Ketika melakukan kekerasan, kelompok ‘Islam ekstrim' kerap beralasan membela “agama, kitab suci, atau Tuhan”. Benarkah yang mereka lakukan demi membela hal tersebut? Berikut perspektif Sumanto al Qurtuby.
Iklan
Sering kita mendengar alasan, atau tepatnya klaim, sejumlah kelompok “Islam ekstrim” ketika melakukan aksi-aksi kekerasan (baik kekerasan fisik, kultural, maupun simbolik) terhadap berbagai kelompok agama di luar mereka (baik non-Muslim maupun kaum Muslim itu sendiri) adalah demi membela agama (Islam) atau demi membela Kitab Suci (Al-Qur'an). Dan yang lebih “fenomenal” lagi, demi membela Tuhan (Allah SWT).
Tetapi pertanyaanya: betulkah apa yang mereka lakukan itu “demi membela agama” atau “demi membela kitab suci” atau “demi membela Tuhan”? Semakin jauh, dalam dan detail kita mengamati tindakan, perilaku dan gerak-gerik mereka (baik perkataan maupun perbuatan), maka kita akan semakin tahu bahwa sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu sebetulnya bukan demi agama, Kitab Suci, apalagi Tuhan.
Lebih tepatnya, aksi-aksi kekerasan yang mereka lakukan itu sering kali, jika bukan selalu, untuk membela tafsir (tentang) agama bukan agama itu sendiri, untuk membela tafsir (tentang) Kitab Suci bukan Kitab Suci itu sendiri, serta untuk mempertahankan tafsir (tentang) Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.
Tidak sebatas itu, bahkan sering kali kekerasan komunal antarpemeluk agama atau kekerasan atas pemeluk agama tertentu dipicu oleh faktor-faktor yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan ajaran, doktrin, dan norma-norma keagamaan.
Demi egoissme dan hawa nafsu
Kekerasan juga sering kali demi menuruti hawa nafsu dan egoisme kelompok tertentu umat beragama, tidak ada korelasinya dengan ajaran-ajaran fundamental agama. Teks-teks keagamaan hanya dicatut atau dipakai sebagai pembenar seolah-olah tindakan beringas dan konyol yang mereka lakukan itu mendapat “mandat” atau restu dari Tuhan.
Kehancuran Mekkah dan Madinah
Sejak menguasai dua kota suci, Mekkah dan Madinah, kerajaan al Saud secara sistematis menghancurkan berbagai situs bersejarah Islam. Langkah itu tidak cuma digerakkan oleh kepentingan bisnis haji, tapi juga keyakinan
Foto: picture-alliance/dpa/afp/Naamani
Ambisi Haji
Sejak jatuhnya harga minyak, pemerintah Arab Saudi ingin lebih cepat mengembangkan wisata Haji sebagai salah satu pondasi perekonomian. Salah satu proyek terbesar adalah perluasan Masjid al Haram di Mekkah dan pembangunan berbagai hotel berbintang di sekitarnya. Namun proyek tersebut bergulir dengan mengorbankan berbagai situs bersejarah dari era kelahiran Islam.
Foto: picture-alliance/dAP Photo/K. Mohammed
Makam Khadijah
Isteri pertama nabi Muhammad S.A.W, Khadijah binti Khuwaylid dimakamkan di kompleks pemakaman Jannatul Mualla di Mekkah. Namun tahun 1925, kompleks tersebut dibuat rata dengan tanah oleh Raja Ibn Saud. Termasuk yang menghilang adalah kubah yang menaungi makam Khadijah R.A.
