1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Isu Perombakan Kabinet Mencuat Lagi

30 Juni 2015

Presiden Jokowi melakukan evaluasi atas kinerja anggota kabinetnya. Dia juga melakukan konsultasi dengan kalangan ahli dan pengamat. Isu reshufflle kabinet pun makin gencar di media.

Joko Widodo stellt sein Kabinett vor 26.10.2014
Foto: Reuters/Darren Whiteside

Isyarat bakal ada perombakan kabinet makin santer, setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan sejumlah pengamat dan ilmuwan yang diajak berkonsultasi ke Istana Merdeka. Tanpa menyebut nama, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono menyebut Presiden tidak puas dengan kinerja beberapa menterinya.

“Kalau saat ini ada orang yang cocok, akan langsung saya lantik,” kata Tony Prasetiantono usai pertemuan di Istana Merdeka kemarin menirukan ucapan Jokowi sebagaimana dilaporkan Tempo Interaktif.

Yang hadir di Istana adalah sejumlah wakil bidang ekonomi, antara lain dari Destry Damayanti (Bank Mandiri), Raden Pardede (Perbanas) dan Komisaris Utama PT Telkom Hendri Saparini. Mereka menerangkan, saat ini tidak ada kebijakan yang memicu perekonomian Indonesia sebagaimana diharapkan Jokowi.

Tony Prasetyantono selanjutnya menjelaskan, yang diinginkan Jokowi saat ini adalah menteri ekonomi yang bisa dipercaya pasar.

Nama Sri Mulyani muncul lagi

"Saya sempat tanyakan, apakah Bu Sri Mulyani cocok, beliau hanya tersenyum," kata Tony Prasentiantono di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/06) setelah pertemuan dengan Presiden.

Secara umum, kata Tony, Jokowi mengakui bahwa tim ekonomi saat ini diisi oleh sosok-sosok mumpuni. Hanya saja tidak ada yang sosok yang bisa mengendalikan. "Ibarat kata main bola, banyak pemain bagus tapi tak ada playmaker," kata dia.

Walaupun tak secara gamblang menyebut ketertarikannya pada Sri Mulyani, tapi Jokowi, kata Tony, mengakui wanita yang sekarang menjabat sebagai Direktur Bank Dunia tersebut masuk dalam kriteria yang diinginkannya.
Sektor ekonomi jadi fokus

Sektor ekonomi memang menjadi fokus utama Presiden Jokowi dalam melakukan evaluasi kinerja kabinetnya. Karena pelemahan ekonomi Indonesia punya dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masal pada bulan-bulan mendatang.

Ekonom UGM Tony Prasentiantono tak sepakat dengan anggapan bahwa perekonomian Indonesia saat ini lebih buruk daripada kondisi tahun 1998. Beberapa asumsi ekonomi seperti inflasi, kurs rupiah hingga cadangan devisa adalah bukti kekuatan perekonomian. Misalnya cadangan devisa, dulu sempat menciut ke US$ 21 miliar, sekarang masih ada US$ 110 miliar.

Desakan perombakan kabinet juga muncul dari luar Istana. Pengamat politik dari Cyrus Network, Hasan Nasbi, mengatakan, Presiden Jokowi harus menggunakan haknya secara penuh ketika mengevaluasi kinerja para menterinya. Jokowi diminta mengevaluasi berdasarkan parameter kinerja dan tidak terpengaruh dengan desakan dari parpol pendukung.

"Apakah evaluasinya berujung reshuffle, itu hak Presiden. Tapi, yang terpenting bukan karena bisikan politik atau intervensi," kata Hasan Nasbi kepada Kompas Online.

Hasan menyarankan, keputusan untuk reshuffle dilakukan berdasarkan masukan dari masyarakat. Sebab, masyarakat juga mengetahui betul menteri-menteri mana saja yang kinerjanya masih kurang.

"Kalau berdasarkan kebutuhan masyarakat, akan ada harapan lebih baik," kata dia.

hp/ml (kompas, tempointeraktif)