Ada orang-orang yang hanya berbekal pendidikan rendah bisa mencapai kesuksesan dalam kehidupan, misalnya Susi Pujiastuti. Tapi seberapa banyak yang seperti dia? Seberapa penting pendidikan? Opini Zaky Yamani.
Iklan
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rata-rata lama pendidikan warga Indonesia yang berusia di atas 15 tahun hanya 8,42 tahun. Rata-rata lama pendidikan itu kurang lebih setara dengan jenjang SMP tapi tidak sampai lulus. Jika dilihat lebih detail lagi, sebanyak 20 persen keluarga berpenghasilan terendah rata-rata pendidikannya hanya mencapai 6 tahun atau setara tamat SD.
Seberapa serius persoalan itu? Mari kita membuat refleksi tentang apa artinya pendidikan yang hanya lulus SD dan tidak lulus SMP.
Orang yang lulus hanya lulus SD kurang lebih dia hanya bisa membaca dan menulis, dilengkapi dengan dasar-dasar matematika, dasar-dasar bahasa Indonesia, dan beberapa tambahan pengetahuan dasar tentang moral, kehidupan bernegara, sejarah, dan ekonomi. Artinya, bagi seseorang yang lulus SD hampir semua aspek keilmuan dan bekal pengetahuan untuk menjalani kehidupan baru pada tingkat pengenalan saja.
Sedangkan bagi orang yang sempat mengenyam pendidikan di SMP, namun tidak sampai lulus, tingkat pengetahuannya hanya sedikit lebih tinggi dari lulusan SD. Mereka belum sempat mengenal tentang konsep-konsep, apalagi sampai memahami cara mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk kehidupan sehari-hari. Bisa juga dikatakan, tingkat pendidikan yang tidak sampai lulus SMP adalah tingkat pendidikan untuk orang di masa awal remaja. Artinya pengetahuan orang yang tidak sampai lulus SMP hanya sampai pada tingkat pengetahuan yang hanya cocok untuk anak usia 14-15 tahun.
Kita bisa pahami, usia 14-15 tahun adalah masa di mana kehidupan lebih didominasi oleh kegiatan bermain: belum ada pengetahuan yang cukup untuk menjalani kerja profesional, belum ada pemahaman yang cukup tentang komitmen, belum ada pemahaman yang cukup untuk memahami bahwa pengetahuan harus terus ditambah untuk bisa mengikuti perubahan zaman.
Apa artinya tingkat pendidikan—dan kualitas pendidikan—yang tidak sampai lulus SMP dalam kehidupan sehari-hari?
Kita bisa mendapatkannya dari contoh-contoh nyata di dunia kerja.Selama bertahun-tahun, saya sering mengobrol dengan beragam pengusaha—terutama di level usaha mikro, kecil, dan menengah. Hampir semua memiliki persoalan besar terkait pegawainya yang berpendidikan rendah. Rata-rata pemberi kerja itu mengeluhkan disiplin pegawai yang rendah, inisiatif kerja yang rendah, rasa percaya diri yang rendah, kesulitan dalam menerima pelatihan, rendahnya komitmen ppada peketjaan, dan mudah teralihkan perhatiannya pada hal-hal yang tidak esensial dalam kehidupan.
Beberapa tahun terakhir ini, saya pun mengalami hal yang sama ketika mulai berbisnis (selain sebagai penulis, saya sempat juga menjadi berbisnis barang-barang kerajian, dan belakangan berbisnis rumah makan). Persoalan saya dengan pegawai yang berpendidikan rendah, hampir sama dengan yang pernah dikeluhkan beragam pengusaha yang pernah saya wawancarai bertahun-tahun lalu.
Murid Sekolah Paling Bodoh di Dunia
Hasil penelitian PISA membuka aib pendidikan di Indonesia, Malaysia dan negara-negara Amerika Selatan. Murid sekolah di sebelas negara ini dinilai berprestasi paling rendah di bidang matematika, membaca dan sains
Foto: picture-alliance/dpa
#1. Peru
Dari 65 negara yang disurvey dalam Program Penilaian Pelajar Internasional 2012, Peru berada di urutan paling buncit. Untuk itu PISA menganalisa kemampuan murid sekolah berusia 15 tahun di tiga bidang, membaca, matematikan dan ilmu pengetahuan alam. Hasilnya Peru mendapat skor umum sebesar 375. Nilai tertinggi diraih murid Shanghai dengan nilai 587 dan rata-rata skor negara maju berkisar 497
Foto: Enrique Castro Mendívil/PRODAPP Program
#2. Katar
Sekitar 70% murid Katar dikategorikan "berprestasi rendah" di bidang matematika. Terlebih negeri kecil di Teluk Persia ini mencatat tingkat kehadiran siswa paling rendah. Lebih dari 29% tercatat pernah bolos selama beberapa jam atau berhari-hari, jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata internasional yang sebesar 25%. Tidak heran jika Katar mendarat di posisi 64 dari 65 negara.
Foto: Getty Images/G.Shkullaku
#3. Indonesia
Bersama Peru dan Qatar, Indonesia yang cuma mendapat perolehan skor sebesar 384 menghuni posisi juru kunci dalam daftar PISA 2012. Indonesia termasuk memiliki jumlah tertinggi siswa yang dikategorikan "berprestasi rendah" di bidang matematika (76%) dan ilmu pengetahuan alam (67%).
Foto: picture alliance/Robert Harding
#4. Kolombia
Selain cuma mencatat nilai total sebesar 393, Kolombia juga tercatat sebagai negara peserta dengan ketimpangan terbesar antara murid perempuan dan laki-laki. Di negeri itu murid laki-laki rata-rata mampu mengungguli murid perempuan sebanyak 31 angka di tiga bidang yang diujikan.
Foto: Imago
#5. Albania
Murid Albania banyak memperbaiki skor PISA sejak pemerintah menggulirkan reformasi pendidikan tahun 2002. Namun begitu negeri pecahan Yugoslavia itu masih berada di urutan terbawah dengan nilai total 395.
Foto: DW/A. Ruci
#6. Tunisia
Angka siswa yang harus mengulang tahun pelajaran di Tunisia termasuk yang tertinggi di dunia, yakni sekitar 36%. Terlebih jumlah murid yang dikategorikan "berprestasi rendah" di bidang matematika mencapai 68%. Sebab itu Tunisia cuma mendapat skor umum 397 dan mendarat di posisi 59 dari 65 negara.
Foto: picture-alliance/dpa/H.Hanschke
#7. Argentina
Dua dari tiga murid sekolah di Argentina dikategorikan "berprestasi rendah." Sebab itu negara di Amerika Selatan ini menduduki posisi 59 dari 65 negara. Secara umum Argentina cuma mendapat skor 397 dalam daftar PISA 2012.
Foto: AP
#8. Yordania
Secara umum murid Yordania mencetak skor 398 dalam daftar PISA. Uniknya di sini murid perempuan mampu mengungguli murid laki-laki di semua bidang yang diujikan. Kendati memiliki perguruan tinggi berkualitas tinggi dibandingkan negara Arab lain, Yordania masih keteteran membenahi kualitas pendidikan dasar untuk murid sekolah menengah ke atas.
Foto: Save the Children
#9. Brazil
Lebih dari 65% murid Brazil gagal menjalani uji matematika. Sebab itu pula Brazil mendarat di posisi 57 dari 65 negara. Negeri raksasa di selatan Amerika ini sebenarnya sudah banyak melakukan perbaikan di bidang pendidikan sejak tahun 2000. Namun begitu statistik mencatat, 36% murid sekolah berusia 15 tahun pernah mengulang tahun pelajaran setidaknya satu kali.
Foto: picture-alliance/dpa
# 10. Uruguay
Seperti negara Amerika Selatan lain, Uruguay juga tercecer di posisi 55 dari 65 negara. Celakanya, prestasi murid di negeri bekas jajahan Portugal ini banyak menurun jika dibandingkan hasil survey tahun 2009. Menurut BBC, Uruguay adalah contoh dimana anggaran pendidikan yang besar saja tidak cukup buat memperbaiki kualitas pendidikan dan prestasi murid.
Foto: picture-alliance/dpa
#11. Malaysia
Dua hal yang menyeret posisi Malaysia ke peringkat 54 dalam daftar PISA 2012 adalah kemampuan membaca dan pemahaman di bidang ilmu pengetahuan alam. Untuk sains negeri jiran itu bahkan tertinggal 81 angka dari rata-rata negara industri maju.
Foto: Reuters/O. Harris
11 foto1 | 11
Misalnya, hal yang paling sederhana, disiplin untuk menjaga kebersihan. Saya memperhatikan, pegawai-pegawai saya yang tidak lulus SMP, sangat kesulitan untuk memahami kenapa ruang kerja harus bersih, dan apa artinya kebersihan bagi keselamatan kerja dan keberlangsungan usaha. Akibatnya, mereka jadi kelompok yang paling lalai dalam menjaga kebersihan, dan jadi hambatan dalam pengembangan usaha, walau pun sudah bekerja berbulan-bulan dan sering mendapat teguran.
Saya menduga, rendahnya pemahaman mereka tentang pentingnya kebersihan berkaitan erat dengan rendahnya pengetahuan teoritis mereka tentang kebersihan. Hal itu semakin diperburuk dengan rendahnya referensi tentang kebersihan di dalam pengalaman hidup mereka.
Contoh lainnya, dalam inisiatif kerja. Pegawai yang berpendidikan rendah cenderung menunggu perintah untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya bagian dari deskripsi kerja mereka. Misalnya, pegawai yang salah satu tugasnya adalah merawat tanaman, ketika dia melihat tanaman mulai kurang air atau tidak terawat, dia tidak segera menyiram air pada tanaman, dengan alasan tidak ada orang yang menyuruhnya melakukan tugas itu. Bahkan ada rekan bisnis saya yang perintahnya ditolak oleh pegawai dengan mengatakan, "Pak, kenapa sih nyuruhnya ke saya terus, bukan ke yang lain?”
Pernyataan pegawai itu memang pernyataan yang kekanak-kanakan, dan bisa jadi banyak orang yang tidak bisa menoleransinya. Tetapi saya tidak bisa serta-merta marah, karena saya sadar mentalitas dan pengetahuan pegawai yang pendidikannya setingkat SD memang baru mencapai kematangan anak berusia 12 tahun, walau dia sudah berusia di atas 18 tahun.
Ranking Pendidikan Negara-negara ASEAN
Kualitas pendidikan Indonesia tertinggal bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara yang lebih miskin. Tapi bagaimana sistem pendidikan kita ketimbang jiran lain di ASEAN?
Foto: picture alliance/AA/A. Rudianto
1. Singapura
Dengan skor 0,768, Singapura tidak hanya memiliki salah satu sistem pendidikan berkualitas terbaik di ASEAN, tapi juga dunia. Saat ini negeri kepulauan tersebut menempati posisi sembilan dalam Indeks Pendidikan UNESCO. Tahun 2013 silam tercatat hanya 1,3% murid sekolah yang gagal menuntaskan pendidikan.
Foto: picture-alliance/dpa
2. Brunei Darussalam
Dengan nilai Indeks Pendidikan alias EDI sebesar 0,692, Brunei Darussalam menempati posisi 30 di dunia dan nomer dua di Asia Tenggara. Tidak mengherankan, pasalnya pemerintah Brunei menanggung semua biaya pendidikan, termasuk ongkos penginapan, makanan, buku dan transportasi.
Foto: REUTERS/Ahim Rani
3. Malaysia
Dengan tingkat literasi penduduk dewasa yang mencapai 94%, tidak heran jika Malaysia mampu membukukan skor 0,671 di Indeks Pendidikan UNDP. Negeri jiran itu menempati posisi 62 dalam daftar pendidikan terbaik di dunia dan ketiga di ASEAN.
Foto: Roslan Rahman/AFP/Getty Images
4. Thailand
Thailand adalah salah satu negara ASEAN yang memiliki anggaran pendidikan tertinggi, yakni 7,6% dari Produk Domestik Brutto. Saat ini negeri gajah putih itu menempati posisi 89 di dunia dengan skor EDI sebesar 0.608.
Foto: Taylor Weidman/Getty Images
5. Indonesia
Saat ini Indonesia berada di posisi 108 di dunia dengan skor 0,603. Secara umum kualitas pendidikan di tanah air berada di bawah Palestina, Samoa dan Mongolia. Hanya sebanyak 44% penduduk menuntaskan pendidikan menengah. Sementara 11% murid gagal menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah.
Foto: picture alliance/AA/A. Rudianto
6. Filipina
Tingkat kegagalan murid menuntaskan sekolah di FIlipina termasuk yang tertinggi di dunia, yakni 24,2%. Tidak heran jika Filipina saat ini menempati posisi 117 di dunia dengan skor 0,610. Namun begitu sebanyak 64% penduduk setidaknya menuntaskan pendidikan menengah.
Foto: picture-alliance/dpa/D. M. Sabagan
7. Vietnam
Vietnam yang berada di posisi 121 memiliki kualitas pendidikan yang lebih rendah ketimbang Irak dan Suriah. Saat ini Vietnam mencatat skor EDI 0,513 dan tingkat literasi penduduk dewasa sebesar 93,5%.
Foto: Hoang Dinh Nam/AFP/Getty Images
8. Kamboja
Meski banyak mencatat perbaikan dalam satu dekade terakhir, Kamboja tetap bertengger di peringkat 136 di dunia dengan skor 0,495. Wajah pendidikan negeri jrian itu termasuk yang paling muram, dengan tingkat kegagalan murid sebesar 35,8% dan hanya 15,5% penduduk yang mengenyam pendidikan tingkat menengah.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
9. Laos
Tingkat literasi penduduk dewasa di Laos tergolong yang paling rendah, yakni 72,7%. Setidaknya 40% penduduk belum pernah mengecap pendidikan formal dan 139.
Foto: DW/E. Felden
10. Myanmar
Berpuluh tahun terkekang dalam cengkraman kekuasaan junta Militer, Myanmar sedang membangun kembali pendidikannya yang tertinggal. Saat ini Myanmar berada di urutan 150 di dunia dengan skor EDI 0.371. Tercatat hanya 19% penduduk Myanmar yang pernah mengecap pendidikan tingkat menengah.
Foto: DW/S. Hofmann
10 foto1 | 10
Dalam hal komitmen kerja, berdasarkan pengalaman saya, pegawai yang berpendidikan rendah sulit memahami bahwa bekerja juga adalah sebuah proses pendidikan dan berlatih untuk mencapai pengetahuan dan kemampuan yang lebih tinggi. Ada kecenderungan mereka untuk berpikir bahwa bekerja semata untuk mencari uang, dan mereka hanya akan bekerja sesuai dengan kemampuan mereka saat ini, bukan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di masa depan. Saya menduga, hal itu terjadi karena mereka tidak memiliki referensi yang memadai untuk bisa berpikir lebih jauh dari hidup hari ini, karena tingkat pendidikan yang rendah dan terbatasnya lingkup pergaulan mereka.
Persoalan dalam komitmen kerja, juga berkaitan dengan rentannya pikiran mereka untuk teralihkan pada hal-hal yang tidak esensial. Saya melihat, pegawai saya yang berpendidikan rendah memiliki kecenderungan untuk menghabiskan uang mereka pada benda-benda atau hal-hal yang tidak begitu esensial: baju atau sepatu yang sedang jadi tren, produk telepon seluler yang terkini, rokok, sepeda motor yang bergaya, dan lain-lain. Kecenderungan pola hidup yang sangat konsumtif itu seringkali membuat mereka terlilit utang, karena pengeluaran mereka pada hal yang tidak esensial tak sebanding dengan pendapatan mereka.
Dalam satu kasus lain, saya pernah melihat situasi di sebuah pemukiman miskin di Kota Bandung, di mana seseorang yang tidak memiliki pekerjaan mendatangi seorang rentenir untuk meminjam uang sebesar Rp 300 ribu. Si rentenir bertanya, untuk apa uang pinjaman itu? Si peminjam dengan santai menjawab, "Saya ingin beli burung hias.” Si rentenir tentu khawatir uangnya tidak akan kembali, maka dia bertanya lagi, ‘Terus bagaimana kamu akan membayar utang ini beserta bunganya?” Si peminjam menjawab, "Ya saya akan berusaha sebisanya.”
Terlihat, pendidikan yang rendah, ditambah situasi kemiskinan, bisa membuat seseorang berpikir pendek, tidak membuat pertimbangan matang dan proyeksi yang jelas saat mereka mengambil sebuah keputusan. Seperti kejadian itu, seorang pengangguran berani meminjam uang pada seorang rentenir hanya demi membeli seekor burung seharga Rp 300 ribu, tanpa memikirkan ketika dia tidak sanggup membayar utang tersebut, harta benda milik keluarganya bisa ikut disita.
Informasi Beasiswa di Jerman
Tak cukup uang untuk kuliah di Jerman yang terkenal dengan kualitas pendidikannya yang sangat baik? Sejumlah institusi di Jerman bisa mewujudkan impianmu.
Foto: Fotolia/Andres Rodriguez
Friedrich Ebert Stiftung (FES)
Beasiswa hanya diberikan kepada calon mahasiswa yang sudah diterima di universitas atau perguruan tinggi. Aplikasi diajukan ketika mahasiswa sudah berada di Jerman. Informasi selengkapnya: https://www.fes.de/studienfoerderung/ . Organisasi ini terkait erat dengan Partai Sosial Demokrat Jerman SPD. Kemampuan berbahasa Jerman menjadi prasyarat.
Foto: picture-alliance/ ZB
Friedrich Naumann Stiftung (FNS)
Yayasan yang terkait dengan Partai Liberal FDP ini menawarkan bantuan kepada mahasiswa asing yang terdaftar dalam program master dan doktoral di Jerman. Bantuan beasiswa buat prograam master sekitar 800 Euro/bulan, maksimum hingga dua tahun. Mereka yang memperoleh ilmu di Jerman diharapkan dapat meningkatkan kondisi di negara asal setelah kembali. Situsnya: http://bit.ly/1Qn7FU0
Lembaga ini terkait dengan Partai Hijau di Jerman dan fokus pada isu demokrasi, ekologi, solidaritas internasional dan anti kekerasan. Setiap tahun, ada dua kali kesempatan mengajukan aplikasi program beasiswa di yayasan ini, yakni awal Maret dan September. Cek infonya: https://www.boell.de/en/foundation/scholarships
Foto: picture alliance / dpa
Hanns Seidel Stiftung
Yayasan Hanns Seidel beralifiliasi dengan Partai Uni Sosial Kristen CSU. Yayasan ini mendukung pelamar berkualitas tinggi untuk mahasiswa pasca-sarjana (usia maksimal 32 tahun) , yang mempunyai nilai sangat baik, ketrampilan berbahasa Jerman dan catatan dalam keterlibatan sosial-politik. Info bisa diperoleh lebih jauh di: http://www.hss.de/english/scholarships.html
Foto: dapd
Konrad Adenauer Stiftung (KAS)
Bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan uang hidup selama studi di Jerman, bisa mengajukan permohonan bantuan ke orrganisasi yang berafiliasi dengan Uni Kristen Demokrat, CDU ini. Cek situsnya: http://www.kas.de/wf/en/42.8/ atau http://www.kas.de/wf/de/42.34/ Namun pelamar harus ada di Jerman saat mengajukan permohonan.
