1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sejarah

Melihat Peristiwa Penting di Balik Runtuhnya Tembok Berlin

9 November 2019

Perang Dingin, sebuah perebutan kekuasaan global antara kediktatoran dan demokrasi, berakhir di Berlin pada 9 November 1989. Sejarah ini digerakkan oleh peristiwa penting di negara lain yang terjadi jauh sebelum itu.

Mauerfall Berlin
Foto: picture-alliance/dpa

Tembok Berlin, sebuah simbol global pemisah Timur dan Barat, perang antara komunisme dan kapitalisme. Tembok ini didirikan oleh kediktatoran Republik Demokratik Jerman (DDR), atau lebih dikenal dengan nama Jerman Timur, pada 1961.

Dikelilingi oleh perbatasan beton dan kawat berduri yang dijaga ketat sepanjang 155 kilometer, warga di Berlin Barat hidup bebas ditengah DDR komunis, berbeda dengan warga di Jerman Timur yang selama beberapa dekade selalu memandang penuh kerinduan ke arah Barat yang rasanya tidak terjangkau, berharap suatu hari nanti dapat melarikan diri.

Namun, semua berubah dalam sekejap pada 9 November 1989, ketika kebijakan perjalanan Jerman Timur yang baru, diumumkan melalui konferensi pers yang disiarkan langsung di TV pemerintah. Undang-undang itu mengumumkan bahwa semua warga Jerman Timur dibebaskan bepergian ke Barat dan langsung berlaku usai diumumkan. Setelahnya, ribuan orang berlarian ke perbatasan di jantung kota Berlin, yang baru akan dibuka beberapa jam kemudian.

Foto-foto perayaan warga di kedua sisi perbatasan tersebar di seluruh dunia, menandai akhir dari pemisahan Jerman. Kurang dari setahun setelahnya, yaitu pada 3 Oktober 1990, negara yang sebelumnya terbagi menjadi Timur dan Barat setelah Perang Dunia II, akhirnya kembali bersatu. Tidak bisa dimungkiri bahwa peristiwa bersejarah ini hanya dimungkinkan terjadi atas persetujuan pemenang Perang Dunia II, yaitu Sekutu Barat - AS, Inggris dan Perancis, dan Uni Soviet.

Mikhail Gorbachev cetuskan kebijakan tentang "glasnost" dan "perestroika"Foto: AP

Kekuatan 'glasnost' dan perestroika'

Konsesi yang dibuat oleh Mikhail Gorbachev, reformis Soviet yang berkuasa pada 1985 menjadi sosok kunci dari persetujuan itu. 

Axel Klausmeier, Direktur Berlin Wall Foundation mengatakan bahwa kebijakan Gorbachev tentang "glasnost" (keterbukaan) dan "perestroika" (reformasi) jelas merupakan terobosan dari doktrin Brezhnev - sebuah kebijakan yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara negara dalam Pakta Warsawa (Uni Soviet dan aliansinya) tidak menyimpang dari jalur politik yang ditetapkan oleh Kremlin.

Dengan Gorbachev, tiba-tiba ada sebuah kebijakan baru, lanjut Klausmeier : "Tidak peduli apa yang terjadi dengan negara-negara sosialis saudara kita, negara-negara ini bertanggung jawab atas diri mereka sendiri."

Keputusan Soviet untuk tidak menyerang Polandia, Hungaria dan Jerman Timur atas seruan reformasi demokrasi yang semakin menguat adalah pendekatan yang jelas berbeda dari beberapa dekade terakhir. Sebelum Gorbachev, seruan untuk bebas di Blok Timur dihancurkan secara brutal oleh Soviet : di Jerman Timur pada 1953, Hungaria pada 1956 dan bekas Cekoslowakia pada 1968.

Gorbachev menjadi inspirasi bagi orang Eropa Timur

Semakin banyak aktivis hak-hak sipil yang berani mendorong glasnost dan perestroika di negara mereka sendiri. Di Polandia, komunikasi antara pemimpin-pemimpin komunis dan gerakan solidaritas serikat pro demokrasi, yang secara resmi masih dilarang, dimulai sejak musim panas 1988.

