Peringatan hari kemerdekaan tiba. Bagaimana kita menakar bobot keindonesiaan seseorang pada hari-hari ini. Siapakah seseorang yang berhak menyandang predikat orang Indonesia sejati? Ikuti opini Geger Riyanto.
Iklan
Anda mungkin masih ingat. Beberapa bulan silam, Frans Kaisiepo, yang sosoknya kini mewajahi uang Rp10.000 baru Republik Indonesia, dipermasalahkan kepahlawanannya. Figurnya tercetak di uang yang paling banyak, paling marak berpindah tangan, dan beberapa pihak menganggapnya tidak layak untuk memperoleh kehormatan yang sangat teristimewa ini.
Mengapa? Anda pun mungkin masih ingat, beberapa suara secara gamblang mempertanyakan kepatutannya sebagai sosok nonmuslim untuk dianggap sebagai pahlawan—lebih-lebih untuk dicetak di kertas yang paling sering digunakan. Ia bukan pahlawan bagi kaum terbanyak. Untuk apa menyanjung-nyanjung satu sosok di negeri di mana ia merupakan seorang minoritas?
Namun, saya melihat, persoalan mengapa Kaisiepo dianggap tidak layak tak semata dipicu karena Kaisiepo seorang "kafir” melainkan juga karena ketidaklekatannya dengan perjuangan bersenjata. Nonmuslim jamak dianggap tak berjarak dengan kolonial. Mereka dianggap para kolaborator yang enggan mengangkat senjata kepada serdadu Belanda kala diperlukan. Maka Kaisepo, dalam penalaran awam tak bertanggung jawab, dianggap seseorang yang tak pernah berjuang melawan kolonialisme.
Dan, memang, citra Kaisiepo sendiri berbeda dengan sosok yang lumrah kita sebut pahlawan. Ia tak dikenal selaku seorang panglima perang atau pemberontakan. Kaisiepo diangkat menjadi pahlawan karena keberpihakannya terhadap Indonesia yang menyentuh. Selepas mendengar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, ia merancang agar Papua bergabung dengan Indonesia, sebuah tindakan yang sangat mempertaruhkan keselamatan pada masanya. Pada 31 Agustus 1945, ia bersama tokoh-tokoh Komite Indonesia Merdeka diam-diam menggelar upacara pengibaran bendera merah putih dan mengumandangkan Indonesia raya.
Kaisiepo menjadi satu-satunya anggota Delegasi RI dalam perundingan Malino tahun 1946 dan menolak pembentukan Indonesia Timur. Ia dipenjara pada tahun 1954-1961 karena menampik ditunjuk sebagai wakil Belanda untuk wilayah Nugini. Dan, selepas kebebasannya, ia mendirikan Partai Politik Irian yang bertujuan menggabungkan Nugini dengan RI.
Akan tetapi, kelekatan Kaisiepo dengan peperangan fisik terbatas. Ia, memang, ambil andil dalam Trikora yang bertujuan menggagalkan negara boneka Papua buatan Belanda dengan melindungi para sukarelawan Indonesia yang menyusup diam-diam ke tanahnya. Ia disebut-sebut merupakan salah satu pencetus pemberontakan rakyat Biak terhadap Belanda pada Maret 1948. Kendati demikian, ia tak pernah menjadi sosok yang sama membekasnya seperti para raja, "kapiten," jago lokal yang memimpin peperangan melawan kolonial jauh sebelum Indonesia terbentuk atau para pimpinan tentara maupun milisi yang menghalau kedatangan Belanda pascakemerdekaan.
Republik di Ujung Bedil Kolonialisme
Negara ini lahir dari perjuangan dan pengorbanan. Menjelang akhir perang pun Indonesia bahkan masih menghadapi serbuan sekutu. Simak perjalanan panjang nusantara hingga merengkuh kedaulatannya.
Foto: public domain
Dari Portugis ke VOC
Awal abad ke 16 Portugis memasuki nusantara, berdagang dan mencoba menguasainya. Rakyat di beberapa wilayah melakukan perlawanan. Awal abad ke-17 giliran perusahaan Belanda, VOC yang mencari peruntungan di nusantara. Nusantarapun jatuh ke tangan Belanda, sempat direbutkan Perancis dan Inggris, lalu kembali dalam genggaman negeri kincir angin itu.
Foto: public domain
Pecah belah dan jajahlah
Untuk menguasai nusantara, Belanda memanfaatkan persaingan di antara kerajaan-kerajaan kecil. Berbagai pertempuran terjadi di bumi nusantara. Di Jawa, Perang Diponegoro (1825-1830) menjadi salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami Belanda selama pendudukannya di bumi Nusantara. Jendral de Kock memanfaatkan suku-suku lain berusaha menaklukan Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Foto: public domain
Pengorbanan darah dan nyawa
Wilayah-wilayah di luar Jawa pun tak ketinggalan mengalami berbagai pertempuran sengit. Salah satunya pertempuran di Bali tahun 1846 yang tergambar dalam lukisan ini, dimana Belanda mengerahkan batalyonnya dalam upaya menaklukan pulau Dewata tersebut.
Foto: public domain
Bersatu melawan penjajahan
Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia didirikan September 1926 oleh para mahasiswa. Organisasi ini bermaksud untuk menyatukan organisasi –organisasi pemuda yang tadinya terpecah-pecah dan dari berbagai perguruan tinggi seperti Stovia dan THS dan RHS. Perhimbunan besar ini memiliki pemikiran bahwa persatuan Indonesia merupakan senjata paling ampuh dalam melawan penjajahan.
Foto: public domain
Dijajah saudara tua
Dalam perang dunia ke-2, Jepang memerangi Tiongkok dan mulai menaklukan Asia Tenggara, termasuk Indonesia tahun 1941. Peperangan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Ketika Jepang kalah dalam PD II, tokoh nasional merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Foto: Imago
Teks bersejarah bagi bangsa Indonesia
Teks Proklamasi dipersiapkan. Dirumuskan oleh Tadashi Maeda, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo, dll. Teks tersebut digubah oleh Mohammad Hatta dan RM. Achmad Soebardjo Djodjodisoerjo dan ditulis tangan oleh Soekarno. Teks Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", diketik Sayuti Melik.
Foto: public domain
Proklamasi di Pegangsaan
Dengan didampingi Drs. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur no 56. Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.
Foto: public domain
Sang Saka Merah Putih berkibar
Sesaat setelah teks proklamasi diumumkan, bendera Sang Saka Merah Putih pun di kibarkan di halaman Pegangsaan Timur 56. Bendera bersejarah ini dijahit oleh istri Bung Karno, Fatmawati Soekarno. Kini tiap tanggal 17 Agustus, bendera Merah Putih berkibar dan menjadi bagian dari peringatan detik-detik kemerdekaanj Indonesia.
Foto: public domain
Dari Sabang sampai Merauke
Perang terus berkobar. 10 November 1945 di Surabaya, rakyat melawan sekutu. Di penghujung tahun yang sama, sekutu menyerbu Medan. Hampir semua wilayah Sumatera, berperang melawan Jepang, sekutu dan Belanda. Mulai dari Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, hingga Papua, para pejuang mengorbankan nyawa demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville
Peperangan terus berkobar di berbagai wilayah di tanah air. berbagai diplomasi digelar. Perjanjian Renville disepakati Januari 1948, di atas kapal Amerika, USS Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Indonesia diwakili PM. Amir Syarifuddin. Saat itu, dissetujui garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dengan wilayah pendudukan Belanda.
Foto: en.wikipedia.org/Indonesia/Public Domain
Penyerahan kedaulatan
Tak semua mematuhi perjanjian Renville. Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut. Politik Indonesia terus bergejolak. usaha Belanda meredam kemerdekaan Indonesia dikecam masyarakat internasional. Akhirnya penyerahan kedaulatan Indonesia dtandatangani di Belanda, tanggal 27 Desember 1949. Tampak pada gambar, Ratu Belanda, Juliana tengah menandatangani dokumen tersebut.
Foto: public domain
Peta Hindia Belanda dan sekitarnya
Peta Pinkerton untuk Hindia Timur: Mencakup dari Burma selatan ke Jawa, dari Andaman ke Filipina & New Guinea. Peta ini mencatat kota-kota, rawa-rawa, pegunungan, dan sistem sungai. Digambar oleh L. Herbert dan digravir oleh Samuel Neele di bawah arahan John Pinkerton. Sumber gambar: Pinkerton’s Modern Atlas, yang diterbitkan oleh Thomas Dobson & Co di Philadelphia pada tahun 1818.
Foto: public domain
Mencari makna kemerdekaan
Kini lebih dari 70 tahun merdeka, Indonesia memasuki tantangan baru: Memerdekaan diri dari berbagai belenggu penjajahan atas hak asasi manusia,pola pikir dan berekspresi serta memperjuangkan demokrasi.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Husni
13 foto1 | 13
Menakar bobot keindonesiaan seseorang
Semua ini menunjuk ke satu kenyataan pahit tentang bagaimana kita menakar bobot keindonesiaan seseorang pada hari-hari ini. Siapakah seseorang yang berhak menyandang predikat orang Indonesia sejati? Mereka yang terlibat dalam menyingkirkan, mengenyahkan yang asing dengan kekerasan di masa silam.
Ada satu fakta yang telah bergulir puluhan tahun yang menegaskan kecenderungan ini. Di satu daerah yang memiliki tempat istimewa di negeri ini, Yogyakarta, warga keturunan tak diperkenankan memiliki tanah. Keyakinan masyarakat, yang nampaknya dipupuk secara sengaja, adalah kelompok warga ini mendukung Belanda ketika agresi militer dilangsungkan. Kawula keturunan, karenanya, dianggap mesti menerima diperlakukan tidak setara dengan warga lainnya.
Apa artinya? Kekerasan kepada yang lain di kurun revolusi kemerdekaan, artinya, dianggap patut menentukan posisi sosial seseorang atau satu kelompok di negara Indonesia modern.
Perang Diplomasi demi Kemerdekaan Indonesia
Tanpa diplomasi Sjahrir dan tekanan internasional, Belanda masih akan bercokol di Indonesia, kendati proklamasi 45. Inilah empat tahun bersejarah yang dipenuhi intrik politik, pengkhianatan dan agresi milliter Belanda
Foto: picture-alliance/ANP
Kapitulasi Jepang, September 1945
12 Agustus 45, tiga hari setelah bom atom menghancurkan Nagasaki, Panglima Militer Jepang, Jendral Terauchi Hisaichi mengundang Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat ke Da Lat, Vietnam. Kepada keduanya Hisaichi mengindikasikan Jepang akan menyerah kepada sekutu dan membiarkan proklamasi kemerdekaan RI. Baru pada 2 September Jepang secara resmi menyatakan kapitulasi di atas kapal USS Missouri.
Foto: picture-alliance/dpa/United States Library Of Congres
Proklamasi, Agustus 1945
Setibanya di Jakarta, Soekarno diculik oleh pemuda PETA ke Rengasdengklok. Di sana ia dipaksa mengumumkan kemerdekaan tanpa Jepang. Malam harinya Soekarno menyambangi Mayjen Nishimura Otoshi. Kendati tidak mendukung, Nishimura menawarkan rumahnya untuk dipakai merumuskan naskah proklamasi. Keesokan hari Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56
Foto: picture alliance/CPA Media
Kabinet Sjahrir I, November 1945
Soekarno dan Hatta diangkat sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Keduanya memerintahkan Sutan Sjahrir, diplomat ulung yang kemudian menjadi perdana menteri pertama, buat mencari pengakuan internasional. Tugas Sjahrir adalah mempersiapkan Indonesia menghadapi pertemuan Linggarjati. Pidatonya yang legendaris di sidang umum PBB 1947 hingga kini masih tercatat sebagai momen paling menentukan
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Perundingan Linggarjati, November 1946
Dalam pertemuan yang dimediasi Inggris, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di Jawa, Madura dan Sumatera. Tapi Belanda nyaris bangkrut dan berniat mengamankan akses ke sumber daya alam Indonesia. Sjahrir yang ingin menghindari perang sempat menyetujui pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Belanda. Idenya ditolak Sukarno, dan Sjahrir harus mundur sebulan setelah penadatanganan perjanjian.
