Kapolri tidak membantah kaitan antara jaringan teror di Suriah dengan terduga pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya. Apakah ada cara efektif mencegah arus balik ideologi impor? Simak opini Monique Rijkers.
Iklan
Beberapa jam pasca Bom Surabaya yang terjadi Minggu, 13 Mei 2018 di tiga lokasi gereja, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan pelaku pemboman yang merupakan satu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan empat anak kandung adalah bagian dari 500 orang yang kembali dari Suriah. Di Suriah, R. Dita Oepriarto dikatakan belajar strategi teror, kemiliteran dan membuat bom. Namun berselang sehari, Kapolri Jenderal Tito Karnavian merevisi pernyataan sebelumnya. Menurutnya, R. Dita Oepriarto tidak pernah ke Suriah namun ada satu keluarga yang menjadi panutan keluarga Dita yang pernah ke Suriah dan masih diburu oleh polisi. Panutan biasanya dianggap mempunyai ilmu yang lebih tinggi dan menempati posisi terhormat sehingga bukan tidak mungkin, panutan yang diikuti R. Dita Oepriarto inilah dalang peristiwa tragis Bom Surabaya yang mengatur peledakan di tiga gereja dan kantor Mapolsek Surabaya Senin, 14 Mei pagi.
Gunakan nama Irak dan Suriah
Kabar tentang orang-orang yang pergi ke Suriah, pertama kali saya ketahui tahun 2014. Saat itu seorang teman memberitahu saya adanya video di YouTube yang menampilkan deklarasi dukungan terhadapISIS atau Islamic State of Iraq and Syria atau Negara Islam Irak dan Suriah. Meski menggunakan nama Irak dan Suriah dalam organisasinya, ISIS berhasil menggaet perhatian sejumlah orang Indonesia. Sekitar 600 orang dalam video YouTube itu tampak mengikuti baiat atau menyatakan setia dan mendukung ISIS.
Deklarasi dukungan dilakukan secara tertutup pada sebuah ruang serba guna di kawasan di Jakarta Selatan. Celakanya, tempat yang disewa adalah milik yayasan sebuah universitas Islam namun bisa disewa untuk umum sehingga dengan mudah dicurigai, sasaran baiat adalah mahasiswa universitas Islam tersebut. Dari penelusuran sederhana, saya menemukan nama penyewa yang menamakan diri Forum Aktivis Syariat Islam. Meski berulang-ulang dihubungi lewat telepon seluler, nomor tersebut tidak pernah menjawab panggilan masuk. Menurut saksi mata yang saya temui, foto presiden dan wakil presiden serta lambang Garuda Pancasila yang biasanya tergantung di ruangan itu, diturunkan. Acara berlangsung satu jam, disertai menonton bersama video berbahasa Arab yang dilengkapi dengan terjemahan Bahasa Indonesia tentang perjuangan di Suriah dan Irak. Pemimpin acara meminta kesediaan para hadirin untuk berjuang, terutama di Timur Tengah.
Aksi Serangan Teror Bom Guncang Surabaya
Aksi teror kembali menyelimuti Indonesia. Setelah tiga gereja di Surabaya, rusunawa di Sidoarjo, hari ini markas polrestabes Surabaya diserang bom kendaraan. Belasan jiwa melayang, puluhan orang terluka.
Foto: Reuters/Beawiharta
Ledakan di Mapolrestabes Surabaya
Juru bicara Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera mengatakan, ledakan di Mapolrestabes Surabaya berasal dari sepeda motor. Rekaman CCTV menunjukkan ledakan terjadi ketika mobil Avanza dan dua motor mendekati pintu masuk Maporestabes di Krembangan. Kapolda Jawa Timur Irjen Machud Arifin menambahkan, pelaku juga berasal dari satu keluarga.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/A. Ibrahim
Presiden Jokowi tinjau lokasi
Minggu sore (13/05), Presiden Joko Widodo meninjau Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya, salah satu dari tiga gereja di Surabaya yang diserang bom bunuh diri. Presiden didampingi Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Tito Karnavian dan Kepala BIN Budi Gunawan.
Foto: Biro Pers Setpres
Perang terhadap terorisme
Presiden Jokowi menyatakan teror bom di Surabaya sebagai tindakan di luar batas kemanusian yang tidak terkait agama manapun. "Semua agama menolak terorisme, apapun alasannya," kata Jokowi Minggu (13/05). Selain memerintahkan pengusutan tuntas jaringan pelaku yang mengikutsertakan dua anak sebagai pelaku bom bunuh diri, Jokowi juga meminta masyarakat memerangi terorisme dan radikalisme.
