1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lukman Syaifuddin Bersedia Jadi Saksi Meringankan Meiliana

23 Agustus 2018

Lukman Saifuddin menilai PN Medan gegabah tidak merujuk pada Pasal 1 PNPS 1965 ketika memutus vonis Meiliana. Dia pun siap bersaksi di pengadilan. Tapi kesaksiannya itu sudah pernah diberikan selama sidang.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Menteri Agama Lukman Hakim SaifuddinFoto: Getty Images/AFP/A. Berry

Setelah buka suara menyusul vonis penjara selama 18 bulan yang menimpa Meiliana, kini Menteri Agama Lukman Saifuddin menegaskan dirinya bersedia menjadi saksi ahli buat meringankan terdakwa jika kasusnya diajukan ke tingkat yang lebih tinggi.

Kesediaan tersebut berawal dari permintaan Saiful Mujani, Direktur lembaga survey Saiful Mujani Research Centre, via akun Twitter-nya. "Supaya tidak dibilang intervensi sebaiknya banding saja, dan pak Mentri mungkin bisa menjadi pihak terkait atau saksi ahli yng meringankan. please pak," tulis Saiful.

Lukman lalu menjawab "Saya bersedia bila diperlukan.."

Sebelumnya menteri agama mengeritik vonis Pengadilan Negeri Medan yang memutus keluhan Meiliana atas volume suara adzan masjif sebagai tindakan penistaan agama dan menyatakan terdakwa telah melanggar Pasal 156 a KUHP. Namun menurut Lukman, majelis hakim selayaknya ikut mempertimbangkan Pasal 1 UU Tentang Pencegahan Penyalagunaan Dan/Atau Penodaan Agama.

Ayat tersebut berbunyi, "Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu."

"Hemat saya, mestinya penerapan Pasal 156 a UU 1/PNPS/1965 dalam kasus Ibu Meliana tak bisa berdiri sendiri, karena harus dikaitkan dengan konteks Pasal 1 UU tersebut," kata Lukman kepada Okezone, Kamis (23/8).

Pendapat Lukman Gagal Yakinkan Hakim

Namun pendapat Lukman bukannya tidak pernah diungkapkan di pengadilan. Saksi ahli yang meringankan terdakwa, Rumadi Ahmad telah pula mengingatkan hakim mengenai konteks penggunaan pasal 156a KUHP tersebut.

"Saya katakan (di pengadilan) tolong kalau menggunakan Pasal 156a KUHP agar dikaitkan dengan Pasal I PNPS 1965. Karena inti dari penodaan agama atau apa yang dimaksud dengan penodaan agama itu adanya di Pasal I. Sehingga kalau orang tidak memenuhi unsur-unsur yang ada di Pasal I PNPS 65, jangan gegabah menuduh orang melakukan penodaan agama," ujarnya kepada DW.

Namun meski sudah dijabarkan, hakim sudah lebih dulu memutus perkara sebelum mengetuk palu, "Tapi ternyata keterangan saya tidak jadi pertimbangan.“

rzn/hp (dari berbagai sumber)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait