Indonesia, arsipelago nan majemuk. Jika mengikuti cara berpikir Cak Nur, tanggung jawab besar ini milik Muslim arsipelagis, dimana betapa mustahilnya satukan Indonesia tanpa pluralisme. Perspektif Zacky Khairul Umam.
Iklan
Imperium besar dibangun di atas susunan kemajemukan ras, sosial, agama, dan berbagai latarbelakang. Belajar dari pengalaman masa silam, sebuah imperium tumbuh berkembang selama berabad-abad jika ia mampu mengelola potensi kemajemukan ini, bukan malah memanunggalkannya secara merata. Tidak banyak negara-bangsa yang wilayah geografisnya kini sebesar imperium. Selain Amerika Serikat, contoh lain misalnya India, Cina, dan tentu saja Indonesia.
Jika kita memakai kacamata agama, maka keempat contoh besar ini mewakili Protestanisme, Hindu, Konfusianisme, dan Islam. Akan tetapi, hanya Indonesia yang terbentuk sebagai negara-kesatuan berbasis kepulauan terbesar sejagat. Kita boleh berandai-andai bertanya, bisakah Indonesia mewakili masa depan kebudayaan Islam yang disegani dengan segala kemajuannya dan melampaui contoh lainnya? Dan bagaimanakah kita berupaya untuk mendefinisikan, memaknai, dan menggerakkan sendi-sendi kebudayaan (Muslim) kita ke depan?
Sebelum mendedah jawaban yang terlalu jauh, kita perlu mengenali permasalahan terdalam dari kehidupan kita. Jika Anda dididik semasa Orde Baru, yang masih terekam kuat ialah kesadaran bahwa kita seperti terus hidup di negeri yang terkurung oleh daratan (landlocked territory), kendati dicekoki oleh wawasan nusantara. Ini tidak bisa dinafikan akibat kompleksitas politik masa silam dan kecenderungan kekuasaan rezim yang merendahkan air dan menonjolkan pedalaman. Rancangan bangunan kebangsaan kita, secara singkat, menyalahi sisi geospasial.
Walhasil, kita kerap digiring oleh suatu uniformitas alias keseragaman bernama “orde kekuasaan” yang lalu menyergap mempengaruhi membran kesadaran kita. Kemudian segala sesuatu yang berbeda, baik soal sudut pandang maupun hal lainnya, dianggap sebagai ancaman. Ditambah lagi oleh permainan isu fobia di lapangan yang diracik berdasarkan formula kejumudan masa silam. Potensi kemajemukan kita, karena itu, sering ditundukkan oleh resultan dari kepungan uniformisme dan kesadaran sipil yang terkurung.
Madagaskar Yang Sangat Indonesia
Madagaskar ternyata kental nuansa nusantara. Ilmuwan bahkan memperkirakan, negara kepulauan ini ditemukan oleh seorang perempuan Indonesia. Tapi bagaimana budaya bisa bertukar lewat jarak 8000 kilometer?
Foto: Getty Images
8000 Kilometer ke Barat
Menurut catatan sejarah, pulau Madagaskar pertama kali dihuni oleh pendatang asal Indonesia. Mereka diyakini berlayar sejauh 8000 kilometer dari Kalimantan dan Sulawesi. Ilmuwan sejauh ini memang belum menemukan bukti fisik, kecuali hasil uji Mitokondria DNA yang mengungkap garis keturunan penduduk Madagaskar berasal dari Indonesia.
Foto: picture alliance/CPA Media
Sampel DNA
Tiga tahun silam peneliti Universitas Massey, Selandia Baru, menganalisa DNA milik 266 orang. Dalam kelompok tersebut, mereka menemukan bahwa 22 persen memiliki tanda genetik “orang Indonesia”. Jika sampel DNA ini benar, diperkirakan ada sekitar 30 perempuan Indonesia yang ikut membentuk populasi awal di Madagaskar.
Foto: DW/P. Hille
Metode Pertanian
Bukti lain pengaruh nusantara di Madagaskar bisa ditemui pada sektor pertanian yang banyak menggunakan metode dan teknologi yang serupa dengan di Indonesia. Menurut catatan sejarah, pendatang baru itu mulai menanami padi dan talas di dataran tinggi Madagaskar sejak abad ke-enam. Mereka disebut Vazimba yang jika diterjemahkan langsung berarti orang rimba.