Foto: Biro Pers Setpres
Dua dekade lalu dan kini
Dua dekade lalu, duka menyelimuti Indonesia dengan guncangnya kerusuhan Mei 1998. Hari Minggu, 13 Mei 2018, kepedihan kembali melukai Indonesia. Tiga gereja di Surabaya menjadi sasaran serangan bom.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Tiga gereja jadi sasaran
Tiga gereja di mana terjadi serangan bom adalah: Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya atau GPPS Jemaat Sawahan dan di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro 146.
Foto: Reuters/Antara Foto/Surabaya Government
Tampak luar gereja
Puing-puing akibat ledakan bom tampak berserakan di depan Gereja Santa Maria Tidak Bercela, Surabaya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Trisnadi
Diduga pelakunya satu keluarga
Polisi menduga kuat, pelaku pengemboman di tiga gereja yang ada di Surabaya, Jawa Timur berasal dari satu keluarga, yang baru kembali dari Suriah.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. R. Hidayat
Bahu-membahu padamkan api
Para anggota tim pemadam kebakaran bersama masyarakat berusaha memadamkan api akibat ledakan bom di Gereja Pantekosta Surabaya.
Foto: Reuters/Antara Foto/Surabaya Government
Kendaraan bermotor rusak
Beberapa kendaraan bermotor mengalami kerusakan akibat ledakan.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Mencari anggota keluarga
Polisi tampak membantu seorang perempuan yang mencari anggota keluarganya di dekat tempat kejadian perkara (TKP) di Gereja Pantekosta Surabaya.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Peningkatan keamanan
Polisi meningkatkan kewaspadaan. Tampak para petugas berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian. Pasca ledakan bom di Surabaya, ibukota DKI Jakarta pun kini salam status siaga 1.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Asim
Membantu korban
Korban-korban berjatuhan. Tampak beberapa warga bersama tim medis saling membantu untuk menolong korban insiden.
Foto: Reuters/Antara Foto/D. Suhartono
Puluhan orang terluka
Tim paramedis tampak memberikan pertolongan pertama kepada seorang pria yang terluka akibat salah satu ledakan yang mengguncang gereja di Surabaya. (Ed.: ap/ml)
Foto: picture-alliance/AP Photo/Trisnadi
13 foto1 | 13
Menyamar jadi turis
Ajakan ke Suriah ini, rupa-rupanya menarik minat sejumlah orang. Bahkan boleh dibilang arus masuk WNI ke Suriah melalui Turki, perbatasan yang terdekat dan mudah diakses dari Indonesia cukup besar. Saat saya berada di Turki, pemandu wisata saya menjelaskan sebuah agen tur dari Indonesia sempat bermasalah dengan imigrasi Turki karena satu keluarga yang ikut tur wisata ke Turki ternyata tidak pulang kembali ke Indonesia meski sudah memiliki tiket pulang. Rupanya menyamar sebagai turis menjadi salah satu modus untuk bisa ke Suriah. Kisah lain adalah seorang ustad yang disegani di Solo yang disebut-sebut sebagai “agen penghubung” untuk setiap WNI yang ingin ke Suriah. Akses ke lokasi, nama dan nomor kontak untuk bergabung dengan ISIS akan diberikan kepada peminat serius.
Selain animo yang besar untuk bergabung dengan ISIS, masyarakat Indonesia juga antusias memberikan bantuan kepada korban perang Suriah. Hal ini terlihat dari maraknya iklan media luar ruang yang mengajak masyarakat Indonesia untuk memberikan bantuan. Namun terungkap pada akhir tahun 2016 lalu, Bachtiar Nasir, seorang ustad tercium menyalurkan bantuan logistik yang diberi label bantuan kemanusian kepada pemberontak di Suriah. Namun kasusnya tidak diproses lebih lanjut.
Jumlah WNI simpatisan ISIS
Pada tahun 2014, saat kabar dan baiat ISIS santer terdengar di Indonesia, Kementrian Luar Negeri tidak memiliki data warga negara Indonesia yang terlibat atau melibatkan diri dalam kegiatan ISIS di Irak atau Suriah. Waktu itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan tidak mengetahui jumlah WNI simpatisan ISIS. Tahun 2016, usai menonton film “Jihas Selfie” di Kementerian Luar Negeri, saya bertanya kepada seorang pejabat Kemlu, “Berapa jumlah WNI yang diduga ada di Suriah?” Sang pejabat Kemlu menyebut angka 5000 orang, paling kurang. Tentu jumlah yang cukup besar jika dilihat sebagai potensi radikalisme dan terorisme. Kini, empat tahun setelah video deklarasi baiat dan ajakan berjuang di Suriah pertama kali muncul di Indonesia, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan 500 orang pulang dari Suriah. Sementara sisanya sekitar 500 orang lain masih di Suriah.
