Demonstrasi “212“. Ingatkah Anda? Bagaimana kelanjutannya? Seberapa panjang napas gerakan massa “Bela Islam” ini? Berikut analisa Kalis Mardiasih.
Iklan
Spanduk-spanduk raksasa bergambar pimpinan Front Pembela Islam (FPI) dan tokoh GNPF-MUI perlahan mulai berkurang di sudut-sudut jalan Jakarta. Pada awal kemunculannya di tahun 2016, spanduk itu memuat pesan agitatif, yakni ajakan kepada segenap umat Islam, antara lain untuk memenjarakan penista agama. Belakangan ketika kasus telah bergulir, kesuksesan mengorganisasi massa kemudian dijadikan kesempatan untuk mendukung gerakan bela Islam dan bela ulama, hingga menolak kriminalisasi ulama.
Dalam perkembangannya, spanduk serupa itu bahkan tidak hanya menyesaki Jakarta sebagai sumber asal isu gerakan, namun spektrumnya sampai juga di jalanan protokol kota besar seluruh Jawa. Setidaknya, saya melihat sendiri fenomena semacam ini di Semarang, Yogyakarta, Klaten, dan Solo. Spanduk dan baliho memuat wajah ikonik, wajah Rizieq Shihab adalah yang selalu muncul. Serangkaian aksi dan propaganda lewat spanduk, selebaran hingga broadcast pesan instan itu, diakui atau tidak diakui, ternyata punya sumbangan bagi tercabiknya jalinan kebangsaan.
Kutipan video yang berjudul "Penistaan Terhadap Agama?” yang diunggah oleh Buni Yani di laman facebook pada 6 Oktober 2016 mencatatkan sebuah fenomena. Video itu menayangkan kunjungan mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke pulau Pramuka pada 27 September 2016, yang pidatonya lalu menuai kontroversi sebab mengeluarkan pernyataan yang dianggap menistakan agama oleh beberapa kelompok Islamis.
Tercatat, aksi bela Islam jilid pertama pada 14 Oktober 2016, aksi bela Islam jilid kedua pada 4 November 2016 dan aksi bela Islam jilid ketiga pada 2 Desember 2016. Pada akhirnya, baik Ahok maupun Buni Yani sama-sama dinilai bersalah di hadapan hukum. Pada 9 Mei 2017, Ahok divonis dua tahun penjara dan langsung ditahan di kompleks Cipinang. Sedangkan Buni Yani, divonis 1,5 tahun penjara pada 14 November 2017 atas dakwaan pelanggaran UU ITE karena terbukti memotong video pidato Ahok. Fakta yang sebetulnya sedikit konyol, sebab bukankan seharusnya kebenaran maupun kejahatan itu bersifat tunggal saja? Jika keduanya sama-sama dihukum, siapa sebetulnya yang benar-benar bersalah pun kembali menjadi bias.
Narasi Makar Hizb Tahrir
Keberadaan Hizb Tahrir sering dianggap duri dalam daging buat negara-negara demokrasi. Pasalnya organisasi bentukan Yusuf al-Nabhani itu giat merongrong ideologi sekuler demi memaksakan penerapan Syariah Islam.
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Buah Perang Arab-Israel
Adalah Yusuf al-Nabhani yang mendirikan Hizb Tahrir di Yerusalem tahun 1953 sebagai reaksi atas perang Arab-Israel 1948. Tiga tahun kemudian tokoh Islam Palestina itu mendeklarasikan Hizb Tahrir sebagai partai politik di Yordania. Namun pemerintah Amman kemudian melarang organisasi baru tersebut. Al Nabhani kemudian mengungsikan diri ke Beirut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mimpi Tentang Khalifah
Dalam bukunya Al Nabhani mengritik kekuatan sekular gagal melindungi nasionalisme Palestina. Ia terutama mengecam penguasa Arab yang berjuang demi kepentingan sendiri dan sebab itu mengimpikan kekhalifahan yang menyatukan semua umat Muslim di dunia dan berdasarkan prinsip Islam, bukan materialisme.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Looi
Anti Demokrasi
Tidak heran jika Hizb Tahrir sejak awal bermasalah dengan Demokrasi. Pasalnya prinsip kedaulatan di tangan rakyat dinilai mewujudkan pemerintahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai hukum Allah. Menurut pasal 22 konstitusi Khilafah yang dipublikasikan Hizb Tahrir, kedaulatan bukan milik rakyat, melainkan milik Syriah (Hukum Allah).