Foto: Getty Images
Rumah Kotak
Tidak seperti rumah tradisional Afrika pada umumnya yang berbentuk bulat, kediaman penduduk asli Madagaskar lebih menyerupai suku-suku di Asia Tenggara, yakni berbentuk kotak dengan atap segitiga. Penduduk asli Madagaskar juga mengenakan pakaian yang terbuat dari serat tanaman, berbeda dengan Afrika yang lebih menyukai kulit binatang.
Foto: DW/F.Müller
Bahasa Nusantara
Kendati dikuasai oleh Bahasa Perancis, penduduk Madagaskar masih memelihara bahasa sendiri, yakni bahasa Malagasi yang masih termasuk rumpun Bahasa Melayu-Polinesia. Di dalamnya terkandung pengaruh bahasa lokal di Indonesia, yakni Barito Timur, Jawa dan Melayu. Tangan misalnya menjadi tananə atau nusa menjadi nosy. Bahasa Malagasi juga mengadopsi kata kulit dan putih dari bahasa melayu.
Foto: DW/Peter Hille
Pengaruh dalam Tradisi Kuliner
Nasi adalah makanan pokok penduduk Madagaskar. Tradisi kuliner di pulau tersebut juga ditengarai banyak dipengaruhi pemukim pertama yang berasal dari kawasan nusantara. Nasi biasanya ditemani laoka alias lauk, yakni sayur dan daging yang ditumis dengan saus tomat atau santan.
Foto: DW/F.Müller
Teka Teki Besar
Sejak dihuni pertamakali 1200 tahun lalu oleh pendatang asal nusantara, kini Madagaskar memiliki identitas sendiri yang banyak terpengaruh budaya lain, semisal Arab, Afrika, Bantu dan bahkan Perancis. Tapi pertanyaan tentang bagaimana kapal asal Indonesia saat itu bisa berlayar 8000 kilometer tanpa kompas dan peta, belum akan terjawab.
Orang-orang biasa di Jawa sama seperti orang biasa lainnya di pulau lain. Meskipun Jawa sering dipakai sebagai sinekdoke (pars pro toto) bagi Indonesia secara umum, atau katakanlah Jawa-sentris, toh mereka lebih banyak bersekutu di pedesaan mereka masing-masing. Sulit membayangkan, setelah Indonesia merdeka, mereka berbondong-bondong secara sukarela ke pulau lain menciptakan mobilitas gagasan, barang, dan jasa, kemudian membentuk tradisi hibrida yang baru dan menyegarkan massa.
Transmigrasi bedol desa masyarakat Muslim Jawa ke berbagai pulau, misalnya, pada kenyataannya dijalankan atas dasar prinsip tidak suka rela, sebab tangan kekuasaan menunjuk ke bawah. Yang sering berkeliling Indonesia pada beberapa dekade belakangan, dan ini diciptakan oleh sistem resmi, ialah mobilitas militer.
Dulu sebelum Dwifungsi ABRI dihapus era pemerintahan Gus Dur, bahkan ketika anggota ABRI (kini TNI) belum purnawirawan, mereka mengisi pos bupati dan pemerintahan lokal. Mereka memang berjasa membela tanah air, tapi akibat lebih jauh dari mobilitas mereka yang jauh lebih besar daripada sirkulasi sosial kaum sipil menyebabkan ketimpangan pengalaman anak-anak bangsa. Barangkali menarik untuk meneliti statistika sejauh mana konfigurasi sosial-politik dari ketimpangan pengalaman sipil-militer ini.
Siapakah yang memiliki mobilitas kenusantaraan yang tinggi setelah pengalaman militer? Laskar-laskar jihad yang mengatasnamakan Islam yang sering menjadi musuh negara, meskipun ada irisan yang terkait di dalamnya. Hampir di seluruh kepulauan Indonesia, bahkan juga di Filipina, yang dulu merupakan bagian dari wilayah khayalan Jawi, mereka memiliki jaringan serumit atau mungkin serapi militer. Tidak mengherankan jika dalam dunia internasional bukan “Islam yang senyum” yang sebetulnya menarik sebagai berita utama, melainkan kelompok Islam militan. Tidak mengherankan pula jika Max L. Gross, kini pakar intelijen di Georgetown University, menulis buku A Muslim Archipelago: Islam and Politics in Southeast Asia (2006) untuk mewakili gerakan-gerakan paramiliter Islam di Asia Tenggara. Ada majas lain di sini: jaringan paramiliter Islam untuk sebuah “arsipelago Muslim.”
Bermukim di Atas Air
Pemukiman modern di atas air, mungkin tidak lama lagi akan sangat dibutuhkan, karena permukaan air laut naik lebih cepat dari perkiraan.
