Bagaimana orang bisa demikian terobsesi pada kekuasaan, adalah misteri tersendiri. Lihat bagaimana kaitannya dengan pemilu di tanah air. Simak opini Aris Santoso.
Iklan
Tahun 2018 dan tahun 2019 memperoleh julukan yang sangat khas, yakni sebagai tahun politik. Artinya sepanjang dua tahun itu publik di Tanah Air akan disuguhkan teater memperebutkan kekuasaan, salah satu hasrat manusia paling dasar. Bagaimana orang bisa demikian terobsesi pada kekuasaan, adalah misteri tersendiri. Sementara bagi pihak yang tidak terlalu tertarik pada kekuasaan, termasuk saya sendiri, agar bersiap-siap dihinggapi rasa bosan menghadapi berita terkait pilkada serentak tahun ini dan pilpres (pemilihan presiden) tahun depan.
Salah satu komunitas yang senantiasa berminat pada kekuasaan adalah komunitas purnawirawan, baik dari TNI maupun Polri. Mengikuti pilkada hanyalah salah satu cara untuk memenuhi aspirasi kekuasaan, tentu hasilnya tidak selalu sesuai harapan, karena bisa saja gagal meraih kemenangan. Cara lainnya adalah bergabung dengan partai, yang biasanya memberikan kemudahan pada purnawirawan pati untuk masuk jajaran elite partai, seperti kasus Letjen TNI (Purn) Lodewijk F Paulus yang baru saja ditetapkan sebagai Sekjen Partai Golkar.
Kompetensi purnawirawan
Untuk memahami perilaku purnawirawan, terkait dengan wacana kekuasaan, kita bisa belajar dari pengalaman tiga tokoh terdahulu, masing-masing adalah Mayjen TNI Purn. Soehardiman, Mayjen TNI Purn. Herman Sarens Sudiro dan Brigjen TNI Purn. Ibrahim Saleh. Tentu daftar nama ini, masih bisa diperpanjang lagi, namun sebagai jendela memahami perilaku purnawirawan pada umumnya, kiranya tiga nama tersebut sudahlah cukup.
Soehardiman dan Herman Sarens adalah tipe purnawirawan yang selalu gelisah, seolah ada obsesi atau target pribadi masa lalu, yang tidak sempat tercapai. Ketika masa pensiun tiba, mereka masih berusaha menggapai impian lama, sementara sumber daya dan stamina kian terbatas. Soehardiman sampai menjelang ajalnya masih berusaha memegang kendali SOKSI, meski generasi kepemimpinan yang lebih baru sudah muncul. SOKSI adalah pertaruhan bagi Soehardiman, mengingat dia memperoleh pangkat jenderal (bintang satu dan dua), dalam posisi sebagai Ketua Umum SOKSI. Sungguh fenomena aneh, bagaimana penjelasan logisnya, perwira yang sudah tidak masuk struktur Mabes TNI (d/h ABRI), tetap bisa dipromosikan sebagai pati.
Herman Sarens kurang lebih sama. Karier Herman Sarens terpaksa berhenti di tengah jalan. Herman harus pensiun dini, sehubungan dengan Peristiwa Malari (1974). Herman Sarens terlihat kurang siap (secara mental) memasuki masa pensiun. Dalam berbagai kesempatan dia setengah memaksa, semisal lewat atribut, agar publik paham kalau dia mantan jenderal. Purnawirawan model Herman Sarens ini cukup banyak jumlahnya.
Ibrahim Saleh (Akmil Jurtek 1960), adalah model yang sedikit berbeda, maksudnya terkesan "ekstrem” dibanding Herman Sarens dan Soehardiman. Sekadar mengingatkan, Brigjen Ibrahim Saleh adalah anggota DPR yang melakukan interupsi saat SU MPR 1988, yang menjadi penyebab kariernya kandas. Sosoknya sering muncul bila ada aksi unjuk rasa di DPR atau di jalan-jalan protokol Jakarta. Hanya penampilannya yang sedikit aneh, untuk ukuran seorang mantan jenderal. Bila berpergian, Ibrahim Saleh sering hanya beralaskan sendal jepit dengan menenteng tas kain lusuh.
