Setelah menang telak dalam pemilu di Jepang hari Minggu (22/10), PM Shinzo Abe bermaksud mengamandemen konstitusi dan meningkatkan tekanan terhadap Korea Utara.
Iklan
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan hari Senin (23/10) bahwa dia akan membahas masalah Korea Utara "secara menyeluruh" dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bulan depan. Abe berbicara pada sebuah konferensi pers setelah menang telak dalam pemilihan majelis rendah hari Minggu.
Media Jepang melaporkan, Partai Liberal Demokrat dari Perdana Menteri Shinzo Abe dan mitra koalisinya bersama-sama mengamankan setidaknya 312 kursi di dewan majelis rendah yang beranggotakan 465 kursi. Berarti koalisi pemerintahan kini memegang dua pertiga mayoritas, yang dibutuhkan untuk mengubah konstitusi.
Kemenangan itu juga membuka peluang bagi Shinzo Abe untuk melanjutkan kebijakan ekonomi dan pertahanan, terutama dalam menghadapi sengketa nuklir Korea Utara. Selain menguasai majelis rendah, koalisi pemerintahan juga menguasai dua pertiga mayoritas di majelis tinggi.
Abe mengatakan, hasil pemilu menunjukkan bahwa pemilih Jepang mendukung kebijakannya dan ingin melihat kepemimpinan politiknya terus berlanjut.
"Saya pikir, hasil ini mencerminkan preferensi pemilih untuk fondasi politik yang solid dan harapan mereka untuk mendorong kebijakan-kebijakan dan mencapai hasil," kata Abe kepada stasiun siaran Jepang, NHK.
Namun, kemenangan koalisi pemerintah dibayangi tingkat partisipasi yang rendah. Jumlah pemilih yang memberikan suara hanya 54 persen dari pemilih terdaftar, karena hujan dan topan melanda sebagian besar Jepang.
"Saya dengan rendah hati menanggapi kemenangan ini dan akan terus bekerja dengan rendah hati dan tulus," kata Abe kepada NHK.
Abe membubarkan majelis rendah kurang dari sebulan yang lalu, agar dapat melangsungkan pemilu lebih cepat. Pengamat melihat langkah ini sebagai upaya untuk memperkuat posisi politiknya pada saat oposisi sedang lemah.
Partai Liberal Demokrat sejak bertahun-tahun mengusulkan agar konstitusi Jepang diamandemen. Mereka melihat konstitusi dari tahun 1947 sebagai warisan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Aliansi Sekutu sebagai pemenang ketika itu menolak keterlibatan militer Jepang dalam konflik internasional dan membatasi fungsi pasukan Jepang hanya untuk membela diri.
Hingga kini, konstitusi Jepang belum pernah diamandemen. Perubahan konstitusi memerlukan persetujuan dua pertiga anggota parlemen, setelah itu harus dilakukan referendum publik tentang opsi tersebut. Jajak pendapat terakhir menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Jepang masih menentang amandemen konstitusi.
Mengintip Militer Jepang Berlatih Perang
Meski berideologi pasifis sejak Perang Dunia II, Jepang kini menghidupkan militernya menyusul ancaman dari Korea Utara dan konflik dengan Cina. Bagaimana kesiapan militer negeri yang alergi terhadap perang tersebut?
Foto: Reuters/T. Hanai
Di Bawah Perlindungan AS
Sejak berakhirnya Perang Dunia II Jepang merumahkan semua serdadu dan membentuk pasukan bela negara seadanya. Selama ini tugas melindungi Jepang dari serbuan asing jatuh ke tangan Amerika Serikat yang menempatkan 54.000 pasukan. Namun sentimen anti AS menguat di sejumlah kota yang menjadi lokasi barak militer lantaran maraknya insiden miring yang melibatkan serdadu Amerika.
Foto: Reuters/T. Hanai
Berbenah Angkatan Perang
Namun kini ketika ancaman Korea Utara meningkat, konflik di Laut Cina Timur kian memanas dan keberadaan militer AS semakin tidak populer di mata penduduk, Tokyo mulai serius membenahi angkatan bersenjatanya. Selain mengembangkan dan membeli sistem alutsista teranyar, militer Jepang juga giat berlatih di bawah bimbingan Amerika Serikat.
Foto: Reuters/T. Hanai
Berpuluh Ribu Serdadu
Akhir pekan silam kedua negara kembali menggelar latihan militer besar-besaran di darat, laut dan udara. Untuk itu angkatan darat Jepang belum menurunkan tank generasi teranyarnya, Tipe 10, dan masih menggunakan tank lawas, Tipe 90. Latihan perang ini melibatkan lebih dari 30.000 pasukan Jepang dan 10.000 serdadu AS.
Foto: Reuters/T. Hanai
Abe Dorong Ekspansi Militer
Saat ini militer Jepang memiliki lebih dari 240.000 serdadu, 150.000 di antaranya bertugas untuk angkatan darat, dan mengantongi anggaran pertahanan senilai 41 miliar Dollar AS atau sekitar 530 trilyun Rupiah per tahun. Jika rencana pemerintahan Shinzo Abe terlaksana, anggaran pertahanan bakal meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Foto: Reuters/T. Hanai
Bayang-bayang Konstitusi
Pemerintahan Abe kini giat mengandaskan sejumlah rintangan konstitusional untuk memperkuat militer Jepang. Selain menghapus batas 1% dari PDB untuk anggaran pertahanan, ia juga sukses meloloskan amandemen konstitusi yang kini memperbolehkan militer Jepang mempertahannkan kedaulatan negara di luar negeri.
Foto: Reuters/T. Hanai
Kecil dan Terbatas
Namun Jepang belum akan menjadi kekuatan militer besar dalam waktu dekat. Menurut Buku Putih Pertahanan 2017 yang dikeluarkan Tokyo, pemerintah Jepang tahun ini masih akan membeli sistem persenjataan dalam jumlah kecil dan terbatas. Kebijakan yang dipraktikkan sejak lama tersebut belakangan dikritik militer AS karena dinilai akan membahayakan pertahanan dalam situasi perang.