Foto: Public Domain
Agresi Militer I, Juli 1947
Akibatnya Belanda menyerbu Sumatera dan Jawa demi merebut sumber daya alam dan lahan pertanian. Apa yang oleh Indonesia disebut sebagai Agresi Militer, dinamakan Belanda "misi kepolisian" untuk menghindari campur tangan internasional. Parlemen Belanda awalnya menginginkan perluasan agresi buat merebut ibukota Yogyakarta, tapi ancaman sanksi PBB membuat Den Haag menarik pasukannya dari Indonesia.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville, Desember 1947
Di atas kapal USS Renville, Indonesia berhasil memaksakan gencatan senjata, tapi kehilangan sebagian wilayahnya. Belanda cuma mengakui kedaulatan RI di Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, serta meminta TNI menarik pasukannya dari wilayah pendudukan. Belanda kala itu sedang menunggu pemilu legislatif. Pemerintahan yang baru kemudian mengambil kebijakan yang lebih keras terhadap Indonesia.
Foto: Publilc Domain
Agresi Militer II, Desember 1948
Belanda memanfaatkan masa liburan natal PBB buat menggelar Agresi Militer II. 80.000 pasukan diterjunkan. Soekarno, Hatta dan Sjahrir ditangkap. Akibatnya Sjafruddin Prawiranegara diperintahkan membentuk pemerintahan darurat. Uniknya operasi militer di Indonesia didukung 60% penduduk Belanda. Sembilan hari setelah dimulainya agresi, PBB menelurkan dua resolusi yang menentang serangan Belanda
Foto: Getty Images/Keystone
Konferensi Meja Bundar, Agustus 1949
Setelah menjalin kesepakatan dalam perjanjian Roem Roijen, Indonesia dan Belanda sepakat bertemu di Den Haag atas desakan internasional. Belanda bersedia menarik mundur pasukan dan mengakui kedaulatan RI di semua kepulauan, kecuali Papua barat. Sebagai gantinya Indonesia harus membayar sebagian utang pemerintahan kolonial, termasuk yang dipakai untuk agresi militer selama perang kemerdekaan.
Foto: Getty Images/Keystone
Penyerahan Kedaulatan, Desember 1949
Ratu Juliana menandatangani akta penyerahan kedaulatan kepada RI di Amsterdam pada 27. Dezember 1949. Setelah kemerdekaan, Indonesia tenggelam dalam revolusi buat mengamankan kesatuan republik. Sementara Belanda menghadapi tekanan internasional. Sikap Den Haag soal Indonesia dan Papua bahkan nyaris membatalkan keanggotaan Belanda di NATO, yang kala itu mendukung kemerdekaan Indonesia.
Foto: picture-alliance/ANP
9 foto1 | 9
Penyederhanaan fatal
Ini bukan berarti setiap peperangan membela kemerdekaan Indonesia dengan sendirinya bermasalah. Masalahnya adalah kita tidak bisa memukul rata setiap bentuk kekerasan terhadap kawula yang kita anggap asing sebagai pengejawantahan semangat kemerdekaan atau keindonesiaan. Dan, percayalah, kita mengemban kebiasaan melakukan penyederhanaan fatal semacam ini.
Seorang novelis belia kondang, ambil saja, pernah menyampaikan bahwa kita merdeka berkat keberanian meregang nyawa para pejuang religius di masa silam. Ia menyiratkan bahwa orang-orang dari kelompok kiri tidak sepatutnya dielu-elukan karena mereka tidak pernah berperang membela tanah airnya dari serdadu Belanda. Untuk yang mengetahui kesilapannya, pandangan ini menggelikan dan menghibur. Namun untuk kawula yang menerimanya mentah-mentah, yang saya curiga lebih banyak, ia berbahaya.