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Kudeta Demi Negara Islam
Hizb Tahrir Indonesia pernah mendesak TNI untuk melakukan kudeta. “Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan khilafah!” tegas Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib di hadapan simpatisan HTI pada 2014 silam.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kemanusiaan Semu di Jantung Khalifah
Buat HT, asas kebebasan sipil seperti yang terkandung dalam prinsip Hak Azasi Manusia merupakan produk "ideologi Kapitalisme" yang berangkat dari prinsip "setiap manusia mewarisi sifat baik, meski pada dasarnya manusia hanya menjadi baik jika ia menaati perintah Allah."
Foto: Reuters
Tunduk Pada Pemerintahan Dzhalim
Kekhalifahan menurut HT mengandung sejumlah prinsip demokrasi, antara lain asas praduga tak bersalah, larangan penyiksaan dan anti diskriminasi. Namun masyarakat diharamkan memberontak karena "Syariah Islam mewajibkan ketaatan pada pemegang otoritas atas umat Muslim, betapapun ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hak sipil yang ia lakukan," menurut The Ummah’s Charter.
Foto: Reuters
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Pluralisme dalam kacamata Hizb Tahrir sangat berbahaya, lantaran "merusak Aqidah islam," kata bekas Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, 2010 silam. Perempuan juga dilarang menduduki kekuasaan tertinggi seperti gubernur atau hakim, meski diizinkan berbisnis atau meniti karir. "Pemisahan jender adalah fundamental", tulis HT dalam pasal 109 konstitusi Khilafah. (Ed: rzn/ap)
Foto: picture alliance/dpa/M.Fathi
7 foto1 | 7
Menakar Napas Gerakan "Bela Islam”
Lepas dari kontroversi soal pro dan kontra, saya tertarik menganalisis perangkat yang menjadi penguat aksi dan seberapa panjang napas gerakan massa "Bela Islam” ini.
Semua bentuk kegiatan berekspresi dan menyatakan aspirasi dilindungi oleh konstitusi, demikian juga dengan aksi "Bela Islam” yang terkenal dengan kode tanggal itu. Aksi itu bahkan pernah dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi dan Kapolri Tito Karnavian. Tetapi, gerakan massa, apapun basis ideologinya, selalu memerlukan momentum, misalnya mulai dari momentum kenaikan harga bahan pokok hingga kemerosotan ekonomi mutakhir seperti yang terjadi pada demonstrasi 1998. Variabel menarik dari gerakan massa bela islam adalah kenyataan bahwa ia menemukan momentum dari sebuah video pendek yang memuat isu keagamaan yang cukup sensitif. Sejarah mencatat, aksi yang biasanya berhasil mengerahkan massa besar adalah aksi yang peka terhadap agama, misalnya pernah terjadi pada aksi Undang-Undang Perkawinan pada 1973 dan aksi anti- SDSB pada 1993.
Setelah sebuah isu sebagai pemicu, pengorganisasian aksi massa memerlukan desas-desus, media massa, dan opinion leader. Pada aksi bela islam, tiga hal ini terkontrol di media sosial melalui fanpage tokoh-tokoh FPI dan GNPF-MUI, akun-akun personal dengan follower signifikan, juga beberapa komunitas anak muda kreatif yang punya pengaruh. Sebagaimana konsep viralitas sebuah konten di dunia maya, semakin konten tersebut dibicarakan, baik oleh para pendukung atau penentang, engagement akan makin tinggi sehingga sebaran informasi semakin luas.