Komunikasi tersebut berimbas pada diadakannya pertemuan meja bundar, dimana tidak hanya dihadiri oleh anggota politik oposisi saja tetapi juga perwakilan Gereja Katolik yang sangat berpengaruh dari negara itu. Salah satunya adalah Karol Jozef Wojtyla, yang merupakan Paus Yohanes Paulus II, secara terbuka menunjukkan simpati terhadap gerakan solidaritas selama tiga perjalanan sebagai paus yang ia lakukan di tanah kelahirannya. Otoritasnya sebagai kepala gereja Katolik memperkuat keyakinan para penentang pemerintah komunis bahwa perubahan positif mungkin akan terjadi.

Satu batu loncatan penting terjadi pada Juni 1898, dimana kandidat dari oposisi diizinkan berpartisipasi dalam pemilihan parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarah komunis Polandia - namun dengan satu pengecualian. Pemimpin negara yang sudah berkuasa selama beberapa dekade harus diberikan dua pertiga kursi parlemen, sementara sisanya dapat diperebutkan secara bebas.

Cengkeraman komunisme pertama kali pecah di Polandia

Meski masih ada pengecualian, hal itu menjadi titik balik yang bersejarah karena berhasil mematahkan monopoli kekuasaan oleh partai komunis. Tanda-tanda titik balik bersejarah lainnya juga terlihat di negara lain di blok tersebut. Pada Mei, pemerintah Hungaria mulai membongkar peralatan pengintaian di sepanjang perbatasan Austria di negaranya.

Hal tersebut membuat jalan pemisah antara Timur dan Barat menjadi jauh lebih aman sehingga mendorong ratusan warga Jerman Timur pergi ke arah barat dan meninggalkan DDR.

Bersamaan dengan itu, selama musim panas 1989, ribuan orang Jerman Timur berhasil pergi ke kedutaan Jerman Barat melalui Blok Timur. Ketidakpuasan dan tekanan terhadap pemerintahan Jerman Timur yang antireformasi semakin menguat dari hari ke hari.

Pada September, puluhan ribu warga mulai berkumpul di jalan-jalan di Kota Leipzig setiap senin untuk berunjuk rasa. Pada 9 Oktober 1989, 70.000 orang berkumpul melakukan protes untuk perubahan secara damai, ini dipandang sebagai puncak dari gerakan demonstrasi.

Pemimpin Jerman Timur dimakzulkan

Para pengunjuk rasa memenuhi jalan sambil menyerukan "Kami adalah rakyat!" dan "Tidak ada kekerasan!". Meskipun unjuk rasa tersebut terlihat berani, Klausmeier menjelaskan bahwa banyak yang ikut turun ke jalan mengatakan bahwa mereka 'sangat takut' terhadap reaksi yang mungkin akan dilakukan pemerintah. Namun, pemerintah ternyata tidak melakukan intervensi apapun, sehingga pihak oposisi merasa mereka telah menang.

Erich Honecker, memimpin Jerman Timur atau DDR selama 18 tahun. Bersama istrinya Margot, ia mencari suaka politik di ChileFoto: picture-alliance/dpa

Beberapa hari kemudian, Kepala Negara Jerman Timur dan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Sosialis Jerman (SED), Erich Honecker, dipaksa turun tahta dan digantikan oleh Egon Krenz, yang selama ini mengisyaratkan akan bertemu dengan aktivis hak-hak sipil.

Setelahnya, pada 4 November, sebuah ruang publik bernama Alexanderplatz di Berlin menjadi lokasi demonstrasi terbesar dalam sejarah negara itu. Sekitar setengah juta orang bersorak dan bertepuk tangan ketika tokoh-tokoh oposisi berbicara kepada mereka namun mencemooh politisi SED seperti Günter Schabowski, Direktur Partai dari distrik Berlin Timur ketika berbicara.

Bubarnya Uni Soviet

Lima hari kemudian, tepatnya pada 9 November 1989, Schabowski-lah yang mengumumkan kebijakan perjalanan Jerman Timur baru. Melalui pengumuman itu, entah sengaja atau tidak, dia memerintahkan agar Tembok Berlin diruntuhkan. Pintu kebebasan pun akhirnya terbuka lebar dan tidak akan pernah tertutup lagi.

Berbulan-bulan setelahnya, warga di sepanjang Blok Timur berjuang untuk bebas dan semuanya berakhir ketika Uni Soviet runtuh pada akhir 1991. 

Gorbachev yang berkuasa pada 1985 akhirnya dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991.

(Ed: gtp/ts)