Sang novelis menganggap bahwa perjuangan terbukti dengan pertarungan hidup-mati melawan tentara kolonial. Lantas, bagaimana dengan upaya memperjuangkan kedudukan orang-orang Indonesia melalui pengorganisasian, diplomasi, pendidikan, yang pada kenyataannya banyak dilansir kalangan kiri dan esensial? Dan, pertanyaannya, bila perjuangan melulu adalah mengacungkan dan menebaskan parang, bagaimana dengan wanita? Bagaimana dengan mereka yang selalu dipaksa zamannya untuk tidak berada di garis depan peperangan?
Tradisi 17 Agustus Melekat Hingga ke Jerman
Bagaimana masyarakat Indonesia di Berlin, Jerman, dan sekitarnya merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia? Apakah berbeda dengan di kampung halaman? Simak dalam Pesta Rakyat berikut ini:
Foto: DW/A. Purwaningsih
Jauh dari kampung halaman
Jauh dari kampung halaman, tidak mengurangi semangat warga Indoensia di Berlin dan sekitarnya untuk merayakan dirgahayu Republik Indonesia.
Foto: DW/A. Purwaningsih
‘Indonesia Kerja Nyata‘.
Tema untuk peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 : Mari wujudkan cita-cita bangsa dengan ‘Indonesia Kerja Nyata‘. Pada siang hari dalam acara Pesta Rakyat di Wisma Indonesia, Berlin, dari panggung musik ini, terdengar berbagai lagu Indonesia dimainkan, di antaranya 'Oh..oh Karmila.....'
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tenda putih
Tenda-tenda putih berjejer rapi di halaman Wisma Indonesia nan astri, tempat terselnggaranya Pesta Rakyat di Berlin.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Dari musik sampai lomba
Selain musik, apa saja kegiatan warga Indonesia di Berlin saat 17 Agustus-an? Tentu tak beda dengan yang di tanah air, yakni perlombaan. Tak ketinggalan undian berhadiah.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Balapan, yuk
Lomba untuk kategori anak-anak, seperti tradisi 17 Asgustus-an pada umumnya: balap kelereng dalam sendok, memasukan pensil ke dalam botol, dan lain-lain. Pemenang masing-masing perlombaaan tentu saja mendapat bingkisan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Lomba untuk yang dewasa
Untuk orang dewasa, juga disediakan berbagai macam lomba yang membawa keceriaan suasana. Para penonton berbahak-bahak ketika lomba makan digelar. Para peserta dibagi atas beberapa kelompok yang masing-masing terdri atas lima orang.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Bangun kebersamaan tim lewat makan
Lima piring tertutup disajikan, dan para anggota tim masing-masing kebagian satu piring yang dimakan bergantian. Isi dalam piring lomba makan, di antaranya kacang wasabi, beberapa potong wortel mentah sampai satu piring kecil coklat. Hati-hati tersedak ya….
Foto: DW/A. Purwaningsih
Anak-anak lebih tenang?
Lomba makan ini juga diadakan buat kategori anak-anak. Nampaknya, anak-anak lebih ‘kalem‘ ketimbang orang dewasa saat berlomba makan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Makan-makan
Tak cuma lomba makan, tapi juga makan kenyang. Pesta Rakyat juga menggelar makan-makan seperti di Indonesia. Pesta Rakyat di Berlin menyedian makanan khas Indonesi bagi semua pengunjung. Apa saja jenisnya?
Foto: DW/A. Purwaningsih
Dari uduk sampai lontong
Mulai dari nasi uduk, semur daging sapi, sambal goreng kentang petai, tempe kering, lengkap dengan sate dan lontong tersedia di sini. Kerupuk dan sambal, tentunya tidak ketinggalan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Serasa piknik
Tiada kebersamaan tanpa mengunyah dan makan bersama. Tradisi ‘mangan ora mangan ngumpul‘ juga tetap dipelihara warag Indonesia di Jerman.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Kue kecilnya apa?