Benteng Ayjad
Benteng yang tampak pada sisi kiri gambar dibangun tahun 1780 oleh kesultanan Utsmaniyah untuk melindungi Kabah dari serangan kelompok bandit yang kebanyakan berfaham Wahabi. Tahun 2002 kerajaan Arab Saudi menghancurkan benteng historis itu untuk membangun hotel berbintang lima, Mecca Royal Hotel Clock Tower. Langkah tersebut mengundang kecaman dunia. Namun Riyadh bergeming
Foto: public domain
Rumah Khadijah
Tidak cuma makam Khadijah yang dibuldozer kerajaan Arab Saudi, rumahnya yang terletak di dekat bukit Marwah juga lenyap pada saat perluasan Masjid al Haram. Kini lokasi tersebut diyakini telah menjadi toilet umum. Menurut catatan sejarah, nabi Muhammad tinggal selama lebih dari 20 tahun di rumah isteri pertamanya itu.
Foto: Fayez Nureldine/AFP/Getty Images
Maqbaratul Baqi'
Pemakaman historis ini antara lain menjadi pembaringan terakhir buat sejumlah keluarga nabi Muhammad dan juga khalifah ketiga, Uthman bin Affan. Kompleks pemakaman Al-Baqi' terutama dipercantik pada era kekhalifahan bani Umayyah. Tapi tahun 1926 raja Ibnu Saud memerintahkan pembongkaran musoleum dan makam, serta membuat kompleks al-Baqi' rata dengan tanah.
Foto: public domain
Petaka di Gunung Uhud
Termasuk makam yang dihancurkan adalah milik Hamza ibn ‘Abdul-Muttalib, paman nabi Muhammad yang meninggal dalam perang Uhud. Kompleks bersejarah di utara Mekkah itu kini dipagar. Pemerintah Arab Saudi juga menutup enam masjid di sekitar gunung Uhud, di mana nabi Muhammad diklaim pernah beribadah. Masjid ke tujuh, milik khalifah Abu Bakar as-Siddiq, dirubuhkan dan kini menjadi rumah ATM
Foto: Public Domain
Daftar Panjang
Daftar situs bersejarah Islam yang hancur oleh monarki Arab Saudi antara lain rumah kelahiran cucu nabi Muhammad, Hassan dan Hussein, makam Amina binti Wahab, ibu nabi Muhammad, kompleks makam Banu Hashim dan berbagai masjid atau makam yang dikhawatirkan bakal dijadikan tempat ziarah kaum Syiah.
Foto: Getty Images/AFP
Bayang-bayang Wahabisme
Penghancuran situs bersejarah Islam oleh kerajaan Arab Saudi tidak cuma digerakkan oleh motivasi bisnis semata, melainkan juga oleh faham Wahabisme yang melarang ziarah makam. Majelis Ulama Arab Saudi misalnya ikut berperan sebagai konsultan dalam berbagai proyek konstruksi di Mekkah dan Madinah.
Foto: picture-alliance/AP Photo
8 foto1 | 8
Misalnya, apakah masalah toa (loudspeaker) masjid itu ada hubungannya dengan ajaran agama Islam? Sama sekali tidak ada, bukan? Toa adalah barang profan-sekuler bukan sakral-agamis karena ia merupakan produk kebudayaan manusia, tepatnya manusia kontemporer. Nabi Muhammad sendiri jelas tidak pernah memakai toa karena memang waktu itu belum ada teknologi pengeras suara ini.
Tetapi kenapa gara-gara “insiden toa”, sekelompok umat Islam di Tanjung Balai, Sumatra Utara, bisa menjadi kalap dan gelap mata melakukan pengrusakan atas sejumlah kelenteng dan wihara? Apakah aksi-aksi kekerasan dalam bentuk penjarahan dan vandalisme itu merupakan tindakan pembelaan sebuah agama atau nilai-nilai keislaman? Tentu saja tidak.
Tafsir sesat atau kafir secara sepihak
Hal lain misalnya tentang status “kesesatan” umat agama atau pemeluk sekte keislaman tertentu yang juga sering dijadikan sebagai argumen oleh sejumlah kelompok “Islam ekstrim” untuk melakukan aneka tindakan kekerasan, lagi-lagi, atas nama (membela kemurnian) agama, Kitab Suci, dan Tuhan. Padahal, label sesat, kafir, bid'ah dan semacamnya adalah jelas hanyalah sebuah tafsir atas teks, ajaran, diskursus, dan sejarah keagamaan yang bersifat terbatas, relatif-subyektif dan bahkan politis.
Terbatas karena tidak semua kawasan dimana umat Islam tinggal ikut menuding sesat sebuah kelompok atau sekte yang dianggap sesat oleh kelompok lain. Tentang Syiah dan Ahmadiyah misalnya yang sering dikafir-sesatkan oleh sejumlah kelompok Islam ternyata banyak daerah dan negara di dunia ini yang sangat “welcome” dengan mereka.
Di Wonosobo (begitu pula di daerah-daerah lain di Jawa Tengah seperti Semarang, Jepara dan sebagainya) umat Syiah dan Ahmadiyah hidup adem-ayem dengan umat lain. Di Qatar dan Oman, warga Syiah juga hidup dengan aman dan nyaman berdampingan dengan pemeluk Sunni dan Ibadi sebagai kelompok mayoritas di kedua negara di kawasan Arab Teluk ini. Begitu pula di berbagai kawasan Islam di China dan Asia Tengah, lebih-lebih di negara-negara Barat, umat Islam hampir-hampir tidak mempersoalkan sama sekali “status teologis” atau “legalitas keislaman” Syiah, Ahmadiyah dan sekte-sekte keislaman lain.
Keluarga Muslim Jaga Gereja Makam Suci
Meski terdapat enam golongan Kristen saling berbagi Gereja Makam Suci di Yerusalem, kunci gereja dipercayakan pada keluarga Muslim, yang selama ratusan tahun menjaga gereja itu.
Foto: picture-alliance/dpa
Gereja Makam Kudus
Inilah Gereja Makam Kudus atau gereja makam Suci di Yerusalem (The Holy Sepulchre). Ini merupakan sebuah gereja Kristen di Kota Tua Yerusalem, yang dipercaya orang Kristen sebagai tempat Yesus disalib, dimakamkan dan dan mengalami kebangkitan.
Foto: Reuters/Cohen
Enam Golongan Kristen
Gereja ini terbagi dalam enam golongan Kristen, yakni Ortodoks Yunani, Ortodoks Armenia, Katholik, Ortodoks Siria, Ortodoks Koptik Aleksandria-Mesir, dan Ortodoks Ethiopia Tewahedo. Katholik Roma, Yunani, dan Armenia -- memegang 70 persen kepemilikan gereja. Tak jarang terjadi percekcokan di antara mereka.
Foto: Reuters/Cohen
Alasan manajemen
Ke-6 golongan Kristen yang berbagi gereja ini sulit menyepakati banyak masalah praktis seperti perbaikan, bahkan pembersihan gereja. Ada kekuatiran bahwa jika salah satu dari mereka memegang kunci, mereka bisa saja mengunci agar yang lain tak bisa masuk. Maka salah satu alasan ini diyakini sebagai alasan kunci diserahkan pada keluarga Muslim.
Foto: G.Tibbon/AFP/Getty Images
Tradisi Nenek Moyang
Nusseibeh adalah keluarga Muslim Yerusalem kuno -- yang turun-temurun dari zaman Nabi Muhammad. Mereka memegang kunci Gereja Makam Suci di Yerusalem. Dua jam setelah matahari terbenam, mereka mengunci gereja dan membukanya sebelum fajar, setiap pagi. Ini tradisi sejak zaman nenek moyang mereka selama ratusan tahun. Keluarga Nusseibeh sendiri tinggal di luar Kota Tua.
Foto: picture-alliance/Marius Becker
Sang Penjaga
Wajeeh Nusseibeh adalah penjaga pintu saat ini. Keluarganya telah melakukannya lebih dari 1.300 tahun, meskipun ada satu celah selama 88 tahun, ketika Tentara Salib Kristen memerintah Yerusalem pada abad ke-12. Kisah tetntang ini pernah difilmkan dengan judul: Im Haus Meines Vaters Sind Viele Wohnungen (Di Rumah Bapakku Banyak Apartemen).