Potret Kepulangan Keluarga Irak yang Diusir ISIS
Fotografer Khalid Al Mousily memotret kepulangan keluarga Ahmad yang diusir oleh ISIS. Meski sulit, penduduk kota cepat membangun kehidupan di antara puing-puing kota.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Terbangun dari Mimpi Buruk
Ketika Mosul dibebaskan dari cengkraman kelompok teror ISIS pada Oktober 2017 silam, kota di utara Irak itu nyaris rata dengan tanah. Namun demikian perlahan sebagian penduduk yang terusir mulai kembali. Fotografer Khalid Al-Mousily menemani keluarga Mohammed Saleh Ahmad saat pulang ke kampung halaman yang menyimpan segudang ingatan, baik dan buruk.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Antara Perpisahan dan Kepulangan
Ketika Mohammed Saleh Ahmed (ki.) ingin memulai perjalanan ke Mossul, ia disergap perasaan campur aduk. Meski senang bisa kembali ke kota kelahiran, ia juga sedih karena harus meninggalkan persahabatan yang dirajut bersama penghuni kamp pengungsi. Bersama merekalah, para penyintas perang Mossul itu, Ahmed bisa berdamai dengan situasinya di pelarian.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Satu Tahun di Kamp
Kamp pengungsi Al-Hammam al-Alil di selatan Mosul dibangun ketika koalisi bentukan Amerika Serikat mulai menyerbu benteng pertahanan ISIS di bagian barat kota. Kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu merebut Mosul pada 2014 dan memaksa penduduk tunduk pada kekuasaan absolut sang khalifat.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Awal Kehidupan Baru
Setahun silam keluarga Ahmad mengubur harapan bisa pulang ke Mosul dalam waktu dekat. Namun ketika ditawarkan kesempatan buat kembali, ia tidak berpikir panjang dan segera mengemas perabotan dan barang pribadi keluarganya. Hanya selang beberapa hari tetangga dan saudara membantu memuat barang di dalam truk kecil yang membawa mereka menjemput kehidupan baru.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Puing dan Reruntuhan
Setelah kehancuran ISIS, bagian barat Mosul menjelma menjadi puing-puing dan reruntuhan. Mohammed (Ki.) terkejut melihat nasib kota kelahirannya itu. "Saya tidak bisa lagi mengenali apapun," ujarnya ketika berjalan bersama adiknya, Ahmed, melalui jalan utama di Mosul.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Kesederhanaan adalah Kemewahan
Setibanya di rumah lama, isteri Mohammed, Iman, segera menyiapkan makan malam keluarga. Meski sederhana, kehidupan di Mosul dirasakan jauh lebih baik ketimbang di kamp pengungsi.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Normalisasi Lewat Komedi Putar
Mohammed cepat menyesuaikan kehidupan di Mosul. Ia mendapat pekerjaan di perusahaan konstruksi milik pamannya. Normalisasi kehidupan pasca ISIS berlangsung lebih cepat dari yang diduga. Mohammed sekarang sudah mulai berpergian ke salon, menemani isteri belanja atau mengajak anak-anaknya ke taman bermain yang baru dibuka.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
7 foto1 | 7
Sayangnya, Indonesia tidak mengenal stateless untuk para WNI yang sudah pergi ke negara lain dan menyatakan diri setia kepada organisasi teroris. Bahkan merujuk pada sejumlah pemberitaan, beberapa WNI saking ingin setia kepada ISIS, nekat membakar paspor mereka sebagai tanda tidak ingin kembali ke Indonesia dan tidak mengakui Indonesia sebagai negaranya. Saat bertemu dengan Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme DPR dari Fraksi Partai Gerindra M. Syafii dalam sebuah acara, saya menanyakan apakah pencopotan sebagai WNI bisa dikenakan kepada para simpatisan ISIS? M. Syafii justru balik bertanya, “Bagaimana menghukum orang kalau sudah bukan warga negara?”Ia menegaskan status WNI akan hilang pertama, jika terbukti terlibat tentara negara orang. Kedua, jika menyatakan kesetiaan kepada negara lain.
