Dalam usia berkarya di luar negeri mereka tetap memikirkan masa depan Indonesia. Para kaum usia produktif ini tak sungkan memberi masukkan bagaimana menjadikan Indonesia negara demokrasi yang maju.
Iklan
Tinggal dan hidup di Jerman bagi sebagian Warga Negara Indonesia (WNI) juga berarti membangun karir. Banyaknya bidang terapan serta regulasi yang jelas di Jerman membuat banyak lapangan pekerjaan dapat diisi oleh warga negara asing.
Indonesia sendiri memiliki organisasi yang menampung para akademisi, profesional hingga ahli di Jerman. Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia(IASI) dibentuk atas dasar untuk membangun Indonesia dengan bakat, kemampuan, jaringan dan dukungan aktif para anggotanya.
Hal tersebut setidaknya sedang diperjuangkan oleh Ketua IASI, Yudi Ardianto. Menurutnya sebagai negara demokrasi, hendaknya Indonesia dan Jerman dapat saling belajar untuk sama-sama membangun. "Jerman menurut saya adalah salah satu contoh negara terbaik yang menerapkan prinsip ideologi sosialis demokrat yang terus diuji dari waktu ke waktu menuju sistem yang lebih baik,” kata pria yang pernah bekerja di PT IPTN Bandung (sekarang PT. Dirgantara Indonesia) tersebut.
Untuk pemerintah Indonesia sendiri agar dapat menjamin kehidupan para pekerja di tanah air dan menggenjot kontribusinya terhadap negara "dapat belajar dari sistem asuransi kesehatan atau ketenagakerjaan sertasistem pemungutan pajak di Jerman,” kata pria yang kini tetap berkarir pada bidang dirgantara di Jerman. Dengan begitu kehidupan para profesional di Indonesia terjamin serta pembangunan nyata pun dapat terlaksana dan dirasakan langsung oleh rakyat.
Bagi Yudi, Pemilu 2019 yang segera digelar berarti masa depan bagi Indonesia. "Sangat penting karena diaspora ingin Indonesia menjadi negara maju, makmur, beradab dan berkeadilan . Ini hanya bisa diwujudkan bila presiden terpilih mempunyai komitmen tinggi mencapai tujuan tersebut,” kata pria yang kini bermukim di Hamburg tersebut. (ts)
Wawancara dilakukan oleh Geofani Anggasta dan Rizki Nugraha.
Diskusi Pemilu Presiden 2019 Ala Milenial Indonesia di Jerman
Diskusi seputar Pemilu 2019 kerap mereka lakukan. Dengan diskusi yang mengedepankan nilai positif dari masing-masing calon presiden, mereka percaya Pemilu 2019 akan menjadi pesta demokrasi yang meriah dan menyenangkan.
Foto: DW/R. A. Putra
Pengalaman berharga
Mengikuti Pemilu 2019 di luar negeri yang akan dialami pertama kali oleh empat sekawan Ardan, Qinta, Sina dan Kevin membuat mereka bersemangat. “Kami antusias sekali pada Pemilu ini, ditambah lagi kami sedang di luar negeri, suasananya berbeda, cara memilihnya berbeda,” kata mahasiswa Indonesia bernama lengkap Hamzah Shafardan tersebut.
Foto: DW/R. A. Putra
Berdiskusi untuk masa depan Indonesia
Kondisi politik Indonesia serta banyaknya berita hoax, mendorong mereka sering mengadakan diskusi membahas pemberitaan seputar Pemilu Presiden 2019. “Kita biasa lihat berita dari media sosial contohnya Instagram atau Youtube tentang Pemilu Presiden. Dari situ muncul diskusi tentang kandidat mana yang pantas kita pilih,” kata mahasiswa Universität Bonn asal Tangerang, Kevin Olindo.
Foto: DW/R. A. Putra
Tukar pikiran tentang calon presiden
Dikotomi politik yang begitu kentara di tanah air terkadang membuat mereka jengah. Menurut Qinta Kurnia Fathia “Kita semua pasti menginginkan pilihan yang terbaik, jadi lebih baik kita bertukar pikiran berfokus pada nilai positifnya dibanding saling menjatuhkan”.
Foto: DW/R. A. Putra
Saling menghormati pilihan masing-masing
Walau mereka sering berdiskusi, pilihan politik masing-masing individu tentu berbeda. Namun mereka tidak pernah mempersoalkan hal tersebut. “Bila kita memperdebatkan pilihan politik orang lain, itu tidak etis. Setiap orang memiliki hak untuk berpendapat dan memilih sesuai yang ia yakini,” kata Ardan.
Foto: DW/R. A. Putra
Pendidikan yang utama
Sebagai mahasiswa mereka sangat berharap, presiden yang terpilih nantinya akan makin memperhatikan dunia pendidikan di Indonesia. Seperti yang diungkapkan Sinatryasti Purwi Agfianingrum, “yang jelas presiden yang bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, juga dapat meningkatkan mutu sumber daya manusianya melalui pendidikan”. (Rizki Akbar Putra/yp/as)