Foto: X-Verleih
Harus Pulang tepat Waktu
Para biarawan yang tinggal di dalam harus tepat waktu untuk pulang. Jika tidak, terpaksa bermalam di tempat lain. Ini ritual terperinci. Ritualnya, begitu pintu dari kayu tebal ditutup, seorang biarawan di dalam mendorong tangga lewat lubang yang sengaja dibangun, sehingga orang dari luar hanya bisa memanjat untuk mencapai kunci paling atas.
Foto: picture alliance/Bildagentur huber
Peziarah datang dari Segala Penjuru
Peziarah datang dari berbagai penjuru dunia. Banyak di antara mereka yang terharu saat menyentuh batu di pintu masuk, dimana tubuh Yesus dibaringkan setelah diturunkan dari kayu salib. Setiap masa prosesei keagamaan, gereja ini dipadati peziarah.
Foto: Reuters/Cohen
Di Bawah Satu Atap
Biarawan dari gereja Armenia memulai prosesi di sekitar makam, sementara para biarawan Katholik berjarak tak jauh di depan mereka. Ibarat kompetisi bagi telinga Tuhan. Ini satu-satunya gereja di dunia dimana gereja timur dan barat memuji Tuhan, di bawah atap yang sama, pada saat bersamaan.Tentu saja terkadang ada beberapa perbedaan pendapat.
Foto: Tibbon/AFP/Getty Images
Dari Perselisihan Hingga Kekerasan
Terkadang, perbedaan pandangan berujung pada kekerasan, seperti pada perayaan Paskah Ortodoks tahun 1995. Tampak polisi Israel baku hantam dengan pemuda Kristen yang ambil bagain dalam perayaan itu. Pada umumnya konflik terjadi karena sengketa batas wilayah. Pihak yang satu cemas jika pihak yang lain mencoba melanggar batas wilayah yang bukan miliknya.
Foto: AP
9 foto1 | 9
Status “kafir-sesat” juga sangat relatif-subyektif karena terbukti tidak semua umat Islam turut mengkafir-sesatkan sebuah kelompok atau sekte keagamaan tertentu. Kita bisa saja memandang sesat atas praktik keagamaan orang lain. Tetapi sadarkah kita bahwa orang lain itu juga bisa jadi memandang sesat terhadap praktik keagamaan yang kita lakukan. Jadi tidak ada label “kafir-sesat” yang bersifat “obyektif” dan “inheren” karena faktanya apa yang kita anggap “benar” dan “legitimate” itu belum tentu dianggap “benar” dan “legitimate” di mata orang lain.
Motivasi politik bukan keagamaan
Terakhir, label “kafir-sesat” itu juga sangat politis. Sering kali agama hanya dijadikan sebagai “stempel sakral” kepentingan politik-kekuasaan. Kasus mencap sesat praktik tasawuf dan tarekat Sufi oleh sejumlah rezim, ormas dan kelompok Islam dalam sejarah keislaman klasik dan kontemporer misalnya karena dilatarbelakangi oleh potensi kritik sosial dan pemberontakan kaum Sufi.
Dalam sejarah keislaman, kelompok Sufi adalah salah satu kelompok keagamaan yang paling keras dalam mengkritik aneka praktik tiran-despotik, keserakahan, dan korupsi para rezim politik Islam serta praktik hedonisme dan “cinta duniawi” kaum Muslim urban. Ordo-ordo Sufi dalam berbagai negara juga menjadi pioner pemberontakan politik atas pemerintah kolonial dan kekuasaan otoriter lainnya. Oleh karena itu bisa dimaklumi kenapa di kemudian hari sejumlah kelompok politik-agama melarang ajaran Sufisme dan tarekat Sufi.
