
Arus balik animo publik berkutat pada masalah penggusuran. Sejumlah aktivis menilai normalisasi Ciliwung mengebiri identitas kota dan mengubur predikat Jakarta yang inklusif buat semua. Membangun tanpa menggusur menjadi moto yang dirapal oleh sebagian pakar tata kota. Pemerintah Provinsi sebaliknya terkesan ingin mempercepat normalisasi karena khawatir kehilangan momentum politik jelang Pilkada
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Penggusuran atau Relokasi?
Penggusuran sebagai bagian dari normalisasi sungai adalah ganjalan terbesar. Menurut Pemprov DKI, sebanyak 75.000 keluarga harus direlokasi untuk membebaskan bantaran sungai dari pemukiman kumuh. Kondisi tersebut menambah rumit masalah Ciliwung. Tidak heran jika rencana awal menyebut proyek normalisasi akan memakan waktu hingga 20 tahun.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Jernih Sungai Ciliwung
Perlahan wajah Ciliwung mulai berubah. Sungai yang dulunya dipenuhi sampah dan berbau busuk, kini bersih dan terkesan asri. Pemerintah dan penduduk berharap normalisasi bisa menghadang banjir yang tiap tahun menggenangi bantaran sungai. Namun proyek raksasa ini belum akan selesai dalam waktu dekat. Prahara yang menyertai penggusuran pun akan terus berlanjut selama belum ada model pendekatan lain