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.
Foto: Imago/Zumapress
7 foto1 | 7
Pembelajaran yang bisa kita petik adalah, status purnawirawan jenderal tidak bisa lagi diandalkan dalam merebut simpati atau pengakuan publik, terlebih dalam menghadapi generasi milenial atau "generasi zaman now”. Di masa lalu, status purnawirawan jenderal ibarat "cek kosong” yang bisa dibubuhi jabatan atau posisi apa pun. Namun di masa milennium, status saja tidaklah cukup, harus ditambah kompetensi lain yang lebih teknis.
Bagi purnawirawan yang memiliki kompetensi, rezim Jokowi telah menyediakan regulasi untuk terus berkarya, melalui UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN (aparatur sipil negara), kemudian dilanjutkan dengan terbitnya PP No 11/2017 tentang Manajemen PNS. Dua regulasi ini bisa dibaca sebagai cara pemerintah, memberi ruang pada purnawirawan yang memiliki kemampuan khusus, semisal di bidang sandi negara, intelijen, SAR (search and rescue), dan seterusnya. Bangsa ini justru merugi bila tidak memanfaatkan kompetensi mereka, mengingat kemampuan itu sebagian diperoleh lewat pendidikan di mancanegara.
Kopassus Dalam Pusaran Sejarah
Dalam sejarahnya Komando Pasukan Khsusus banyak terlibat menjaga keutuhan NKRI. Tapi di balik segudang prestasi, tersimpan aib yang menyeret Kopassus dalam jerat pelanggaran HAM.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Heroisme Baret Merah
Tidak ada kekuatan tempur lain milik TNI yang memancing imajinasi heroik sekental Kopassus. Sejak didirikan pada 16 April 1952 buat menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan, satuan elit Angkatan Darat ini sudah berulangkali terlibat dalam operasi mengamankan NKRI.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Kecil dan Mematikan
Dalam strukturnya yang unik, Kopassus selalu beroperasi dalam satuan kecil dengan mengandalkan serangan cepat dan mematikan. Pasukan elit ini biasanya melakukan tugas penyusupan, pengintaian, penyerbuan, anti terorisme dan berbagai jenis perang non konvensional lain. Untuk itu setiap prajurit Kopassus dibekali kemampuan tempur yang tinggi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mendunia Lewat Woyla
Nama Kopassus pertamakali dikenal oleh dunia internasional setelah sukses membebaskan 57 sandera dalam drama pembajakan pesawat Garuda 206 oleh kelompok ekstremis Islam, Komando Jihad, tahun 1981. Sejak saat itu Kopassus sering dilibatkan dalam operasi anti terorisme di Indonesia dan dianggap sebagai salah satu pasukan elit paling mumpuni di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Terjun Saat Bencana
Segudang prestasi Kopassus membuat prajurit elit Indonesia itu banyak dilirik negeri jiran untuk mengikuti latihan bersama, di antaranya Myanmar, Brunei dan Filipina. Tapi tidak selamanya Kopassus cuma diterjunkan dalam misi rahasia. Tidak jarang Kopassus ikut membantu penanggulangan bencana alam di Indonesia, seperti banjir, gempa bumi atau bahkan kebakaran hutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Nila di Tanah Seroja
Namun begitu Kopassus bukan tanpa dosa. Selama gejolak di Timor Leste misalnya, pasukan elit TNI ini sering dikaitkan dengan pelanggaran HAM berat. Tahun 1975 lima wartawan Australia diduga tewas ditembak prajurit Kopassus di kota Balibo, Timor Leste. Kasus yang kemudian dikenal dengan sebutan Balibo Five itu kemudian diseret ke ranah hukum dan masih belum menemukan kejelasan hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengawal Tahta Penguasa
Jelang runtuhnya ejim Orde Baru, Kopassus mulai terseret arus politik dan perlahan berubah dari alat negara menjadi abdi penguasa. Pasukan elit yang saat itu dipimpin oleh Prabowo Subianto ini antara lain dituding menculik belasan mahasiswa dan menyulut kerusuhan massal pada bulan Mei 1998.
