1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mencari Solusi Pangan di Pekan Hijau

23 Januari 2012

Bagi ribuan pengunjung, Pekan Hijau di Berlin adalah kesempatan mencicipi berbagai penganan eksotis. Seiring ajang produk tani itu, politisi berbagai negara berusaha menemukan jalan untuk mengatasi kelaparan di dunia

Foto: DW

Kerjasama lebih erat antara masyarakat internasional merupakan salah satu imbauan yang disampaikan Dirjen organisasi pangan dunia FAO, Jose Graziano da Silva akhir pekan ini di Berlin. Hal serupa diutarakan Menteri Pertanian Jerman Ilse Aigner, yang bertindak sebagai tuan rumah. Bersama Menteri Pertanian dari 64 negara, dibahas langkah yang bisa dilakukan sektor pertanian untuk membantu mengatasi kelaparan di dunia.

Para Menteri PertanianFoto: picture-alliance/dpa

Saat ini, lebih dari 900 juta orang di dunia tak mendapatkan cukup makan. Usul dan saran yang terkumpul di sini akan dibahas kembali Juni mendatang dalam Konferensi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan di Rio de Janeiro.

Kedepankan Petani Kecil

Hal utama yang diperjuangkan, termasuk peluang bagi petani kecil untuk menerima investasi dan memiliki akses terhadap tanah dan air. Selain itu menjamin hak-hak perempuan, yang misalnya di Afrika, kebanyakan mencari nafkah dengan bertani, serta meminimalisir berkurangnya hasil panen akibat transportasi dan penyimpanan.

Dirjen FAO, da Silva menuntut agar Dewan Keamanan PBB menangani konflik-konflik di Afrika yang menyebabkan krisis kelaparan.

Foto: DW

Diberbagai negara ada cukup pangan. Namun ungkapnya, banyak orang di negara-negara miskin yang tidak mampu membelinya. Ketidak setaraan di dunia juga terlihat pada jumlah orang yang terlampau gemuk, yang kini sudah memecah rekor satu miliar orang. Diserukannya, “kita perlu mengajar orang untuk makan”.

Indonesia Tingkatkan Produksi Beras 10 Juta Ton

Soal mengajar makan juga diangkat oleh Menteri Pertanian Indonesia, Asyraf Suswono. Dikatakannya, bahwa Indonesia juga berusaha mengubah ragam konsumsi pangan rakyat. Namun tambahnya, kebiasaan menganggap bahwa seseorang tidak makan apabila belum menyantap sepiring nasi sangat sulit dihilangkan.

Konsumsi beras per orang di Indonesia setiap tahunnya mencapai 100 kg se tahun. Dengan 240 juta penduduk, Indonesia perlu memproduksi lebih banyak. Menurut Asyraf Suswono, Indonesia menargetkan kenaikan 10 juta ton produksi beras.

Untuk itu, Indonesia berusaha memperbaiki irigasi, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, mempertahankan dan mengembangkan luas lahan tani dan mengembangkan jenis beras yang disesuaikan dengan perubahan iklim global, antara lain melalui rekayasa genetika.

Menurut Menteri Pertanian Asyraf Suswono, saat ini sudah ada sekitar 200 jenis beras, yang menghasilkan 1,5 kali lipat panen biasa. Selain itu, telah dikembangkan jenis beras „Golden Rice“ yang memiliki tingkat vitamin A yang lebih tinggi.

Eropa Tentang Rekayasa Genetika Produk Tani

Seperti para menteri lainnya, Suswono mengharapkan adanya kerjasama internasional dalam penelitian pangan. Namun terkait tehnik genetika misalnya, Eropa menolak. Pasalnya, pandangan Eropa mengenai rekayasa genetika sudah berubah. Sehingga seluruh penelitian mengenai tehnik genetika sudah dipindahkan ke Amerika Serikat.

Komisaris Pertanian Uni Eropa, Dacian CiolosFoto: picture-alliance/dpa

Komisaris Pertanian Uni Eropa, Dacia Ciolos mengatakan, bahwa mayoritas warga Uni Eropa menolak pangan yang sudah direkayasa. Tambahnya, juga salah untuk berpikir bahwa semua masalah bisa terselesaikan dengan mengubah genetika suatu tanaman.

Dalam menilik persoalan pangan, bukan hanya jumlah yang tersedia yang menjadi masalah, tapi kualitas dari produk tani itu sendiri. "Penelitian memang penting, tapi produk yang dihasilkan harus menggunakan metodik dan proses yang diinginkan oleh rakyat.“ Di Eropa saat ini yang diminati adalah produk petani kecil yang ramah lingkungan.

Sementara itu Dirjen FAO mengingatkan, meskipun produk masal pangan seringkali jauh lebih murah, hal itu tidak mengubah gejolak harga pangan. Harga pangan yang melonjak belakangan ini, telah menyebabkan banyak orang kelaparan meskipun berada di sebelah rak toko yang penuh produk pangan.

Sementara, di luar Konferensi, puluhan ribu orang berdemonstrasi menuntut kebijakan pertanian yang ramah lingkungan dan pro rakyat miskin.

Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk