26 Desember 2004, gempa bumi hebat dan tsunami raksasa menghancurkan Aceh dan kawasan sekitarnya. Gelombang raksasa juga mencapai kawasan wisata di Thailand, Sri Lanka dan sebagian India.
Iklan
"Kejadiannya seperti baru terjadi kemarin"", kata Nasrul Affan sambil menyeka air mata. "Tak ada hari, tanpa saya memikirkan peristiwa itu", ucapnya lirih.
Pria berusia 42 tahun dari Aceh itu selamat dari terjangan tsunami sepuluh tahun lalu. Nasrul sempat terseret ke laut, tapi dia berhasil berenang kembali ke pantai. Istri dan dua anaknya hilang, mereka tidak pernah ditemukan.
Tsunami tahun 2004 menewaskan lebih dari 230.000 korban di 14 negara, terutama di Asia Tenggara. Korban tewas berasal dari berbagai negara, termasuk banyak turis dari Eropa yang sedang berlibur di Asia. Sekitar 540 warga Jerman yang dilaporkan tewas.
Tragedi terburuk dialami Indonesia, dengan lebih dari 130.000 orang yang dinyatakan tewas. Tapi dengan jumlah orang yang masih dinyatakan hilang, korban seluruhnya di Indonesia dipekirakan mencapai 170.000 orang. Lebih setengah juta orang menjadi pengungsi.
Desa tempat tinggal Nasrul adalah kawasan yang paling parah diterjang tsunami. Dari sekitar 2000 penduduk, hanya ada 200 yang selamat. Kebanyakan yang selamat, sekitar 80 persen, adalah pria.
Pemandangan mengerikan
"Bahkan bagi kami dari tim penolong, yang biasa kerja di kawasan bencana, situasi saat itu adalah pemandangan mengerikan", kata Roland Hansen dari organisasi bantuan Jerman, Malteser International. Dia beberapa kali datang ke Aceh.
Tim Roland Hansen bekerja di kawasan Lhokseumawe dan membangun kembali dua desa. Selain itu, mereka membangun jalur penyelamatan, jika Tsunami kembali mengancam. Tahun 2007, dimulai program bantuan kredit usaha kecil, agar perekonomian lokal bisa bangkit lagi.
Kasmiwati Abdul Hamid menceritakan: "Tsunami mengubah hidup kami hanya dalam beberapa menit. Banyak keluarga dan teman kami yang tewas". Ibu dengan empat anak ini sekarang bisa membuka usaha menjual krupuk, dengan bantuan kredit usaha kecil.
Masalah status hukum
Masalah rumit lain yang dihadapi penduduk adalah status hukum yang tidak jelas. Misalnya soal kepemilikan tanah. Karena banyak orang tewas dan banyak dokumen resmi musnah, banyak orang sekarang tidak bisa membuktikan hak miliknya atas tanah atau bangunan.
Kilas Balik 2014: Bencana dan Musibah
Dunia mencatat serangkaian tragedi selama 2014. Mulai dari kecelakaan kapal feri di Korea Selatan hingga wabah Ebola di Afrika Barat. Berikut sederet musibah yang sempat mencuri perhatian publik dunia
Foto: picture-alliance/AP Photo/F.R. Malasig
Sinabung Mengamuk, Sumatera
Tiga ledakan besar tercatat berasal dari Gunung Sinabung sejak Januari hingga Oktober. Ledakan pertama pada 4 Januari mengusir 20.000 penduduk dari kediamannya masing-masing. Mengira bahaya telah berlalu, akhir Januari penduduk pun dipulangkan. Namun sehari berselang Sinabung memuntahkan awan panas dan mengubur 14 orang. Tiga lainnya meninggal dunia setelah dirawat akibat luka bakar.
Foto: Reuters/YT Haryono
Letusan Gunung Kelud, Indonesia
Kelud terbangun dari tidur panjangnya pada pukul 22:50, 13 Februari silam. Ledakan yang terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta yang berjarak 200 dari pusat letusan, membawa hujan debu vulkanik ke kota dan pedesaan di Jawa Tengah. Empat orang dinyatakan tewas. Pemerintah terpaksa menutup beberapa bandar udara di Jawa.
Foto: Reuters
Wabah Ebola, Afrika Barat
Wabah Ebola yang mengamuk di Afrika Barat adalah yang terbesar dalam sejarah. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan terdapat 17.100 kasus penularan. Hingga akhir November, tercatat 6100 orang meregang nyawa akibat virus mematikan itu. Wabah berawal bulan Februari silam di Guinea dan menyebar cepat di Liberia dan Sierra Leone.
