Perdebatan mengenai isu LGBT akhir-akhir ini semakin meruncing. Di Yogjakarta baru-baru ini misalnya, demonstrasi anti dan pro LGBT menimbulkan kericuhan.
Iklan
Dalam beberapa bulan terakhir, perdebatan mengenai isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia semakin memanas, terlebih setelah beberapa pejabat negara mengeluarkan pernyataan yang cenderung anti-LGBT.
Mulai dari pernyataan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir yang melarang kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) masuk kampus --dengan alasan tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kesusilaan bangsa---hingga desakan Kementerian Komunikasi dan Informatika agara pengelola media-media sosial dan layanan pesan pendek untuk menghapus emosikon gay dan lesbian untuk pasar Indonesia. Tidak ketinggalan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan juga menyebut LGBT sebagai "perilaku menyimpang", seraya mendesak agar orangtua, guru dan masyarakat "menjaga" munculnya potensi LGBT dengan pendidikan moral usia dini.
Para wakil rakyat yang duduk di gedung DPR/MPR di Senayan pun tak kalah kencang bersuara. Baik Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, hingga Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PPP Renny Marlinawati sependapat dengan pernyataan yang disampaikan para pejabat tinggi negara itu. Alasannya mulai dari masalah moral hingga budaya.
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.
Foto: Shadi Hatem
7 foto1 | 7
Bisa picu tindakan anarkis
Sejumlah komunitas LGBT seperti misalnya Arus Pelangi menegaskan, pernyataan pejabat tersebut dapat memicu terjadinya aksi kekerasan horizontal, seperti pengusiran orang-orang LGBT dari lingkungan masyarakat dan juga di institusi pendidikan serta tindakan sewenang-wenang atau anarkis oleh kelompok intoleran. Pernyataan inkonstitusional tersebut juga berdampak pada upaya kriminalisasi negara terhadap kaum LGBT di Indonesia.
Hasil riset yang dirilis Arus Pelangi tahun 2013 menyebutkan 89.3% LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan, dimana 79.1% dalam bentuk kekerasan psikis, 46.3% dalam bentuk kekerasan fisik, 26.3% dalam bentuk kekerasan ekonomi, 45.1% dalam bentuk kekerasan seksual, dan 63.3% dalam bentuk kekerasan budaya.
Dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi 65,2% diantaranya mencari bantuan ke teman, dan bahkan 17,3% diantara korban kekerasan itu pernah melakukan percobaan bunuh diri. Dalam situasi seperti ini, kembali dipertanyakan peran negara dalam melindungi warganya.
Human Rights Working Group (HRWG) juga menilai, selama ini komunitas LGBT di Indonesia masih menjadi pihak yang kerap mengalami diskriminasi di masyarakat.