Es buah jadi makanan penutup. Tapi ada juga penganan kecil khas Indonesia yang ikut memanjakan perut pengunjung tentunya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Sang Merah Putih
Bendera Merah Putih menjadi ornamen dan warna yang mendominasi di lokasi kegiatan Pasar Rakyat di Berlin yang diadakan dalam rangka menyambut kemerdekaan RI.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Silaturahmi
Praktis, Pesta rakyat di Wisma Indonesia di Berlin ini sekaligus jadi ajang silaturahmi warga.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Mempertemukan dua budaya
Yang satu pakai peci dan sarung, yang lainnya pakai rok Bayern, Jerman. Pengunjungnya? Macam-macam, ada pula orang Jerman yang berkebaya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tamu kecil tertidur
Cuaca bulan Agustus 2016 cukup hangat. Tepat di hari Pesta rakyat digelar temperaturnya mencapai 27 derajad Celsius. Ditiup angin sepoi-sepoi di bawah pohon kecil, tampak ada yang tertidur di acara ini.
Foto: DW/A. Purwaningsih
16 foto1 | 16
Apakah mereka akan selalu menjadi manusia kelas dua?
Tetapi, betapapun kita mengeluhkan kelekatan keindonesiaan dan kekerasan ini, apa yang menanti mereka yang ingin mematahkan keterpautan keduanya hanyalah kesulitan. Bukan tanpa alasan dari waktu ke waktu roman sebuah bangsa adalah roman kekerasan. Sebuah bangsa selalu diceritakan lahir dan hidup dari rahim kekerasan—sebelum akhirnya mati di palungan yang sama, kekerasan. Ia berawal dari perang yang dimenangkan. Ia dipertahankan melalui peperangan. Ia pun redup karena kekalahan dalam perang.
Mengapa? Sederhana. Drama kekerasan jauh lebih membekas di perasaan dan ingatan kita dibandingkan cerita-cerita lainnya. Dan tindakan kekerasan lebih mudah mencatatkan nama tertentu ke benak kita dibandingkan tindakan-tindakan lainnya. Tak banyak yang mengetahui seluk-beluk sosok yang mewajahi uang Rp1.000 lama kita, Pattimura. Di antara orang-orang Maluku sendiri, banyak perdebatan tentang asal-usulnya. Namun, satu hal yang diketahui nyaris semua orang perihal sosoknya adalah ia merupakan pejuang melawan Belanda.
Siapa, karenanya, yang tak mau membangun sebuah bangsa dengan drama kekerasan? Bila saya dipercaya dengan nasib sebuah bangsa, saya jawab saja, bukan saya.
Penulis:
Geger Riyanto (ap/hp)
Esais dan peneliti sosiologi. Mengajar Filsafat Sosial dan Konstruktivisme di UI. Bergiat di Koperasi Riset Purusha.
@gegerriy
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Penjahat Perang Jepang yang Didewakan
Mereka bertanggungjawab atas kematian jutaan warga sipil dan masih mendapat tempat kehormatan di kuil Yasukuni. Betapapun besar kejahatannya, mereka dianggap sebagai pahlawan. Siapa mereka dan apa dosa-dosanya?
Foto: Keystone/Getty Images
Hideki Tojo
Hideki Tojo adalah Perdana Menteri Jepang dari 1941 hingga 1944 dan kepala staf militer. Ia didakwa bertanggungjawab atas pembantaian 4 juta penduduk Cina dan melakukan eksperimen senjata biologi kepada tawanan perang. Setelah Jepang kalah, Tojo sempat berniat bunuh diri dengan pistol. Tapi niat tersebut batal dan ia dihukum gantung tahun 1948.
Foto: Keystone/Getty Images
Kenji Doihara
Doihara mengawali karirnya tahun 1912 sebagai agen rahasia di Beijing. Pria yang fasih berbahasa Mandarin ini mendirikan "Kerajaan Manchuria," bersama kaisar terakhir Cina, Puyi. Kerajaan tersebut adalah pemerintahan boneka Jepang. Tahun 1940, Doihara terlibat dalam serangan ke Pearl Harbor dan digantung delapan tahun kemudian.