Foto: picture-alliance/AA/Mohammed Elshamy
Misteri Hilangnya MH 370, Malaysia
Insiden yang melibatkan penerbangan bernomer MH 370 milik maskapai Malaysia Airlines tercatat sebagai "misteri terbesar dalam sejarah penerbangan." Bertolak dari Kuala Lumpur dengan tujuan Beijing pada 8 Maret, pesawat bertipe Boeing 777-200ER ini menghilang dari radar. Hingga saat ini MH 370 beserta 239 penumpang dan awak kapal masih belum ditemukan.
Foto: Reuters
Tenggelamnya MV Sewol, Korea Selatan
Kisah muram memenuhi halaman depan surat kabar dunia ketika pada 16. April 2014, kapal feri Sewol yang mengangkut 476 penumpang dikabarkan karam. Kapal berbobot 6,5 ton itu sejatinya akan tiba di Jeju setelah bertolak dari Incheon. Namun di tengah jalan, kapal tenggelam dan menewaskan 302 penumpang, sebagian besar adalah murid sekolah menengah atas berusia 16 hingga 17 tahun.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Longsor Salju di Mount Everest, Nepal
Ketika pagi menyapa gunung Everest pada 18 April silam, sebuah longsor salju melumat 16 orang Sherpa asal Nepal. Hingga pencarian dihentikan tiga jenazah masih dinyatakan hilang. Insiden itu memicu aksi protes Sherpa yang menuntut moratorium wisata Everest. Namun kisah muram itu tidak berakhir. Pada 14 Oktober, sedikitnya 46 pendaki tewas lantaran terjebak badai salju di puncak Annapurna I.
Foto: picture-alliance/dpa
Kecelakaan Tambang Soma, Turki
Pada 13 Mai, sebuah ledakan mengurung 787 buruh di tambang batu bara Soma, timur laut Turki. 486 orang berhasil selamat, sementara 302 lainnya ditemukan tewas tiga hari kemudian. Penyelidikan oleh Kejaksaan menyebut api berasal dari batu bara yang terbakar. Ironisnya dua pekan sebelumnya, buruh tambang telah mewanti-wanti pemerintah soal keamanan kerja. Namun peringatan itu tidak dihiraukan.
Foto: Reuters
MH 017 Terjebak di Tengah Konflik, Ukraina
Tidak sampai tiga bulan setelah hilangnya MH370, Malaysia Airlines kembali mencatat tragedi. Pada 17 Juli pesawat MH017 yang bertolak dari Amsterdam, Belanda, jatuh di timur Ukraina. Separatis Ukraina diduga menembak jatuh pesawat tersebut. Hingga kini pihak penyidik masih berupaya mengungkap misteri di balik jatuhnya MH017. 313 penumpang dan awak kapal, di antaranya 80 anak-anak, dinyatakan tewas
Foto: Reuters
Siklon Hagupit, Filipina
Berbeda dengan badai Haiyan tahun lalu, kali ini Filipina telah sigap menyambut kedatangan siklon Hagupit yang mengamuk, 9 Desember lalu. Kendati begitu korban jiwa tetap tidak terelakkan. Sedikitnya 21 orang dinyatakan tewas oleh Palang Merah Internasional.
Foto: picture-alliance/AP Photo/F.R. Malasig
9 foto1 | 9
Terutama anak-anak yang kehilangan orangtua menghadapi masalah pelik, kata Martin Kesseler, koordinator organisasi bantuan Diakonie. Bersama-sama dengan organisasi lokal "Kata Hati", mereka kini membangun rumah untuk sekitar 70 keluarga yang mengangkat anak yatim piatu.
Kesulitan para anak yatim piatu adalah, menurut hukum Indonesia seseorang yang belum dewasa tidak bisa memiliki tanah atau bangunan. "Kata Hati" berusaha berunding dengan pemerintahan lokal agar anak-anak itu tetap bisa mempertahankan hak miliknya.
Jadi mereka bisa menyewakan rumahnya dan pemasukan dari sewa rumah bisa digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak itu.
"Masih banyak masalah status hukum seperti ini", kata Raihal Fajri, direktur "Kata Hati". "Kita harus memperjuangkan soal hak milik ini ketika mereka masih anak-anak", tambahnya. Karena banyak anak-anak korban tsunami yang sudah remaja dan sekarang kehilangan harta dan hak miliknya.