Ribuan aparat terus memburu Santoso. Bagaimana anak transmigran Jogjakarta yang awalnya hanya aktor konflik lokal, naik kasta jadi salah satu aktor teror global? Berikut ulasan pengamat terorisme Noor Huda Ismail.
Iklan
Pemerintah Amerika Serikat baru-baru ini memasukkan nama Santoso alias Abu Wardah dan kelompoknya sebagai salah satu kelompok teroris yang paling diburu di dunia.
Bagaimana menjelaskan anak transmigran dari Jogjakarta yang awalnya hanya aktor konflik lokal ini, telah naik kasta menjadi salah satu aktor teror global? Apakah karena ia telah menyatakan bergabung dengan Islamic State IS pimpinan Al Baghdadi? Lalu bagaimana ia dan kelompoknya mampu menebar teror dari hutan sejak tahun 2011?
Menurut hemat penulis, paling tidak ada 4 hal yang terus menopang kelanggengan kelompok teror ini di Poso.
Pertama, terdapat sekitar 30 hingga 40-an orang yang saat ini diduga bergerilya di atas Gunung Biru bersama Santoso. Mayoritas dari mereka merupakan orang lokal dan pendatang yang pernah tinggal lama di Poso. Dengan kondisi demikian, secara geografis mereka lebih menguasai medan dibandingkan dengan aparat dari pusat.
Hal ini jelas memberikan kelonggaran bagi mereka untuk bisa berbaur dengan masyarakat Poso. Merekapun mudah untuk mengumpulkan dana dan logistik. Pola gerak seperti ini jelas menguji kejelian aparat untuk membedakan antara warga sipil biasa dengan militan pendukung Santoso. Tak jarang, situasi ini menjadikan aparat sering salah tangkap.
Kampanye lewat medsos
Kedua, Poso sebagai teater konflik horisontal tahun 2000an, kemudian berangsur-angsur menjadi konflik vertikal antara kelompok Santoso dan negara inipun disulap oleh kampanye sosial media pendukung Santoso sebagai teater konflik global. Terutama ketika Al Baghdadi mendeklarasikan lahirnya IS, Islamic State di Suriah. Dengan cerdas, Santoso dan kelompoknya menyatakan berbaiat kepada Al Baghdadi di laman YouTube.
Sebagai bekas daerah pasca konflik, Poso menyisakan timbunan senjata dalam jumlah besar yang saat ini justru dimanfaatkan oleh kelompok Santoso. Kasus penembakan polisi di depan Bank BCA Palu pada 2011 oleh Santoso dan kelompoknya itu menggunakan senjata sisa konflik.
Kopassus Dalam Pusaran Sejarah
Dalam sejarahnya Komando Pasukan Khsusus banyak terlibat menjaga keutuhan NKRI. Tapi di balik segudang prestasi, tersimpan aib yang menyeret Kopassus dalam jerat pelanggaran HAM.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Heroisme Baret Merah
Tidak ada kekuatan tempur lain milik TNI yang memancing imajinasi heroik sekental Kopassus. Sejak didirikan pada 16 April 1952 buat menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan, satuan elit Angkatan Darat ini sudah berulangkali terlibat dalam operasi mengamankan NKRI.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Kecil dan Mematikan
Dalam strukturnya yang unik, Kopassus selalu beroperasi dalam satuan kecil dengan mengandalkan serangan cepat dan mematikan. Pasukan elit ini biasanya melakukan tugas penyusupan, pengintaian, penyerbuan, anti terorisme dan berbagai jenis perang non konvensional lain. Untuk itu setiap prajurit Kopassus dibekali kemampuan tempur yang tinggi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mendunia Lewat Woyla
Nama Kopassus pertamakali dikenal oleh dunia internasional setelah sukses membebaskan 57 sandera dalam drama pembajakan pesawat Garuda 206 oleh kelompok ekstremis Islam, Komando Jihad, tahun 1981. Sejak saat itu Kopassus sering dilibatkan dalam operasi anti terorisme di Indonesia dan dianggap sebagai salah satu pasukan elit paling mumpuni di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Terjun Saat Bencana
Segudang prestasi Kopassus membuat prajurit elit Indonesia itu banyak dilirik negeri jiran untuk mengikuti latihan bersama, di antaranya Myanmar, Brunei dan Filipina. Tapi tidak selamanya Kopassus cuma diterjunkan dalam misi rahasia. Tidak jarang Kopassus ikut membantu penanggulangan bencana alam di Indonesia, seperti banjir, gempa bumi atau bahkan kebakaran hutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Nila di Tanah Seroja
Namun begitu Kopassus bukan tanpa dosa. Selama gejolak di Timor Leste misalnya, pasukan elit TNI ini sering dikaitkan dengan pelanggaran HAM berat. Tahun 1975 lima wartawan Australia diduga tewas ditembak prajurit Kopassus di kota Balibo, Timor Leste. Kasus yang kemudian dikenal dengan sebutan Balibo Five itu kemudian diseret ke ranah hukum dan masih belum menemukan kejelasan hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengawal Tahta Penguasa
Jelang runtuhnya ejim Orde Baru, Kopassus mulai terseret arus politik dan perlahan berubah dari alat negara menjadi abdi penguasa. Pasukan elit yang saat itu dipimpin oleh Prabowo Subianto ini antara lain dituding menculik belasan mahasiswa dan menyulut kerusuhan massal pada bulan Mei 1998.