Foto: Gemeinfrei/Unbekannt
Iwane Matsui
Matsui didakwa terlibat dalam pembantaian Nanjing 1937 yang menewaskan 300.000 penduduk Cina dalam sepekan. Kini sejahrawan meyakini keputusan pembantaian itu datang dari keluarga kekaisaran. Namun tidak seperti perwira militer yang terlibat, keluarga ningrat itu tidak pernah didakwa. Matsui dieksekusi mati tahun 1948.
Foto: Gemeinfrei
Heitaro Kimura
Tahun 1939, Kimura mengobarkan perang brutal terhadap milisi bersenjata Partai Komunis Cina. Ia mendirikan kamp konsentrasi yang menampung ribuan tawanan perang. Tahun 1944 Kimura lalu dikirim ke Burma buat memimpin pasukan Jepang. Ia memaksa tawanan buat membangun jalur kereta api sepanjang 415 ke Thailand. Akibatnya 13.000 serdadu tewas. Kimura mati digantung tahun 1948.
Foto: Gemeinfrei
Koki Hirota
Hirota memimpin pemerintahan Jepang hingga Februari 1937 dan kemudian menjabat menteri luar negeri. Ia didakwa terlibat dalam pembantaian Nanjing. Hirota (tengah) adalah satu-satunya politisi sipil yang digantung tahun 1948.
Foto: Keystone/Getty Images
Seishiro Itagaki
Pada September 1931 Itagaki mengarsiteki pemboman jalur kereta api di Manchuria. Jepang memanfaatkan peristiwa itu buat mendeklarasikan perang terhadap Cina. Itagaki kemudian dikirim ke Korea Utara, Malaysia dan Indonesia sebelum menyerah tahun 1945.
Foto: Gemeinfrei
Akira Muto
Sejak perang berkecamuk, Muto bertempur di Cina dan kemudian didakwa terlibat dalam kejahatan perang, antara lain pembantaian Nanjing. Menurut majelis hakim, Muto tidak cuma membiarkan tawanan perang kelaparan, tetapi juga "menyiksa dan membunuh" mereka.
Foto: Gemeinfrei
Yosuke Matsuoka
Di bawah kepemimpinannya Jepang meninggalkan Liga Bangsa-bangsa setelah dituding memulai perang terhadap Cina. Matsuoka yang kemudian menjabat sebagai menteri luar negeri termasuk inisator perjanjian triparti antara Jepang, Nazi Jerman dan Fasis Italia. Setelah perang Matsuoka meninggal dunia sebelum dieksekusi mati.
Foto: Gemeinfrei/Japanese book Ningen Matsuoka no Zenbo
Osami Nagano
Marsekal Osami Nagano memerintahkan serangan Jepang ke pangkalan militer AS di Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Sebanyak 12 kapal perang AS menjadi korban dan lebih dari 2400 serdadu tewas. Nagano meninggal dunia akibat radang paru-paru tahun 1946 sebelum sempat diseret ke pengadilan penjahat perang di Tokyo.
Foto: Gemeinfrei
Toshio Shiratori
Toshio Shiratori adalah otak di balik propaganda Jepang. Ia pernah menjabat duta besar italia dan termasuk aktor yang aktif mendorong aliansi dengan Adolf Hitler dan Benito Mussolini. Sebagai penasehat utama Kementrian Luar Negeri, ia yang mengarsiteki ideologi fasis militer Jepang di daerah-daerah pendudukan. Toshio dihukum penjara seumur hidup dan meninggal tahun 1949.
Foto: Gemeinfrei
Yoshijiro Umezu
Antara 1939 dan 1945, Umezu mengkomandoi Milisi Guandong yang berkekuatan 700.000 serdadu. Kendati ia menentang kapitulasi Jepang, Umezu (berbaju militer di baris terdepan) diperintahkan menandatangani dokumen kapitulasi pada 2 September 1945. Umezu dihukum penjara seumur hidup dan meninggal dunia tahun 1949.