Pat Gulipat ala Rizieq Shihab
Rizieq Shihab yang dulu gemar beradu otot dengan penguasa kini menjadi primadona politik jelang Pilkada. Tapi meski kian berpengaruh, sepak terjangnya kerap membuat gaduh. Kini Rizieq kembali digoyang.
Foto: Getty Images/Adek Berry
Pelarian Terakhir
Sejak 2014 Rizieq Shihab menjadi pelarian terakhir buat calon pejabat tinggi yang kekurangan suara buat memenangkan pemilu. Saat itu Front Pembela Islam (FPI) didekati duet Prabowo dan Hatta hanya sebulan menjelang pemilihan umum kepresidenan. Kini pun Rizieq kembali dirayu dua pasangan calon gubernur DKI yang butuh dukungan buat menggusur Basuki Tjahaja Purnama.
Foto: picture-alliance/dpa/B.Indahono
Tolak Perempuan
Rekam jejak politik FPI sudah berawal sejak era Megawati. Dulu Rizieq menggalang kampanye anti pemimpin perempuan. Saat itu organisasi bentukannya mulai mendulang dukungan lewat aksi-aksi nekat seperti menggerudug lokasi hiburan malam. Namun di tengah popularitasnya yang meluap, Rizieq dijebloskan ke penjara karena menghina Sukarno dan Pancasila.
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
Tanpa Daya Pikat
Sebulan menjelang pemilihan presiden pertama 2009, FPI mendeklarasikan dukungan buat Jusuf Kalla dan Wiranto. Serupa 2014, saat itu pun deklarasi dukungan oleh Rizieq gagal mendatangkan jumlah suara yang diharapkan. Pengamat sepakat, ormas agama serupa FPI belum memiliki daya pikat untuk menyihir pemilih muslim.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang di Jakarta
Namun roda nasib berbalik arah buat Rizieq. Sejak 2013, dia telah menggalang kampanye menentang Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama lantaran tidak beragama Islam. Puncaknya pada 14 Oktober 2014 FPI menggalang aksi demonstrasi sejuta umat. Namun yang datang cuma ribuan orang. Pilkada DKI Jakarta 2016 akhirnya menawarkan panggung buat FPI untuk kembali menanamkan pengaruh.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Kampanye Anti Gubernur Kafir
Pidato Ahok yang mengritik politisasi Al-Quran untuk pemilihan umum dan pilkada menjadi umpan buat FPI. Bersama GNPF-MUI, Rizieq menyeret Ahok ke pengadilan dengan dakwaan penistaan agama. Ia pun menggelar aksi protes melawan Ahok yang kali ini mengundang ratusan ribu umat Muslim dari seluruh Indoensia. Manuver tersebut coba dimanfaatkan pasangan calon lain untuk menggembosi dukungan terhadap Ahok
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Koalisi Oposisi
Rizieq lagi-lagi naik daun. Ia pun didekati Agus Yudhoyono dan Anies Baswedan yang membutuhkan suara tambahan buat memenangkan pilkada. Untuk pertamakalinya FPI berpeluang memenangkan salah satu calon untuk merebut kursi strategis. Tapi serupa 2003, kali ini pun sepak terjang Rizieq di arena politik mendatangkan lawan yang tak kalah garang.
Foto: AFP/Getty Images
Pertaruhan Terakhir
Saat posisinya melambung, Rizieq Shihab terancam kembali diseret ke penjara dengan berbagai dakwaan, antara lain penghinaan simbol negara dan pornografi. Tapi sang Habib tidak tinggal diam dan memilih melancarkan serangan balik kepada Ahok, seakan nasibnya ditentukan pada hasil Pilkada DKI. Pertaruhan Rizieq menyimpan risiko tinggi. Namun jika berhasil, maka kuasa adalah imbalannya.
