Menang Besar di Pemilu, Geert Wilders Gagal Jadi PM Belanda
14 Maret 2024
Politisi anti Islam Belanda Geert Wilders mengatakan, dia tidak bisa menjadi perdana menteri meskipun menang besar di pemilu, karena tidak mendapat dukungan mitra koalisi.
Iklan
"Saya hanya bisa menjadi Perdana Menteri jika semua partai dalam koalisi mendukung. Tapi itu tidak terjadi," kata Geert Wilders di platform X. Dia memposting pernyataan itu di tengah perundingan koalisi yang alot.
Pengawas perundingan koalisi, Kim Putters mengatakan, pihak-pihak yang berselisih siap untuk mengambil "langkah selanjutnya" setelah dua hari perundingan yang "baik dan intens" di sebuah kawasan pedesaan.
Para pemimpin partai bungkam selama perundinngan koalisi. Namun media melaporkan, koalisi kemungkinan akan membentuk kabinet "ekstra-parlemen” atau kabinet teknokratis.
Geert Wilders memposting di X bahwa dia menginginkan "kabinet sayap kanan... lebih sedikit suaka dan imigrasi. Belanda harus diutamakan."
Menang besar di pemilu parlemen
Wilders mengejutkan Belanda dan Eropa dengan kemenangan besarnya dalam pemilu parlemen November lalu, yang menempatkannya pada posisi terdepan untuk memimpin perundingan pembentukan pemerintahan koalisi.
Iklan
Belanda mempunyai sistem politik yang sangat terpecah -pecah sehingga tidak ada partai yang cukup kuat untuk memerintah sendiri. Partai Kebebasan PVV yang dipimpin Wilders memulai pembicaraan dengan partai Liberal VVD, partai petani BBB, dan partai Kontrak Sosial Baru NSC.
NSC, yang dipimpin tokoh anti-korupsi Pieter Omtzigt, adalah partai baru yang berhasil merebut 20 kursi dan menjadi faktor penting dalam pembentukan koalisi. Namun perpecahan mulai terlihat dalam perundingan koalisi, terutama soal manifesto PVV. Manifesto itu antara lain menyerukan pelarangan masjid, Alquran, dan jilbab. Manifesto itu juga menginginkan referendum yang mengikat mengenai keluarnya Belanda dari Uni Eropa.
Belanda: Masihkah Negara Panutan di Eropa?
Belanda, salah satu negara pendiri Uni Eropa, terkenal dengan warganya yang liberal dan toleran. Ekonominya tumbuh stabil dan tingklat pengangguran rendah. Tapi dalam pemilu kali ini ada yang berubah.
Foto: Fotolia/samott
Negara Panutan di Eropa?
Menjelang pemilu sudah terlihat pertanda, bahwa partai populis terus memimpin dalam angket. Mengapa negara yang dulu dijuluki negara panutannya Eropa dalam toleransi ini berubah drastis?
Foto: NBTC Holland Marketing
Tokoh Penyederhanaan Masalah
Dalam globalisasi, masalah politik, ekonomi dan kemasyarakatan semakin kompleks. Banyak orang merasa kewalahan. Di sinilah letaknya peluang besar bagi partai populis. Geert Wildes dengan partainya PVV menawarkan jawaban simpel bagi masalah rumit. Karena itu ia sukses mendulang suara pendukung.
Foto: SHK
Gagal Penuhi Janji
Kepala pemerintahan Mark Rutte dulu maju dengan janji mengurus pemulihan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Data ekonomi menunjukkan nilai positif. Masalahnya, kalangan menengah dan bawah tidak merasakan perubahan apapun. Bagi mereka situasi saat ini tidak lebih baik dari 5 tahun silam.
Foto: Getty Images/AFP/F. Florin
Kehilangan Kepercayaan Publik
Rutte dulu berjanji, tidak akan mengalirkan uang bagi negara lain yang dililit utang. Tapi sesaat setelah diangkat jadi PM, pemerintah Belanda menyepakati paket bantuan bagi Yunani. Kepercayaan publik terus turun. Situasi makin parah, setelah pemerintah menaikkan umur pensiun jadi 67 dan memotong bantuan sosial.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Tak Ada Yang Merasa Diuntungkan
Warga Belanda dengan cepat merasakan, harus membayar ongkos pertumbuhan. Mereka harus menerima pemotongan tunjangan pengangguran dan dampak penghematan asuransi kesehatan. Konjungktur tidak dirasakan rakyat. Walau angka pengangguran turun, tapi banyak warga Belanda merasakan, gaji mereka tidak lagi mencukupi memenuhi standar kehidupan seperti sebelumnya.
Foto: Reuters/M. Kooren
Refleks Nasionalistis
Dalam situasi semacam itu refleks nasionalistis muncul. Juga di Belanda yang terkenal berpaham liberal dan bertahun lamanya jadi negara panutan di Uni Eropa. Warga menentang penerimaan pengungsi. Bagi tokoh populis kanan sekelas Geert Wilders, refleks ini bagaikan bahan bakar tambahan untuk mesin propagandanya.
Foto: Getty Images/AFP/P. van de Wouw
Takut Warga Asing
Warga asing terutama kaum Muslim terutama jadi incaran Wilders. Setiap tampilan publiknya selalu dimbumbui peringatan, Belanda tidak lama lagi akan dilanda Islamisasi. Wilders juga meniru gaya Donald Trump, dengan menuding etnis tertentu sebagai penyebab memburuknya situasi. Wilders selalu menyerang migran Maghribi dan menyebutnya kesasar masuk Belanda.
Foto: Getty Images/AFP/A. Johnson
Bukan Budaya Kami
Islam di Eropa terlihat lewat masjid yang mereka gunakan. Banyak warga Belanda yang tidak ingin melihat ada masjid di wilayahnya. Ini juga refleks berikutnya yang dimanfaatkan Wilders. Ia menuntut pelarangan masjid di seluruh Belanda dan membuka polemik soal ideologi Islam serta mengritik mata uang Euro. Di sisi lain ia berjanji memperbaiki perawatan manula dan menaikkan pensiun.
Foto: Getty Images/AFP/B. Maat
Melindungi Diri Sendiri
Dalam atmosfir ketidakpuasan dan ketidakpastian, Wilders kelihatannya bisa memetik keuntungan. Argumen yang sering dilontarkan Geert Wilders, Belanda perlu tanggul untuk menahan gelombang Laut Utara, dan sebentar lagi untuk menahan imigran asing dan pengungsi. Penulis: Dirk Kaufmann (as/yf)
Foto: picture-alliance/Ton Koene
9 foto1 | 9
Wilders: "Saya akan jadi PM Belanda suatu hari nanti"
Pada bulan Februari, Pieter Omtzigt menyatakan mundur dari perundingan koalisi dengan alasan bahwa perbedaan dengan PVV "terlalu besar untuk dijembatani". Perundingan baru kemudian dilakukan di bawah pengawasan Kim Putters.
Sejak pemilu, dukungan terhadap PVV dalam survei semakin meningkat, karena pemilih makin frustasi dengan lambatnya perundingan. Belanda juga perlu PM baru, karena PM saat ini, Mark Rutte, diperkirakan akan menjadi Sekretaris Jenderal NATO yang baru.
Sekalipun kali ini gagal menjadi PM, Geert Wilders menulis di platform X: "Jangan lupa: Saya akan menjadi perdana menteri Belanda suatu hari nanti. Dengan dukungan lebih banyak lagi orang Belanda. Kalau bukan besok, lusa. Karena suara jutaan warga Belanda akan didengar!"