Foto: picture-alliance/dpa
Serambi Berdarah
Diperkirakan lebih dari 300 wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan dan hingga 12.000 orang tewas selama operasi militer TNI di Aceh antara 1990-1998. Sebagaimana lazimnya, prajurit Kopassus berada di garda terdepan dalam perang melawan Gerakan Aceh Merdeka itu. Sayangnya hingga kini belum ada kelanjutan hukum mengenai kasus pelanggaran HAM di Aceh.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Neraka di Papua
Papua adalah kasus lain yang menyeret Kopasus dalam jerat HAM. Berbagai kasus pembunuhan aktivis lokal dialamatkan pada prajurit baret merah, termasuk diantaranya pembunuhan terhadap Theys Eluay, mantan ketua Presidium Dewan Papua. Tahun 2009 silam organisasi HAM, Human Rights Watch, menerbitkan laporan yang berisikan dugaan pelanggaran HAM terhadap warga sipil oleh Kopassus.
Sekitar sepuluh tahun lalu pernah terbit memoar yang sangat menarik, yaitu catatan dari para alumnus KIM (Koninklijk Instituut voor de Marine, setingkat AAL), Den Helder, Belanda. Memoar dengan tajuk Dan Toch Maar (Kompas, 2009) menarasikan bagaimana perjalanan karier sekitar 82 taruna asal Indonesia, yang dikirim ke KIM antara 1950-1953, termasuk pahit-manisnya saat berdinas di ABRI, khususnya TNI AL. Dan Toch Maar sendiri arti harfiahnya adalah: maju terus, apa boleh buat.
Secara singkat bisa disebutkan, setidaknya ada dua peristiwa yang kurang nyaman bagi generasi KIM ini. Pertama adalah kegagalan dalam mencapai posisi KSAL. Kedua, keterlibatan sebagian lulusan KIM, dalam gerakan perwira muda, yang kemudian dikenal sebagai Gerakan Perwira Progesif Revolusioner (GPPR, 1964-1965).
Sampai masa dinas mereka berakhir, memang tidak ada satu pun (empat angkatan) lulusan KIM yang menjadi KSAL. Pangkat paling tinggi yang mereka capai adalah bintang tiga, atas nama Laksdya Teddy Asikin Natanegara (mantan Deputi KSAL, KIM 1951) dan Letjen Mar Kahpi Suriadireja (mantan Danjen Korps Marinir dan Pangkowilhan IV, KIM 1952 ).
Dosa Tentara di Serambi Mekah
Bertahun-tahun rakyat Aceh menanggung kebiadaban TNI selama operasi militer menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Serupa kasus 65, darah yang membalur Serambi Mekah adalah dosa yang selamanya menghantui militer Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/S. Ananda
Perintah dari Istana
Pada 19 Mei 2003, pemerintahan Megawati melancarkan operasi militer di Aceh dengan mengirimkan lebih dari 30.000 serdadu dan 12.000 polisi. Sebelumnya Gerakan Aceh Merdeka menolak status otonomi khusus yang ditawarkan pemerintah. Perang yang dikobarkan Megawati berlangsung selama setahun.
Foto: Getty Images/AFP/Raka
Senjata Gelap TNI
GAM sudah berperang demi kemerdekaan Aceh sejak tahun 1976. Kegigihan gerakan separatis itu menyulut perang berkepanjangan dengan TNI. Ironisnya GAM banyak membeli senjata secara gelap dari TNI. Tahun 2000 silam Polda Metro Jaya menggerebek sebuah rumah dan menemukan bukti pembelian senjata TNI oleh GAM dengan nilai sebesar tiga miliar Rupiah.
Foto: Getty Images/AFP/H. Simanjuntak
Berpaling Simpati
Perang pemberontakan Aceh 1990-1998 termasuk yang paling rentan pelanggaran HAM. Selama delapan tahun sekitar 12.000 nyawa menghilang, kebanyakan adalah warga sipil Aceh. Kebiadaban TNI selama itu diyakini justru menambah simpati rakyat Aceh terhadap gerakan separatis.