Foto: Getty Images/Adek Berry
7 foto1 | 7
Pertanyaan berikutnya adalah apakah misi dari aksi massa bela Islam sesungguhnya? Jawaban pertanyaan tersebut menjawab mengapa ternyata hari ini terbukti tidak ada napas yang cukup panjang untuk gerakan ini secara definitif. Pemimpin gerakan, utamanya Rizieq Shihab menghindar dari tanggung jawab dengan pergi ke Arab Saudi, meninggalkan serangkaian tuduhan hukum yang belum sempat diperiksa. Di media sosial, para simpatisan aksi yang menyebut diri "alumni” sempat menggelarkan aksi peringatan setahun Gerakan 411, namun jamaah hadir tak bisa disebut banyak, press release media hanya menjelaskan agenda ceramah, tanpa ada poin-poin khusus yang penting untuk dibicarakan terkait Islam politik seperti yang tampaknya mereka cita-citakan di awal momentum.
Hal ini menegaskan, bahwa selain tentang momentum dan desas-desus, sebuah rentang aksi massa juga tergantung dari luasnya jalinan solidaritas berbagai golongan dan etnis yang berbagi nasib dalam sebuah tragedi. Berangkat dari trigger isu pemotongan video pidato yang diselenggarakan oleh tipikal komunitas yang ekslusif tentu berbeda dengan isu-isu yang mencakup agama, sosial, sekaligus politik seperti kemiskinan, genosida, dan penindasan hak asasi komunitas tertentu yang lebih bersifat universal dan plural.
Ahok Diserang Lagi, Kali Ini Dengan Karangan Bunga
Halaman Balai Kota DKI disesaki dengan sekitar seribu karangan bunga hingga meluber ke jalanan. Plakat kembang itu ditujukan bagi Ahok-Djarot. Pesannya mulai dari ucapan terima kasih, semangat, hingga 'curhat galau'.
Foto: B. T. Purnama
Setelah kalah bersaing di Pilkada
Pasca alami kekalahan dari pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan wakilnya Djarot Syaiful Hidayat menerima ribuan karangan bunga yang dialamatkan ke Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Lama-lama tak muat lagi
Tadinya karangan-karangan bunga kiriman dari berbagai orang dan kelompok masyarakat itu dipajang di halaman Balaikota. Namun karena jumlahnya terus bertambah, akhirnya meluber juga ke jalanan.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Ucapan terima kasih
Rata-rata isi pesan dalam karanagn bunga itu berupa ucapan penyemangat bagi pesangan Ahok-Dajrot yang kalah alam Pilkada DKI Jakarta 2017. Selain itu juga ucapan terima kasih atas perubahan yang warga alami di ibukota.
Foto: B. T. Purnama
1 kekalahan 1000 bunga
Bukan cuma dari individu, kelompok masyarakat juga ikut mengirim bunga. partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dikenal gigih memperjuangkan Ahok-Djarot dalam Pilkada mengirim karangan bunga super besar. Kata-katanya: "Satu kekalahan, seribu bunga merekah."
Foto: Partai Solidaritas Indonesia PSI
Jadi ajang foto
Pernah melihat karangan bunga sebanyak ini yang ditujukan bagi seorang pemimpin? Pajangan karangan-karangan bunga di sekitar Balaikota DKI Jakarta akhirnya jadi ajang selfie maupun foto bersama.
Foto: M. Tobing
Bagaimana membalasnya?
Ahok mengaku bingung ingin membalas karangan bunga dengan ucapan rasa terima kasih, tapi bagaimana caranya jika sebanyak itu? Lewat akun facebooknya, staf Ahok mendokumentasikan karangan-karangan bunga tersbeut.
Foto: Facebook
Menarik perhatian
Anggun, artis Indonesia yang bermukim di Perancis tak mau ketinggalan mengungkapkan perasaannya. lewat twitter ia menulis rasa terharunya melihat bunga-bunga untuk Ahok.