Foto: picture-alliance/dpa
Serambi Berdarah
Diperkirakan lebih dari 300 wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan dan hingga 12.000 orang tewas selama operasi militer TNI di Aceh antara 1990-1998. Sebagaimana lazimnya, prajurit Kopassus berada di garda terdepan dalam perang melawan Gerakan Aceh Merdeka itu. Sayangnya hingga kini belum ada kelanjutan hukum mengenai kasus pelanggaran HAM di Aceh.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Neraka di Papua
Papua adalah kasus lain yang menyeret Kopasus dalam jerat HAM. Berbagai kasus pembunuhan aktivis lokal dialamatkan pada prajurit baret merah, termasuk diantaranya pembunuhan terhadap Theys Eluay, mantan ketua Presidium Dewan Papua. Tahun 2009 silam organisasi HAM, Human Rights Watch, menerbitkan laporan yang berisikan dugaan pelanggaran HAM terhadap warga sipil oleh Kopassus.
Foto: Getty Images/AFP/A.Berry
8 foto1 | 8
Ketiga, proses rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh pemerintah dianggap oleh pemerintah pusat sudah berhasil. Namun bagi sebagian kalangan masyarakat lokal, ada yang merasa program -program itu justru kurang mengena.
Masyarakat Muslim yang menganggap diri mereka sebagai korban, justru menjadikan mereka layaknya sebagai pelaku. Sikap yang tidak proposional ini perlahan timbul menjadi kebencian masyarakat terhadap aparatur negara, terlebih terjadi banyak kekerasaan aparat dalam penindakan tersangka pelaku kekerasan.
Oleh karena itu, kehadiran kelompok Santoso, dipandang oleh sebagian masyarakat Muslim Poso sebagai bentuk perlawanan terhadap pusat. Inilah yang menjadikan daya tarik bagi aktifis jihad di luar Poso bergabung dengan Santoso dan melakukan pelatihan militer mulai dari Makasar, Medan, Solo, Lamongan, Bima dan Jakarta.
Keempat, kurang adanya sinergi yang rapi antara aparat lokal dengan pihak keamanan yang didatangkan dari Jakarta. Hal ini tentu bisa dilihat dari banyaknya jumlah polisi lokal yang menjadi korban dari kelompok Santoso atas reaksi penangkapan Densus 88 terhadap anggotanya. Adanya kesenjangan ini justru dimanfaatkan kelompok Santoso dengan menebar teror yang ditargetkan pada mereka.
Lalu apa yang perlu dilakukan oleh negara?
Pendekatan keamanan oleh negara menjadi faktor kunci untuk memutus mata rantai konflik. Namun pendekatan tersebut juga harus diimbangi dengan pemberdayaan sumber daya masyarakat lokal. Jika kita merunut pada berbagai kasus yang terjadi di Poso sejak 2000 hingga saat ini, faktor pemicu secara dominan adalah rendahnya nilai produktifitas sumber daya masyarakat lokal serta minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia disana. Akibatnya, masyarakat, khususnya kalangan muda gampang terjerumus masuk ke dalam lingkaran kekerasan.
Oleh karena itu, hendaknya negara harus mampu melibatkan masyarakat sipil untuk mengatasi konflik yang terjadi di Poso. Hal tersebut perlu segara dilakukan sebagai upaya menepis tudingan bahwa operasi keamanan di Poso itu hanyalah upaya akal-akalan aparat keamanan untuk terus menganggarkan dana besar dalam upaya pemberantasan teroris di Poso dan seolah menjadikannya sebagai lahan proyek.
Penulis::
Noor Huda Ismail adalah pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian dan PhD Candidate Politics and International Relations di Monash University, Melbourne Australia.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
5 Fakta mengenai ISIS
ISIS telah berkembang menjadi satu organisasi yang kuat, multinasional. Kelompok ini mampu menggelar operasi besar yang canggih bertaraf internasional. Berikut beberapa fakta mengenai kelompok ini.
Foto: picture alliance/AP Photo
Perekrutan Serdadu
Dideklarasikan pada 29 Juni 2014, saat ini ISIS sudah berhasil meningkatkan anggota pasukan perangnya. Menurut satu laporan, pada tahun 2015 ISIS berhasil merekrut lebih dari 20.000 orang yang berasal dari sekitar 90 negara.
Foto: picture-alliance/abaca/Yaghobzadeh Rafael
Dana dari Peninggalan Bersejarah
Banyak situs sejarah, terutama di Suriah, diduga telah dirusak oleh kelompok ISIS. Bangunan serta wilayah kuno, museum dan situs arkeologi dijarah. Hasil jarahan ini diduga dimanfaatkan ISIS untuk mendanai aksi mereka.
Foto: Fotolia/bbbar
Populer lewat Eksekusi Mati
Kebrutalan dan kekejaman ISIS bisa dilihat dan dibuktikan dari video-video eksekusi yang mereka buat dan publikasikan. Berbagai cara keji diterapkan ISIS untuk menyebarkan ketakutan penduduk penggal kepala, gorok leher atau bahkan bakar hidup-hidup tahanan.
Foto: picture-alliance/dpa
Tahu Teknologi
Media sosial dipergunakan kelompok teroris ini untuk mengkampanyekan propaganda mereka. Mereka juga piawai dalam membuat video. Berbeda dengan video milik Al-Qaeda, yang lebih amatiran, video produksi ISIS kadang dilengkapi dengan background musik, gambar aksi dan khotbah yang telah mampu membuat banyak orang "merasa terpanggil“ bergabung dengan ISIS.
Foto: picture-alliance/AP
Biaya Operasi Terjamin
ISIS mampu membiayai sendiri operasi militernya. ISIS berupaya membangun jaringan di antara penduduk untuk mengamankan kucuran "sumbangan“. ISIS diduga secara sistematis lakukan pemerasan. Yang dijadikan sasaran adalah pengusaha kecil atau juga perusahaan besar, dan jika isunya benar bahkan pemerintah di wilayah yang berhasil dikuasainya.