Perseteruan Sunni-Shiah juga lebih didorong oleh motivasi politik ketimbang masalah teologi-keagamaan. Dalam sejarahnya, Syiah sendiri awalnya adalah sebuah “partai politik” bukan “partai agama”. Baru belakangan terutama setelah pendirian berbagai dinasti yang berafiliasi Sunni maupun Syiah, muncul beragam label teologi-keagamaan atas kedua sekte Islam ini.
Dulu, pendirian madrasah-madrasah sejak abad ke sebelas di Arabia (Hijaz), Irak, Suriah, Mesir, dan Afrika Utara terutama dimaksudkan sebagai markas penggemblengan kaum Muslim dan basis indoktrinasi Hukum Islam mazhab Sunni karena dipicu oleh kekhawatiran meluasnya pengaruh politik-ekonomi-budaya-keagamaan dari Dinasti Syiah Fatimiyah (berpusat di Mesir) dan Buwaiyah (berpusat di Irak). Pioner pendirian madrasah Sunni ini adalah Mahmud Ghazni (w. 1030) dari Dinasti Ghaznawiyah dan Abu Ali Hasan bin Ali Tusi yang dikenal dengan sebutan Nizam al-Muluk (w. 1092) dari Dinasti Saljuk.
Serangan Teror di Eropa
Sejak satu dekade terakhir serangan teror radikal Islamis terus menyasar Eropa. Sebuah Kronologi dalam gambar.
Foto: AP
November 2015 Paris
Serangan yang terjadi pada Jumat (13/11/15) malam merupakan aksi paling berdarah yang mengguncang Perancis setelah Perang Dunia II satu tusukan bagi Perancis. Sedikitnya 130 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan yang dilancarkan ISIS di tujuh lokasi di Paris. Polisi melaporkan 8 pelaku serangan teror tewas; 7 diantaranya meledakkan diri.
Foto: Getty Images/AFP/K. Tribouillard
Serangan Terhadap Kebebasan Berpendapat
Serangan terhadap mingguan Charlie Hebdo 7 Januari 2015 dinilai para politisi dunia sebagai identik dengan serangan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Pimpinan redaksi Stephane Charbonnier alias "Charb" dan sejumlah karikaturis utama majalah itu tewas akibat serangan tersebut. Charb dipuji sebagai pejuang kebebasan pers yang berani dan pantang mundur.
Foto: DW/Bernd Riegert
Januari 2015 Paris
Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan ke Kantor mingguan satir "Charlie-Hebdo" di Paris um. Pelaku masih diburon. Motifnya diduga balas dendam atas publikasi Karikatur Nabi Muhammad dan Karikatur pimpinan ISIS Abubakar al Bhagdadi oleh majalah tersebut. Seluruh dunia mengutuk aksi teror barbar tersebut.
Foto: A. Gelbard/AFP/Getty Images
Maret 2004 Madrid
Sejumlah bom meledak di empat kereta dan satu trem bawah tanah di ibukota Spanyol 11 Maret 2004. Sedikitnya 191 orang tewas dan 1.8000 cedera. Pelakunya secara simbolis diganjar hukuman 43.000 tahun penjara. Di Spanyol berlaku peraturan bagi pelaku kejahatan berat dengan ganjaran hukuman tertinggi 40 tahun.
Foto: AP
Juli 2005 London
Saat jam sibuk tanggal 7 Juli 2005 empat teroris radikal Islamis melancarkan serangan teror nyaris berbarengan mengguncang ibukota Inggris. Tiga pelaku serangan bunuh diri meledakkan sebuan kereta bawah tanah dan seorang lagi meledakkan sebuah bus kota bertingkat. Sedikitnya 52 orang tewas termasuk keempat teroris.
Foto: picture-alliance/dpa/P. MacDiarmid
September 2005 Denmark
Tanggal 30 September 2005 harian Denmark "Jylannds Posten" mempublikasikan 12 karikatur yang mengkritik Islam. Salah satunya Karikatur Nabi Muhammad yang mengenakan sorban berupa bom. Publikasi ini memicu aksi protes di seluruh negara Islam sebagian dengan kekerasan dan membuat pemerintah Denmark dan Eropa waspada.