Marawi Setelah ISIS
Setelah lima bulan dilanda perang, kota Marawi kini tinggal puing dan reruntuhan. Filipina menghadapi jalan panjang menuju pembangunan kembali. Namun tugas terbesar adalah meredam geliat terorisme yang tak kunjung padam.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com
Ladang Pembantaian
Ketika senjata berhenti menyalak dan tank-tank militer mulai kembali ke barak, Marawi perlahan mati dalam diam. Selama lima bulan kota berpenduduk 200.000 jiwa itu berada dalam cengkraman kelompok Islamic State. Sudut kota yang tadinya ramai manusia, kini menjelma menjadi ladang pembantaian.
Foto: picture-alliance/AA/J.Maitem
Lumpuh dan Sekarat
Lebih dari 1000 kombatan, termasuk jihadis asing, melepas nyawa untuk Marawi. Sekitar 600.000 penduduk yang hidup di dalam dan luar kota terpaksa mengungsi. Infrastruktur vital seperti pembangkit listrik atau rumah sakit sejak lama berhenti beroperasi.
Foto: Reuters/R. Ranoco
Serdadu di Garda Depan
Pemerintah Filipina memperkirakan pembangunan kembali kota Marawi akan menelan biaya hingga 1,1 miliar Dollar AS. Militer, polisi dan pemadam kebakaran bahu membahu membangun kota dan desa-desa yang luluh lantak oleh perang. Fokus terbesar saat ini adalah membersihkan semua kawasan dari ranjau warisan peperangan.
Foto: Reuters/R. Ranoco
Bantuan Pertama
Setelah pemerintah di Manila mendeklarasikan kemenangan atas ISIS pada Senin (24/10), penduduk perlahan mulai kembali ke Marawi buat menata kembali kehidupan di antara reruntuhan perang. Presiden Rodrigo Duterte menerbitkan perintah presiden buat membentuk satuan tugas pembangunan kembali Marawi dengan anggaran sebesar 20 miliar Peso atau sekitar 5,2 triliun Rupiah.
Foto: Reuters/R. Ranoco
Monumen Kehancuran
Arsitek Filipina, Felino Palafox Jr., yang ikut membantu pembangunan kembali mengusulkan agar puing-puing kota dijadikan monumen untuk mengingat bagaimana sebuah kota bisa jatuh ke tangan teroris. "Agar bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang," katanya.
Foto: Reuters/R. Ranoco
Meredam Terorisme
Namun begitu pembangunan fisik bukan tantangan terbesar pemerintah Filipina. Pengamat keamanan mengkhawatirkan kelahiran generasi baru jihadis yang lebih terlatih dan tanpa ampun setelah melihat dan mengalami kekalahan di Marawi. Meredam geliat teror hingga ke akarnya dianggap "tugas terbesar yang dihadapi pemerintah," kata politisi Filipina, Macabangkit Lanto.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com
6 foto1 | 6
Copot status WNI bagi penggemar ideologi impor
Dalam hal ini pemerintah dan parlemen di Indonesia tidak menganggap ISIS itu sebagai sebuah negara karena masih bersifat utopia sehingga kemampuan perang dan membuat bom dianggap bukan bentuk keahlian seorang tentara di medan perang sebagaimana para “pejuang” ISIS. Bahkan pemerintah giat membawa pulang mereka yang mau kembali demi memenuhi rasa tanggung jawab negara, difasilitasi agar tiba dengan selamat di Indonesia dan dibina dengan pendampingan agama dan pembekalan keterampilan bekerja. Paling tidak sebuah LSM memfokuskan pada misi ini namun sejauh ini dengan alasan keamanan, identitas dan jumlah mereka yang dibina tidak bisa saya ketahui.
Namun karena tidak ada informasi arus masuk WNI ke Suriah dan tidak ada informasi arus kembali ke Indonesia, menentukan jumlah WNI yang sudah terpapar ideologi impor ala ISIS hingga saat ini belum bisa diketahui dengan pasti. Seperti diketahui, akses langsung ke Suriah tidak ada sehingga harus melalui sejumlah pintu negara lain, yang termudah melalui Turki. Mereka yang pulang dan difasilitasi pemerintah Indonesia umumnya karena ada sejumlah kasus sehingga Kedutaan Besar Republik Indonesia di Suriah, Yordania atau Irak dilibatkan. Beberapa WNI diduga masih berada di penjara namun tidak bisa ditemukan karena situasi di dalam negeri Suriah yang tidak mudah diakses oleh para diplomat maupun staf Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari Indonesia.