Foto: Getty Images/AFP/Inoong
Kejahatan Demi NKRI?
Tahun 2013 silam Komnas HAM menyelidiki lima kasus kejahatan perang selama DOM 1990-1998, yakni tempat penyiksaan Rumoh Geudong di Pidie, pembantaian massal di Bumi Flora, Aceh Timur dan Simpang KKA di Aceh Utara, serta kasus penghilangan paksa dan kuburan massal di Bener Meriah.
Foto: Getty Images/AFP/C. Youn-Kong
Intimidasi Demi Informasi
TNI berikrar akan lebih hati-hati selama operasi militer di Aceh 2003. Tapi serupa di Timor Leste, tentara dilaporkan sering mengintimidasi penduduk desa untuk mengungkap tempat persembunyian pemberontak. Human Rights Watch mencatat berbagai kasus penculikan dan penganiayaan anggota keluarga terduga gerilayawan. Desember 2003 Polri memerintahkan "menembak mati" siapapun yang "membawa bendera GAM."
Foto: Getty Images/AFP/Inoong
Pondok Kelabu
Pada 17 Mei 2003 tiga truk tentara mendatangi desa Jambo Keupok, Aceh Selatan. Di sana mereka menginterogasi penduduk desa ihwal persembunyian GAM. Hasilnya 16 penduduk tewas. Sebagian ditembak, ada yang disiksa atau bahkan dibakar hidup-hidup, tulis Komisi untuk Orang Hilang, Kontras. Insiden tersebut kemudian dikenal dengan istilah Tragedi Jambo Keupok.
Foto: Getty Images/AFP/C. Youn-Kong
Media Propaganda
Berbeda dengan DOM 1990-1998, TNI menggandeng media untuk menguasai pemberitaan ihwal perang di Aceh. Wartawan misalnya dilarang mengutip sumber dari GAM. "Saya berharap wartawan menulis dalam kerangka NKRI. Kalau saya terkesan keras, harap dimaklumi," tutur penguasa darurat militer Aceh saat itu, Mayjen Endang Suwarya.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Adu Klaim Soal Korban
Selama satu tahun antara Mei 2003 hingga 2004, sebanyak 2000 orang tewas dalam pertempuran. TNI mengklaim semuanya adalah gerilayawan GAM. Namun berbagai LSM dan termasuk Komnas HAM membantah klaim tersebut. Sebagian besar korban ternyata warga sipil biasa.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Pagar Manusia
Salah satu strategi TNI adalah membangun "pagar betis" yang terdiri dari warga sipil. Mereka diperintahkan untuk menyisir sebuah kawasan yang diduga dijadikan tempat persembunyian GAM. Dengan cara itu, TNI berharap GAM tidak akan menembak dan mau keluar dari sarangnya. Strategi serupa sering diterapkan saat Operasi Seroja di Timor Leste.
Foto: Getty Images/AFP/H. Simanjuntak
Tanpa Keadilan
Berbagai penyelidikan yang dilakukan LSM Kemanusiaan dan Komnas HAM terkait kejahatan perang di Aceh gagal membuahkan keadilan buat korban. Hingga kini sebagian rakyat Aceh masih hidup dengan trauma perang.
Foto: Getty Images/AFP/S. Ananda
10 foto1 | 10
Kemudian bagi eksponen KIM yang dianggap terlibat GPPR, memperoleh "sanksi” berupa pensiun dini, dan harus keluar dari jajaran ALRI. Presiden Soekarno sendiri yang turun tangan langsung untuk mengatasi kemelut ini. Eksponen KIM dianggap sebagai kader-kader yang baik, mereka adalah perwira (muda) yang terlatih, karenanya pemerintah tidak mau kehilangan potensi mereka. Sesuai dengan keahliannya, mereka kemudian disalurkan pada institusi sipil seperti Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Merpati Nusantara, Pelita Air Service, dan seterusnya.