Foto: Twitter
Gagal 'move on'
Tak jarang, pesan dalam plakat bunga ini juga bernada lucu. Misalnya seperti kiriman dari warga yang mengaku galau setelah ditinggal Ahok-Djarot nantinya. (Ed: aap/rzn)
Dalam wawancara dengan Ahmad Syafi'i Maarif yang dimuat Jurnal Prisma (1984) dengan judul Umat Islam, Seribu Tahun Berhenti Berpikir, Buya Maarif menjelaskan bahwa Negara "Syariah” sudah tidak ada sejak meninggalnya khalifah Ali Bin Abi Thalib. Beberapa negara yang sering disebut Negara Islam, sebetulnya justru menjalankan sistem kerajaan, sistem dinasti. Umat Islam tidak boleh tertipu sejarah sebab yang diinginkan oleh Al Qur'an adalah terciptanya masyarakat yang egaliter dengan menjalankan mekanisme syuro (mutual consultation) yang dalam bahasa modern setara dengan demokrasi.
Tetapi, Khomeini dalam Wilaya-i Faqih yang mengupas teori politik Islam, sama sekali tidak menyinggung hal ini. Kehidupan kenegaraan dan keagamaan di Iran sempat sangat elitis, dengan kekuasaan para mullah dalam kehidupan politik yang bisa dikatakan tirani berbaju Islam. Hari ini, Arab Saudi dan negara-negara teluk seluruhnya justru tidak bisa memadamkan dendam berbasis pengunggulan kelompok dan geopolitik, lalu lebih memilih mengobarkan perang yang tentunya jauh dari nilai-nilai Islami.
Indonesia, justru adalah negara muslim terbesar di dunia yang sangat berhasil dengan demokrasi. Kekecewaan pada awal kemerdekaan sebab dihapuskannya kata-kata "dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya” dalam piagam Jakarta berhasil diatasi, asalkan Pancasila benar-benar dijalankan dengan asas keadilan. Seperti kata Gus Dur, "Peace without justice is an illusion.”
Seribu Lilin Buat Ahok
Ribuan warga menyalakan lilin di kota-kota besar di Indonesia untuk menyatakan solidaritas untuk Basuki Tjahaja Purnama setelah divonis penjara dua tahun atas dakwaan penodaan agama. Berikut foto-fotonya.
Foto: Reuters/Antara/S. Kurniawan
Solidaritas dalam Lilin
Menyusul vonis penjara dua tahun buat Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus penodaan agama, ribuan warga berkumpul di sejumlah kota di Indonesia sembari menyalakan lilin. Mereka antara lain berdemonstrasi di Tugu Proklamasi, Jakarta, dan Tugu Yogyakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Duka dan Dukungan
"Kita semua di sini mungkin sedih dan terpuruk, saya yakin Pak Ahok butuh support dan dukungan teman-teman semua," kata koordinator Solidaritas Rakyat Jakarta untuk Keadilan, Nong Darol, seperti dilansir Detik.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Merambat ke Timur
Aksi bakar seribu lilin juga dilakukan masyarakat Minahasa Utara. Selain itu ribuan lain melakukan aksi serupa di Manado. Sementara di Papua, seratusan warga dilaporkan berkerumun di Taman Imbi yang terletak di jantung Kota Jayapura untuk memrotes hukuman penjara atas Ahok. "Ini aksi spontanitas warga yang cinta damai, anti radikalisme, dan kekerasan," kata seorang warga kepada Liputan6.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Membangun Harapan
Sastrawan senior, Goenawan Mohamad, yang mengikuti aksi massa di Tugu Proklamasi, menulis lewat Twitter, "ketika harapan hilang, di hari itu juga harapan dibangun kembali." Selain tokoh lintas agama, Nana Riwayatie yang merupakan kakak angkat Ahok turut hadir. Ia menyampaikan apresiasi atas dukungan masyarakat.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Persatuan di Tugu Proklamasi
Kepada Detik, Charol Vernando, salah seorang simpatisan Ahok mengatakan Tugu Proklamasi dipilih "karena menyimbolkan proklamasi di Indonesia, menyimbolkan persatuan dan kesatuan Indonesia."