Potret Desa Muslim AS Yang Dicap "Sarang Teroris"
Pada dekade 1980-an sekelompok muslim membangun sebuah desa di tepi kota New York, AS, buat mencari kedamaian. Kini desa Islamberg dianggap sarang terorisme dan menjadi simbol permusuhan bagi kaum kanan Amerika.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Mencari Damai di Desa Kecil
Sebuah desa kecil sekitar 190 km dari New York menampung migran muslim dan menamakan diri "Islamberg." Suasana desa berpenduduk sekitar 40 keluarga yang asri dan nyaman terkesan kontras dengan tudingan miring yang dilayangkan kelompok kanan AS. Islamberg dianggap sebagai sarang terorisme,
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Mengasingkan Diri
Adalah pengikut tokoh Sufi asal Pakistan, Syeikh Mubarik Gilani, yang membangun pemukiman muslim di New York. Penduduknya kebanyakan adalah generasi kedua atau ketiga pendatang Afro-Amerika. Kendati banyak yang bekerja di luar kota, penduduk Islamberg cenderung tertutup. Satu-satunya kontak dengan dunia luar adalah lewat klub olahraga lokal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Oase Terpinggirkan
Islamberg terletak agak terpencil di tepi gunung Catskill. Satu-satunya akses ke dunia luar adalah sebuah jalan sempit berbatu. Sebuah supermarket kecil memasok bahan pangan dan kebutuhan pokok untuk penduduk lokal. Hingga baru-baru ini semua warga terbiasa membiarkan pintu rumah terbuka saat berpergian.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
"Mimpi Buruk Terparah AS"?
Belakangan Islamberg sering menjadi sasaran ujaran kebencian kelompok kanan AS. Blog Freedom Daily misalnya pernah mengklaim sebuah penggerebekan di Islamberg atas perintah Presiden Donald Trump mengungkap "mimpi buruk paling parah buat Amerika," yakni kamp pelatihan Jihad buat teroris. Tudingan tersebut kemudian dibantah oleh berbagai media besar.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Disambangi Kaum Kanan
Serangan terhadap Islamberg tidak sebatas ujaran kebencian. Tidak lama setelah geng motor "American Bikers Against Jihad" menyambangi Islamberg, seorang penduduk Tenessee ditangkap karena menyerukan pembakaran mesjid di Islamberg. Wali Kota Islamberg, Rashid Clark, menganggap kabar palsu dan ujaran kebencian terhadap desanya sebagai ancaman terbesar.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Pembelaan Kepolisian
Kepolisian setempat juga menepis tudingan tersebut. "Penduduk di sini adalah warga negara AS. Mereka telah hidup di sini sejak lebih dari 30 tahun. Mereka membangun komunitas dan menjalin kontak dengan dunia luar. Di sini tidak pernah ada masalah," kata James Barnes dari Biro Investigasi Kriminal Kepolisian New York.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Label Teror dari Dekade Lampau
Tudingan miring terhadap Islamberg antara lain terkait keberadaan organisasi Muslims of America (MoA) yang bermarkas di sana. Menurut pemerintah AS MoA adalah pecahan dari kelompok kriminal "Jemaat al-Fuqra" yang aktif pada dekade 1980-an. "Kalau kami melatih teroris sejak 30 tahun," kata Ketua MoA Hussein Adams, "kenapa sampai sekarang belum ada serangan?"
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Setumpuk Rasa Frustasi
Tudingan miring tersebut membuat frustasi penduduk Islamberg. "Mereka tidak mengganggu siapa pun," kata Sally Zegers, editor harian lokal Hancock Herald kepada Associated Press.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
Normalisasi Kebencian
Hingga kini gelombang kebencian terhadap Islamberg belum mereda. Tahirah Clark yang bekerja sebagai pengacara hanya bisa berdoa sembari berharap segalanya akan berakhir. Namun hingga saat ini penduduk Islamberg harus membiasakan diri terhadap celotehan pedas kelompok konservatif kanan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan
9 foto1 | 9
Indonesia perlu mengkaji ulang kebijakan mencopot status WNI bagi para penggemar ideologi impor. Meski niat pemerintah Indonesia melindungi warga negaranya dan menerima kembali mereka yang pernah bergabung dengan ISIS itu mulia, namun pemerintah wajib melindungi WNI yang jumlahnya jauh lebih besar dan tidak pernah melenceng dari Pancasila dan NKRI. Pemerintah dan DPR bisa mengubah UU Kewarganegaraan dengan membuka peluang dicopotnya status WNI bagi mereka yang mendukung ideologi berbasis kekerasan, terorisme dan berpotensi merusak serta menakuti masyarakat Indonesia secara luas. Dengan mencopot status WNI diharapkan tidak ada lagi keinginan berperang di negara lain dan membawa pulang ideologinya untuk diterapkan di Indonesia. Meski guna mencapai keputusan itu memerlukan sejumlah langkah dan harus menempuh jalan panjang, inilah salah satu solusi yang bisa dilakukan.
Penulis: Monique Rijkers (ap/vlz) adalah wartawan independen, IVLP Alumni, pendiri Hadassah of Indonesia, inisiator Tolerance Film Festival dan inisiator #IAMBRAVEINDONESIA.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
Penyesalan Para WNI Simpatisan ISIS
Mereka terbuai kemakmuran yang dijanjikan Islamic State dan memutuskan pergi ke Suriah. Janji surga tak sesuai kenyataan, mereka pun menyesal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Tergiur janji manis
Banyak keluarga tergiur dengan janji kekalifatan Islamic State alias ISIS di Suriah dan Irak yang ditawarkan lewat internet. Harapan mendapat pendidikan dan layanan kesehatan gratis, upah tinggi dan jalani keislaman kekhalifahan mendorong gadis Indonesia memboyong keluarganya ke Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Sampai menjual properti
Keluarga Nurshardrina Khairadhania, bahkan sampai menjual rumah, kendaraan dan perhiasan untuk membiayai perjalanan mereka ke Raqqa, Suriah. Sesampainya di sana, kenyataan tak sesuai harapan. Tiap perempuan muda dipaksa menikahi gerilayawan ISIS. Semntara yang pria wajib memanggul senjata dan berperang. Nur dan bibinya masuk dalam daftar calon pengantin yang disiapkan buat para gerilyawan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Beberapa bulan penuh derita
Beberapa bulan setelah menderita di Raqqa, Nur dan keluarganya melarikan diri dengan membayar penyelundup buat keluar dari wilayah ISIS. Neneknya meninggal dunia, pamannya tewas dalam sebuah serangan udara dan beberapa anggota keluarga lainnya dideportasi sejak baru tiba di Turki. Bersama ibu, adik dan sanak saudara yang lainnya Nur berhasil masuk kamp pengungsi Ain Issa, milik militer Kurdi.
Foto: Getty Images/AFP/D. Souleiman
Jalani interogasi
Para WNI pria yang lari dari ISIS pertama-tama diamankan militer Kurdi dan diinterogasi. Setelah perundingan panjang, kini mereka dipulangkan ke Indonesia dan jalani program deradikalisasi yang disiapkan pemerintah. Menyesal! Tinggal kata tersebut yang bisa dilontarkan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Surga atau neraka?
Banyak relawan dari Indonesia yang ingin menjadi jihadis atau pengantin jihadis, untuk mengejar 'surga' yang dijanjikan Islamic State di Suriah atau Irak. Namun menurut mereka yang ditemui adalah 'neraka'
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Nur: IS tidak sesuai kaidah Islam
Dalam wawancara dengan Associated Press, Nur menceritakan perilaku jihadis ISIS tidak sesuai kaidah Islam yang ia pahami. "ISIS melakukan represi, tak ada keadilan dan tak ada perdamaian. Warga sipil harus membayar semua hal, listrik, layanan keseahatan dan lainnya. Sementara jihadis ISIS mendapatkannya secara gratis."
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Proses pemulangan
Banyak kalangan yang tergolong naif atau garis keras atau gabungan keduanya bergabung dengan ISIS, pada akhirnya menyerahkan diri atau ditangkap aparat keamanan. Pejabat Kurdi di Raqqa menyebutkan proses itu interogasi diperkirakan berlangsung hingga enam bulan, sebelum diambil keputusan bagi yang bersangkutan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Termasuk dari Jerman
Banyak warga negera-negara lain yang juga terbuai janji ISIS. Termasuk dari Jerman. Majalah mingguan Jerman Der Spiegel melaporkan bulan Juli 2017, sejumlah perempuan Jerman yang bergabung dengan ISIS dalam beberapa tahun terakhir, termasuk gadis berusia 16 tahun dari kota kecil Pulsnitz dekat Dresden, menyesal bergabung dengan ISIS. Ed (ap/as/berbagai sumber)