Foto: picture-alliance/dpa
Hans Böckler Stiftung
Yayasan ini dekat dengan Federasi Serikat Buruh Jerman. Salah satu tujuan program beasiswanya adalah mempromosikan pertukaran pengetahuan antara para sarjana, serikat pekerja dan pekerja. Yayasan ini mencari mahasiswa yang menunjukkan prestasi akademis tetapi terbentur biayai studi. Mereka yang sudah bekerja sebelumnya memiliki kesempatan yang lebih baik. Situs: http://www.boeckler.de/20.htm
Foto: Fotolia/apops
DAAD - Deutscher Akademischer Austauschdienst
Yang sangat banyak bergerak di bidang penyaluran beasiswa adalah DAAD, sebuah lembaga bersama dari institusi pendidikan tinggi dan asosiasi mahasiswa Jerman. Untuk informasi terkini mengenai program beasiswa DAAD secara umum, silakan mengunjungi situsnya: http://www.daadjkt.org/index.php?daad-scholarships . Di situs ini bisa dijumpai berbagai program yang sesuai dengan minat mahasiswa.
Foto: picture-alliance/dpa
Master International Media Studies DW Akademie
Deutsche Welle (DW) juga membuka kesempatan beasiswa untuk para jurnalis yang ingin meraih gelar master, lewat program International Media Studies. Perkuliahan 4 semester dilakukan dalam dua bahasa, Inggris dan Jerman. Info: https://www.dw.com/en/dw-akademie/about-us/s-9519
8 foto1 | 8
Apa artinya tingkat pendidikan yang rendah, bagi masyarakat secara keseluruhan?
Jawabannya adalah beban yang sangat berat. Bagi para pemberi kerja, tingkat dan kualitas pendidikan pegawai yang rendah berarti biaya pelatihan yang lebih besar dan investasi waktu yang terlalu lama. Ketidaksiapan pegawai dalam menjalani dunia kerja, membuat pemberi kerja harus mengeluarkan biaya dan waktu yang lebih besar, karena terlalu lambatnya respon pegawai dalam menerima materi pelatihan. Ketika pada akhirnya pegawai yang berkualitas rendah tidak sanggup mengikuti dinamika dunia kerja yang cepat, dan membuat mereka cepat kehilangan pekerjaan, mereka akan jadi beban keluarga dan lingkungannya: menjadi pengangguran.
Kualitas dan tingkat pendidikan yang rendah dari satu angkatan kerja juga harus dipandang sebagai ancaman bagi generasi berikutnya. Kita bisa memahami pembentukan sebuah generasi sangat bergantung pada kualitas generasi sebelumnya. Orangtua dengan kualitas dan tingkat pendidikan yang rendah, berisiko membuat anak-anaknya pun berpendidikan rendah, karena tidak ada model yang cukup baik bagi anak-anaknya di rumah. Untuk situasi itu kita bisa berkaca pada regenerasi di dalam dunia pengemis, di mana anak-anak pengemis memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk juga menjadi pengemis.
Saya menduga begitu lambatnya proses meningkatkan rata-rata lama sekolah di negara ini, karena faktor keluarga sangat dominan dalam pembentukan kualitas generasi berikutnya. Berdasarkan data BPS, selama periode 1996-2009, rata-rata lama sekolahpenduduk Indonesia mengalami peningkatan yang relatif lambat. Rata-rata lama sekolah naik dari 6,30 tahun pada tahun 1996 menjadi 7,72 tahun pada tahun 2009. Artinya, selama 13 tahun, kenaikan rata-rata lama sekolah hanya sebesar 1,4 tahun atau kurang dari 0,15 per tahun. Tanpa intervensi yang lebih besar dari pemerintah dalam meningkatkan rata-rata lama sekolah, lambatnya proses peningkatan itu akan terus kita rasakan dalam dekade-dekade mendatang, dan beban masyarakat akan semakin berat untuk mengatasinya.