Satu hal yang penting dicatat adalah, bagaimana generasi ini sanggup menuliskan peristiwa pahit itu secara datar, tanpa emosi berlebihan. Sikap mereka yang realistis dan terkesan dingin, bisa jadi merupakan jejak pembentukan karakter saat di Den Helder (kampus KIM) dulu, bagaimana mereka dibentuk menjadi perwira yang memiliki integritas dan harga diri.
Proses pembentukan karakter di KIM, tidak diajarkan secara khusus dalam kelas, namun dipraktikkan dalam perilaku sehari-hari, sejak hari-hari pertama saat pekan orientasi (pelonco), hingga tiba saat meninggalkan kampus Den Helder. Seolah semuanya berjalan secara alamiah, tidak ada unsur paksaan. Secara universal, yang lebih diutamakan dalam pendidikan sekolah perwira, adalah pembentukan karakter para siswanya. Sebagaimana semboyan KIM: Kennis is macht, karakter is meer (Ilmu adalah kekuasaan, Karakter yang terutama).
Apa Yang Terjadi di Indonesia Selama 2017?
Tahun 2017 ditandai dengan dinamika politik pasca Pilkada DKI Jakarta dan wara wiri seputar Setya Novanto dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Tapi apa saja yang termasuk peristiwa besar di Indonesia sepanjang 2017?
Foto: Getty Images/E. Wray
Terbakarnya Zahro Express
MV Zahro Express, perahu wisata yang membawa 184 orang terbakar saat perjalanan ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu, Jakarta. Insiden pada malam pergantian tahun ini menewaskan setidaknya 23 orang tewas dan menyebabkan 17 orang hilang.
Foto: Reuters/D.Whiteside
Pembekuan Kerjasama Militer Australia
Secara sepihak TNI membekukan kerjasama pendidikan dengan militer Australia setelah seorang prajurit menemukan buku latihan yang menghina Pancasila. PM Malcolm Turnbull segera meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan berjanji menindak pihak yang menyusun buku tersebut.
Foto: Reuters/J. Reed
Pilkada DKI Jakarta
Pilkada DKI 2017 ditandai dengan maraknya peredaran berita hoax dan ujaran kebencian di media-media sosial. Pemerintah akhirnya menggandeng penyedia jasa media sosial dan menindak kelompok yang terbukti menjajakan kabar bohong sebagai komoditas politik. Pilkada DKI sendiri dimenangkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dengan perolehan 57.96% suara.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Vonis Penjara Ahok
Setelah takluk pada Pilkada DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama divonis dua tahun penjara pada 9 Mei 2017 setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama. Dia sebelumnya mengritik penggunaan Al-Quran untuk kepentingan politik Pilkada yang mengundang aksi protes kelompok muslim garis keras. Ahok kemudian menolak mengajukan banding dan menerima vonis yang ditengarai sarat politik tersebut
Foto: Reuters/B. Ismoyo
Seribu Lilin buat Pancasila
Pada hari-hari setelah pembacaan vonis Ahok, jutaan orang di seluruh Indonesia menyalakan lilin sebagai tanda simpati. Selain menuntut pembebasan bekas gubernur itu, demonstran juga menyatakan kesetiaan pada Pancasila sebagai buntut maraknya intoleransi pada Pilkada DKI Jakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia
Organisasi Islam radikal, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menjadi sasaran pertama Perppu Ormas yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk membubarkan organisasi yang dianggap merongrong Pancasila. Namun HTI tidak tinggal diam dan melancarkan perlawanan hukum untuk menghadang niat Jokowi tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Rizieq Shihab Melarikan Diri
Pentolan Front Pembela Islam, Rizieq Syihab terbang ke Arab Saudi setelah mampir ke Malaysia seusai umrah. Ia diduga melarikan diri untuk menghindari penjemputan paksa Polisi yang mengajukan red notice ke Interpol. Menurut kuasa hukum Rizieq, Sugito Atmo Pawiro, Arab Saudi dipilih karena berada di luar ranah Interpol sehingga kliennya bisa terhindar dari penangkapan.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Raib Duit First Travel