Foto: picture-alliance/dpa
Desember 2010 Stockholm
Menjelang Natal pada 11 Desember 2010 dua bom meledak di pusat perbelanjaan yang ramai di ibukota Swedia. Dua pejalan Kaki cedera. Pelakunya pemuda berusia 28 tahun keturunan Irak membunuh diri. Semula diduga aksi dilakukan pelaku tunggal, tapi belakangan diketahui pelaku memiliki komplotan.
Foto: AFP/Getty Images/J. Nackstrand
November 2011 Paris
Mingguan satir Perancis "Charlie Hebdo" pada November 2011 jadi sasaran serangan bom molotov yang dilemparkan ke ruang redaksi. Saat itu tidak ada korban cedera. Pelaku serangan hingga kini tidak tertangkap. Motif serangan diduga publikasi terkait karikatur yang mengritik Islam. Mingguan satir ini terkenal dengan karikaturnya yang mengritik semua agama besar.
Foto: picture-alliance/abaca
Maret 2012 Toulouse
Antara 11 hingga 22 Maret 2012 seluruh Perancis dicekam ketakutan. Mula-mula seorang lelaki Yang menunggang skuter menembak dua orang serdadu. Delapan hari kemudian tiga siswa dan seorang Guru sekolah Yahudi ditembak mati. Tanggal 22 Maret polisi menyerbu rumah pelaku dan dalam aksi baku tembak pelaku berhasil dibunuh.
Foto: AP
Mei 2014 Brussel
Seorang pria melakukan aksi penembakan membbi buta di jalan masuk Musium Yahudi di Brussel 24 Mei 2014. Empat orang tewas dan pelaku berkewargaan Perancis berhasil kabur. Balakangan pelaku tertangkap di Perancis dan diekstradisi ke Belgia. Pelaku adalah eks jihadis di Suriah dan pernah dipenjara karena merampok.
Foto: Reuters
September 2014 Brussel
September 2014 sebuah serangan ke gedung Komisi Uni Eropa berhasil digagalkan. Pelaku tunggal diduga gagal berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Setelah serangan itu, sejumlah negara Eropa meningkatkan kewaspadaan terhadap para eks jihadis pendukung ISIS yang balik kembali ke negara asalnya di Eropa.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/M. Dairieh
11 foto1 | 11
Dalam konteks kontemporer, perseteruan politik Saudi-Iran kemudian melebar menjadi bara yang menyulut provokasi Sunni-Syiah di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Padahal, jauh sebelum kaum Salafi-Wahabi menginjakkan kaki di Indonesia, komunitas Syiah sudah terlebih dahulu (bahkan jauh sebelum masa kolonial Eropa) mendarat disini dan membaur dengan masyarakat setempat sehingga menciptakan sebuah “kebudayaan Islam creole” yang mengandung unsur-unsur Islam, Syiah, dan lokal (baca, Nusantara).
Jadi dengan demikian apa yang sering diklaim oleh (sebagian) umat Islam sebagai “nilai-nilai agama” yang dinilai suci dan religius dan dibela mati-matian bahkan sampai rela melakukan kekerasan dan beragam kejahatan kemanusiaan itu pada dasarnya adalah sebuah “nilai-nilai budaya” yang bersifat sekuler dan profan. Pasalnya semua itu merupakan hasil interpretasi dan rekonstruksi pemikiran elit individu (seperti ulama dan fuqaha atau ahli Hukum Islam) serta produk sejarah pengalaman kemanusiaan dan kemasyarakatan kaum Muslim saat bersinggungan dengan fakta-fakta sosial-politik-kebudayaan sekitar. Karena itu, sekali lagi, bukan agama melainkan tafsir agama yang sering kali menjadi sumber pemicu dan peletup beragam kekerasan dan tindakan intoleransi yang dilakukan oleh sejumlah kelompok agama radikal-konservatif di masyarakat. Wallahu ‘alam bi shawab.