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Demonstrasi Lewat Lagu
Sebelumnya warga juga berkumpul di depan markas Brigade Mobil di Depok setelah Ahok dipindahkan dari Cipinang. Aksi serupa digelar di Balai Kota ketika ribuan warga berkumpul sembari menyanyikan lagu nasional di bawah panduan Addie MS.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Solidaritas Lintas Negara
Aksi solidaritas untuk Basuki Tjahaja Purnama juga akan digelar di sejumlah kota besar di luar negeri, antara lain di Kanada, Amerika Serikat, Australia dan Jerman. Menurut undangan yang disebarkan di Perth, Australia, aksi tersebut dilakukan untuk menyatakan dukungan kepada Pancasila dan kebhinekaan di Indonesia. (ed:rzn/ap)
Foto: Reuters/Antara/S. Kurniawan
7 foto1 | 7
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam besar yang mengawal Pancasila. KH Achmad Siddiq, mantan penasehat PB Syuriah NU, pernah mengatakan bahwa dalam Munas NU Situbondo tahun 1983, sikap NU yang menerima Pancasila sebagai azas tunggal bukanlah sikap politis semata, namun justru sikap kultural untuk menerima semua kalangan subkultur muslim Indonesia dalam wadah NU agar tidak menjadi eksklusif.
AR Fachruddin, sejak 1984 dalam artikel Jauhkan Dakwah dari Politik juga menyatakan bahwa cara hidup yang Islami tidak bertentangan dengan Pancasila. Menurut AR Fachruddin, pimpinan nasional telah berkali-kali menyatakan bahwa Pancasila bukan agama, dan tidak akan dijadikan agama. NU dan Muhammadiyah adalah dua panglima yang membentuk kehidupan berbangsa Islami secara kultural.
Pemerintahan Soeharto memang sempat menguji umat Islam dan demokrasisecara keseluruhan. Mulai dari Komando Jihad, kasus Tanjung Priok, penculikan aktivis 1998, DOM Aceh, kasus Papua dan Timor-Timur. Imbasnya, organisasi sebesar NU pun bukannya tidak tercerai berai, bahkan ada istilah NU Wahid Hasyim, NU Gus Dur dan lain-lain. Namun secara organisasi, visi kebangsaan dua organisasi ini tetap kokoh hingga kini.
Sedangkan secara struktural, sejak lengsernya Soeharto pada 1998, umat Islam tersebar dalam berbagai partai, baik partai Islam maupun yang tidak membawa embel-embel Islami. Eksistensi mereka ini menandai keberadaan berbagai subkultur yang mencoba menegaskan diri dalam berbagai kegiatan politik dengan mengisi peluang yang tiba-tiba terbuka untuk mewujudkan masyarakat demokratis.
Contoh perjuangan gerakan seperti NU, Muhammadiyah juga sosok-sosok bersih dalam partai adalah cerminan perjuangan lebih bisa bernafas panjang ketika memiliki visi kokoh sejak kelahirannya dan tidak bersifat sporadis.
Penulis: Kalis Mardiasih (ap/vlz)
Penulis opini lepas dan penerjemah. Bergiat sebagai riset dan tim media Jaringan nasional Gusdurian Indonesia.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis.
Seberapa Terintegrasi Muslim di Eropa?
Semakin meluasnya gerakan populis haluan kanan di Eropa menimbulkan keraguan apakah praktik agama Islam dapat sejalan dengan demokrasi barat. DW mengungkap beberapa kesalahpahaman soal integrasi yang tersebar.
Foto: picture-alliance/Godong/Robert Harding
Seberapa sukseskah integrasi linguistik?
3/4 warga Muslim kelahiran Jerman memakai bahasa Jerman sebagai bahasa ibunya. Di antara para imigran, hanya 1/5 yang mengaku bahasa Jerman sebagai bahasa pertama. Semakin lama suatu generasi di suatu negara, maka semakin baik kemampuan bahasanya. Tren ini terlihat di seluruh Eropa. Di Jerman, 46% Muslim mengaku bahasa nasional mereka adalah bahasa Jerman. Bandingkan di Austria 37% dan Swiss 34%.