Kasus dugaan penggelapan uang sekitar 60.000 calon jamaah umrah dan haji First Travel menjadi salah satu peristiwa yang paling hangat selama 2017. Anniesa Hasibuan, perancang yang pernah tampil di New York Fashion Week, dituding menggelapkan dana jemaah senilai 550 milyar Rupiah. Hingga kini kedua tersangka, Annisa dan suaminya Andika Surachman mengaku tidak mengetahui kemana raibnya uang tersebut
Foto: Imago/Pacific Press Agency
Kunjungan Raja Salman
Jarang Indonesia mengalami kunjungan kenegaraan yang sedemikian mewah seperti saat Raja Salman bertandang ke Jakarta. Kunjungannya tersebut merupakan lawatan pertama kepala negara Arab Saudi selama hampir 50 tahun. Raja Salman tidak hanya melakukan pertemuan resmi dengan Presiden Joko Widodo, tetapi juga menikmati liburan selama lima hari di pulau Bali.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pelantikan Gubernur DKI Jakarta
Setelah berhasil merebut kursi DKI 1 lewat Pilkada yang ditandai dengan maraknya intoleransi dan ujaran kebencian, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik di Istana Negara pada 16 Oktober 2017. Pelantikan sempat ditandai kontroversi seputar pidato pribumi Anies Baswedan yang dinilai bernuansa SARA.
Foto: Reuters/Beawiharta
Drama Setya Novanto
Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menangkap Ketua DPR Setya Novanto atas dugaan korupsi proyek eKTP. Ia sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit setelah mengalami tabrakan. Namun tim dokter menyatakan Setnov sehat dan bisa menjalani proses pengadilan.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Wara Wiri Gatot Nurmantyo
Manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo seputar pembantaian 1965 dan kedekatannya dengan kelompok Islam konservatif kian menyudutkan Presiden Joko Widodo. Ia ditengarai memiliki ambisi dalam Pemilu Kepresidenan 2019. Pada Desember Jokowi mencopot Gatot lebih dini dan menggantinya dengan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Foto: Reuters/Beawiharta
Erupsi Gunung Agung
Setelah sempat bergolak selama berpekan-pekan, Gunung Agung akhirnya meletus dan memaksa 100.000 penduduk mengungsi dari tempat tinggalnya. Akibat erupsi tersebut, geliat pariwisata Bali menyusut tajam. Terutama penutupan bandar udara I Gusti Ngurah Rai membuat sektor pariwisata di pulau dewata itu mengalami kerugian hingga 234 milyar Rupiah per hari.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Lisnawati
13 foto1 | 13
Dari purnawirawan ke relawan
Pembelajaran yang bisa dipetik adalah, bahwa karakter menjadi sangat dibutuhkan ketika menghadapi situasi sulit, bukan dalam kondisi normal. Seperti pengalaman eksponen KIM yang terlibat d GPPR, terpaksa harus pensiun dini ketika masih level perwira pertama (letnan sampai kapten). Bila pensiun dini memang sesuai kehendak perwira bersangkutan, itu adalah soal lain, seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Letjen (Purn) Edy Rahmayadi (Akmil 1985), atau sebelumnya Kol Inf (Purn) Poniman Dasuki (Akmil 1975, Kopassus), sehubungan rencana Poniman bergabung pada korporasi besar (PT Jababeka).
Dihubungkan dengan situasi politik di Tanah Air hari ini, karakter purnawirawan diuji seandainya mereka gagal dalam kontestasi pilkada. Bagaimana mereka siap secara mental menerima kekalahan. Karena sudah umum terjadi, figur purnawirawan kalah dalam pilkada, bahkan figur sekelas Agum Gumelar pun bisa kalah dalam pilkada.
Karakter ini pulalah yang membedakan antara relawan yang berlatar belakang purnawirawan dengan kalangan sipil. Benar, menjadi relawan – utamanya bagi capres -- adalah cara lain yang bisa ditempuh para purnawirawan untuk tetap memiliki akses pada kekuasaan. Selain itu, menjadi relawan adalah cara instan dalam meraih kekuasaan, jika capres yang didukungnya menang. Dalam pemerintahan Jokowi sekarang, purnawirawan seperti Hendro Priyono atau Luhut Pandjaitan, pada mulanya juga menyebut dirinya sebagai tim sukses, yang maknanya kurang lebih sama dengan relawan.