Penulis: Sumanto al Qurtuby, Senior Research Scholar di Middle East Institute, National University of Singapore, dan Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi
@squrtuby
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Peliharalah, Bukan Merusak
Baik Islam, Buddha. Hindu, Kristen, Katholik dan Yahudi, memiliki kitab suci yang memberikan petunjuk dalam kehidupan. Di dalamnya mengajarkan para pengikut agama tersebut untuk merawat bumi dan lingkungannya.
Foto: Jody McIntryre / CC-BY-SA-2.0
Melestarikan Ciptaan
Adam dan Hawa di Taman Eden: Kristen dan Yahudi meyakini memelihara ciptaan Tuhan adalah satu tugas yang Tuhan percayakan kepada manusia: "Dan Tuhan menempatkannya di Taman Eden untuk bekerja dan memelihara taman itu" .(Alkitab: Kejadian 2: 15)
Foto: Jonathan Linczak / CC BY-NC-SA 2.0
Yahudi dan Kristen Alkitab berbagi pesan kunci
Kisah penciptaan diceritakan dalam perjanjian lama Kitab Musa. Kitab pertama Musa adalah bagian dari kitab Taurat, bagian pertama dari kitab Yahudi, yang disebut Tanakh.
Foto: Lawrie Cate / CC BY 2.0
Buku paling laku di dunia
Kisah penciptaan juga bagian sentral dari Perjanjian Lama dalam kitab suci umat Kristen, yang menjalin bagian-bagian dari teks-teks suci Yahudi. Alkitab adalah teks tertulis yang paling banyak digunakan dan paling sering dipublikasikan di dunia.
Foto: Axel Warnstedt
"Aturan ketertiban" manusia
"Dan Allah memberkati mereka, lalu berfirman: Beranakcuculah dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukkannya. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi "(Alkitab, Kejadian 1: 28).
Foto: Axel Warnstedt
Bekerja dengan berhati-hati atas ciptaannya
Dalam Islam, ciptaan Allah harus dilindungi. Manusia dapat memanfaatkannya, tapi dengan secara baik: "Matahari & bulan beredar menurut perhitungan, bintang-bintang dan pohon-pohon tunduk pada-Nya. Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca keadilan. Jangan ganggu keseimbangannya. Tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu menguranginya". (Al Qur‘an, Surat 55, 3-10)
Foto: sektordua / CC BY 2.0
Jangan sebabkan kerusakan di muka bumi
Al-Qur'an berisi petunjuk khusus dan rinci bagi umat Muslim. Banyak petunjuk di dalamnya yang langsung berkaitan dengan masalah lingkungan dan alam. Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". (Al Qur'an, Surat Al-Baqarah: 2, 11)
Foto: Axel Warnstedt
Hindu dalam siklus abadi
Dalam semuanya bergerak dalam siklus di mana masing-masing komponen – kelahiran atau kematian, terlihat atau tidak terlihat – semua terulang secara terus-menerus. Manusia adalah bagian dari dunia ini, statusnya sama seperti makhluk hidup lainnya.
Foto: public domain
Selalu menjaga keseimbangan
Keseimbangan alam harus dipertahankan. Siapa yang sudah mengambil sesuatu, harus mengembalikannya. Dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup: "…dengan pengorbanan, Dewa akan memberkati apa yang kamu butuhkan. Ia yang menikmati apa yang para dewa beri, tanpa memberi imbalan sesungguhnya adalah pencuri . "(Bhagavad Gita 3:12)
Foto: Jody McIntryre / CC-BY-SA-2.0
Semua saling terkait
Dalam bahasa Pali pada kitab awal Buddha, terdapat tulisan mengenai segala sesuatu yang saling ketergantungan dan keterkaitan: "Sesuatu yang ada, memiliki keberadaan. Eksistensi muncul dari keberadaannya. Jika sesuatu tidak ada, maka eksistensinya pun tiada. Dengan terhentinya sesuatu, maka hal ini akan selesai. "(Pali, Samyutta Nikaya II, 12:21)