Memang kita tidak bisa membuat generalisasi, bahwa orang-orang yang tidak sampai lulus SMP seratus persen tidak siap untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Karena nyatanya ada juga orang-orang yang hanya berbekal pendidikan SMP bisa mencapai kesuksesan dalam kehidupan, misalnya Susi Pujiastuti, salah seorang menteri ternama di dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Tapi orang-orang seperti itu sulit didata jumlahnya, dan bisa dikatakan sebagai pengecualian, karena ada faktor-faktor yang tidak biasa dalam kehidupan mereka.
Penulis:
Zaky Yamani
Jurnalis dan novelis
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Tempat Bermain Anak Tempat Mendidik Yang Picu Kreativitas
Mendesain tempat bermain anak yang memberi stimulasi bagi kreativitas dan mengakomodasi kebutuhan pedagogis anak adalah tugas tidak mudah. Tempat bermain anak juga mengalami sejumlah perubahan dalam abad terakhir.
Foto: Annik Wetter
Tempat bermain penuh kebebasan
Warga Denmark Carl Theodor Sorensen punya sejumlah teori tentang bagaimana tempat bermain anak yang baik. Tahun 1931 ia memperkenalkan ide "junk playground". Anak-anak diberikan bahan-bahan untuk membangun sesuatu dan peralatannya. Anak-anak kemudian ditinggal untuk membuat apapun sesuka mereka. Sorensen jadi pelopor cara didik yang mendorong kreativitas anak.
Foto: Riccardo Dalisi
Air di mana-mana
Mulai 1930, perancang tempat bermain anak mulai mengikutsertakan elemen-elemen dari alam. Tujuannya agar anak-anak di perkotaan bisa menikmati keuntungan sama yang dirasakan anak-anak yang besar di kawasan pedesaan. Sehingga mulai ditempatkan bak-bak berisi pasir, seperti di pantai. Juga kolam berisi air untuk memperkenalkan anak-anak dengan lautan.
Foto: Richard Dattner
Tempat bermain "Do-it-yourself"
Sikap "buatlah sendiri" di tahun 1960-an mendorong timbulnya aktivitas bersifat mendidik, karena para orang tua bergabung dan bekerjasama untuk menciptakan sendiri tempat bermain bagi anak-anak mereka. Mereka mengambil alih kawasan kosong di daerah perkotaan dan menggunakan bahan bangunan untuk menciptakan tempat bermain bagi anak.
Foto: Riccardo Dalisi
Patung untuk bermain
Sebelum 1960-an, tempat bermain menggunakan berbagai bahan, misalnya baja, tali, kayu dll. Mulai 1960-an, materi baru diperkenalkan dan desain tempat bermain mulai lebih dipertimbangkan. Elemen besar yang bisa digunakan anak-anak dalam jumlah besar, dengan cara berbeda, mulai ditempatkan.
Foto: Kunst- und Ausstellungshalle d. BRD GmbH/L.Schmid
Desain Uni di tahun 1070-an
Foto ini menunjukkan areal bermain anak di tahun 1972 di Central Park, New York. Desainnya semakin rumit sejalan dengan bertambahnya tahun. Misalnya, papan peluncur dan jembatan baru ditambahkan belakangan.
Foto: Richard Dattner
Bentuk tambah marak
Semakin populer tempat bermain anak, desain barang-barangnya juga makin marak. tidak hanya patung-patung tambah unik, tetapi juga tambah aneh.
Foto: Kunst- und Ausstellungshalle d. BRD GmbH/L.Schmid
Tempat bermain dorong keikutsertaan dan keaktifan anak
"Kami berusaha membuat museum lebih cantik," kata Gabriela Burkhalter. Ia memimpin pameran berjudul Playground Project di musium Bundeskunsthalle Bonn. Burkhalter yang memulai risetnya tahun 2006 membuat lahan pameran yang bisa digunakan dan dicoba pengunjung. Pameran menceritakan hidup di abad ke-20 dari perspektif perkembangan lahan bermain anak-anak. Penulis: Courtney Tenz (ml/ap)