Adapun elemen relawan lain berasal dari kelompok sipil atau aktivis CSO (civil society organization). Pada titik ini relawan yang berlatar belakang purnawirawan perlu menunjukkan jati dirinya, apakah secara etika mampu berada di atas perilaku relawan dari kelompok sipil pada umumnya, yang secara kasatmata memiliki pamrih, dengan cara menanti balas jasa dari penguasa. Singkatnya, bila relawan (asal purnawirawan) tidak berharap imbalan atas jerih payah mereka dulu, bukan karena basis ekonomi memang sudah kuat, namun secara karakter atau etika memang melarang tindakan seperti itu.
Penulis: Aris Santoso (ap/vlz), sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
7 Fakta Pilkada 2017
Pilkada Jakarta menjadi salah satu pertempuran politik panas dalam era demokratisasi di tanah air. Pertarungan untuk memimpin kota berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa itu memicu ketegangan politik.
Gubernur petahana ini mengambil alih kepemimpinan Jakarta tahun 2014, setelah Joko Widodo memenangkan kursi kepresidenan.Di era reformasi, ia jadi gubernur Jakarta pertama beretnis Cina-beragama Kristen. Saat proses Pilkada berjalan, ia tersandung kasus dugaan penistaan agama. Komitmen Ahok termasuk penganggulangan banjir kronis, mengatasi kemacetan lalu lintas & meningkatkan kinerja birokrasi.
Foto: Reuters/Antara Foto/H. Mubarak
Dari militer ke politik: Agus H. Yudhoyono
Dia adalah putra tertua mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pensiun dari militer pada usia 38 tahun dan ingin menjadi gubernur. Dia didukung oleh Partai Demokrat dan beberapa partai-partai Islam. Kampanye Agus yang didampingi Sylviana Murni berfokus pada peningkatan kehidupan kaum miskin Jakarta dan berjanji menyokong dana tunai untuk keluarga berpenghasilan rendah.
Foto: Reuters/Antara Foto/R. Esnir
Calon akademisi: Anies Baswedan
Baswedan, 47, adalah mantan menteri pendidikan di pemerintah Joko Widodo.Dia didukung oleh Gerindra, partai yang dipimpin Prabowo Subianto. Kampanye Anies Baswedan dan pasangannya pengusaha Sandiaga Uno berfokus pada peningkatan pendidikan publik dan memerangi tingginya biaya hidup di ibukota.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
Proses voting di Jakarta
Hasil resmi pemungutan suara diperkirakan akan diumumkan 08-10 April 2017. Jika tidak ada kandidat mencapai suara mayoritas di babak pertama, maka dua kandidat yang mengamankan suara terbanyak akan kembali bersaing di putaran kedua. Kandidat yang tidak puas dengan hasil pemilu dapat membawa sengketa hasil pemungutan suara ke Mahkamah Konstitusi.
Foto: Reuters
Situasi khusus
Jika Ahok memenangkan pemilihan di Jakarta tapi divonis bersalah di pengadilan untuk kasus hukum dugaaan penistaan agama, maka ia masih diperbolehkan tetap menjabat sebagai gubernur selama proses banding masih berlangsung.
Foto: picture alliance / dpa
Fokus KPU: ancaman keras bagi politik uang
Dalam UU Pilkada diatur: "Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada WNI untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, gunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara jadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam penjara antara 36-72 bulan dan denda Rp.200 juta- 1 milyar.
Foto: Reuters
Bukan hanya di Jakarta
7,1 juta orang terdaftar untuk memilih di Jakarta. Namun, pilkada bukan hanya diadakan di Jakarta. Pilkada serentak diikuti 101 daerah yang tersebar di 31 provinsi. Tujuh provinsi termasuk Jakarta akan memilih gubernur. Di 31 provinsi berlangsung pemilihan walikota dan bupati. Ed: ap/yf (rtr/kpu)