Foto: picture-alliance/dpa
Bagaimana pandangan Muslim atas hubungan antar-agama?
Studi yang dirilis Religion Monitor (2017) mengungkap 87% Muslim Swiss mengisi waktu luang mereka dengan menjalin relasi secara teratur dengan warga non-Muslim. Di Jerman dan Perancis hasilnya 78%, sementara di Inggris 68% dan Austria 62%. Sebagian besar Muslim dari generasi terkini secara konstan menjalin kontak dengan warga non-Muslim, terlepas dari berbagai rintangan yang muncul di masyarakat.
Foto: Imago/R. Peters
Apakah Muslim merasa terkoneksi dengan Eropa?
96% Muslim Jerman merasa terkoneksi dengan negara yang mereka tinggali. Persentase setinggi ini juga dirasakan warga Muslim di Perancis, namun persentase tertinggi dimiliki Swiss dengan perolehan 98%. Terlepas dari sejarahnya yang sejak lama dikenal memiliki institusi yang terbuka terhadap keragaman budaya dan agama, hanya sedikit Muslim (89%) yang mengaku memiliki hubungan dekat dengan Inggris.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Seberapa pentingkah agama dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim Eropa?
Muslim dari keluarga imigran memiliki komitmen religius yang tinggi, yang terus dipertahankan lintas generasi. 64% Muslim yang tinggal di Inggris menyebut diri mereka "sangat religius". Perbandingan Muslim yang saleh di antara negara di Eropa yakni Austria 42%, Jerman 39%, Perancis 33% dan Swiss 26%.
Foto: DW/A. Ammar
Berapa banyak mahasiswa Muslim yang meraih gelar sarjana?
36% Muslim kelahiran Jerman meninggalkan bangku sekolah pada umur 17 tahun, tanpa melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Di Austria proporsinya mencapai 39%. Di Perancis, dengan sistem pendidikan yang lebih setara, warga Muslim memiliki hasil pendidikan yang lebih baik. Hanya satu dari sepuluh siswa Muslim yang meninggalkan sekolah sebelum mencapai usia 17 tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Berapa banyak warga Muslim yang mampu memasuki pasar kerja?
60% Muslim yang pindah ke Jerman sebelum tahun 2010 memiliki jam kerja penuh-waktu, sementara hanya 20% yang memiliki kerja paruh-waktu. Persentase ini sama bagi non-Muslim. Warga Muslim Jerman memiliki peluang kerja yang lebih tinggi dibandingkan negara lainnya di Eropa. Angka pengangguran di Perancis di antara warga Muslim mencapai 14%, lebih tinggi 8% dibandingkan dengan warga non-Muslim.
Foto: picture alliance/dpa/U.Baumgarten
Seberapa luas penolakan terhadap Islam?
Satu dari empat non-Muslim di Austria mengaku tidak mau tinggal bersebelahan dengan Muslim. Persentase di Inggris juga cukup tinggi, mencapai 21%. Di Jerman, 19% responden non-Muslim menyebut mereka tidak menerima Muslim sebagai tetangga. Angkanya tak jauh berbeda di Swiss 17% dan Perancis 14%. Di antara golongan minoritas lainnya, Muslim adalah kelompok sosial yang paling banyak ditolak.
Foto: AP
‘Muslim di Eropa - terintegrasi namun tak diterima’
Seluruh informasi terkait bagaimana integrasi Muslim di Eropa dirilis oleh Yayasan Bertelsmann dengan judul riset ‘‘Muslims in Europe - Integrated but not accepted?’ Kesimpulan diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap lebih dari 10.000 orang di Jerman, Austria, Swiss, Perancis dan Inggris. Pengungsi Muslim yang tiba di Eropa sebelum tahun 2010 tidak termasuk dalam kelompok responden.