Foto: AFP/Getty Images
Pertahanan menghadapi Air
Tinggal dengan tingkat air yang meningkat: Zitadelle merupakan kompleks pemukiman terapung pertama di Eropa. Kompleks yang terletak antara Delft dan Den Haag, belanda ini, terdiri dari 60 apartemen. Saat ini, sepertiga wilayah Belanda terletak di bawah permukaan laut. Melihat situasi ini, Waterstudio.NL memfokuskan diri dalam arsitektur air.
Foto: Koen Olthuis, Waterstudio.NL / ONW/BNG GO
Rumah bagi Hewan
Sea Tree, pemukiman rancangan Waterstudio.NL yang diperuntukkan bagi hewan, dibangun berlapis-lapis, dapat dihuni mulai dari kepiting sampai burung. Bangunan yang bentuknya mirip seperti anjungan minyak ini mengambang di atas permukaan laut, diikat dengan kabel baja di dasar laut.
Foto: Koen Olthuis, Waterstudio.NL
Mesjid Terapung
Meningkatnya permukaan air laut bukan masalah yang dihadapi Belanda saja. Waterstudio.NL merancang mesjid terapung ini untuk Emirat Arab.Bangunan ini memiliki tiang berbentuk corong, yang berfungsi bukan saja sebagai penyangga. Karena transparan, tiang ini memastikan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan.
Foto: Koen Olthuis, Waterstudio.NL
Teknologi Tinggi di Surga Wisata
Maladewa juga menghadapi masalah meningkatnya permukaan air laut, Menurut para ahli, bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa Malwadewa akan tenggalam suatu saat. Namun para wisatawan tidak perlu khawatir dengan perkiraan ini. Di masa depan, mereka dapat menghabiskan liburan di Green Star, yang dilengkapi dengan lapanngan golf.
Foto: Koen Olthuis, Waterstudio.NL
Rumah Perahu Belanda
Jauh hari sebelum pulau-pulau pemukiman futuristik direncanakan, sudah banyak warga dunia yang tinggal di atas air. Misalnya di Belanda, di wilayah yang padat penduduk. Saat ini terdapat sekitar 10.000 rumah perahu di negara ini. 2.500 diantaranya mengapung di kanal-kanal kota Amsterdam.
Foto: Fotolia/peteri
Tradisi Peninggalan Kolonial
Juga di belahan lain dunia, seperti di Kashmir, banyak warga menetap di atas air. Rumah terapung ini digagas oleh seorang warga negara Inggris, lebih dari 100 tahun lalu, yang tidak mendapatkan izin untuk membeli tannah. Inovasi ini akan lebih penting di masa depan, karena para pakar memperkirakan bawa wilayah pesisir India akan terendam air.
Foto: Getty Images
Menghindari Air
Di Teluk Halong, Vietnam, rumah-rumah terapung membentuk sebuah desa. Sekitar 1.600 orang tinggal di perkampungan ini. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi desa ini tidak dapat dihuni. Penduduk desa mencari nafkah lewat menangkap ikan, budidaya mutiara dan dari parawisata. Listrik diperoleh dari generator.
Foto: Fotolia/MasterLu
Dunia untuk Dijual
Bahkan di Semenanjung Arab telah dimulai tinggal di atas air, dan dalam skala besar. The World merupakan nama sekelompok pulau yang dibangun di Dubai. Ke 270 pulau diatur menyerupai peta dunia dan mewakili lima benua. Siapa yang berminat memiliki salah satu pulau ini harus merogoh kantong dalam-dalam. Pulau-pulau ini berharga antara 11 dann 40 juta Dollar AS.
Foto: AFP/Getty Images
Palem yang Kontroversi
Selain The World, Dubai juga memiliki Palm Islands, yang mulai dibangun pada tahun 2001. Sejauh ini, hanya satu pulau saja yang dapat diakses. Organisasi lingkungan mengkritik proyek ini: ganggang berkembang dengan pesat karena kurangnya sirkulasi air di sekitar pulau-pulau. Di masa depan, diperkirakan arsitektur pulau juga akan mendatangkan masalah.
Foto: AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Terhitung hanya beberapa profesi yang kini dapat menikmati sisi lain pulau-pulau Indonesia. Di antaranya pegawai negeri dan ilmuwan. Itu pun hanya antropolog dan ahli kehutanan, misalnya, yang mampu menjangkau terra incognita dan ekosistem mahluk hidup di dalamnya. Mereka belum mampu menandingi pengalaman dan sistem militer yang sudah terbentuk dalam sirkulasi kepulauan itu. Untuk itu, kita tidak bisa berharap dari perkecualian ini. Betapapun kaum cendekia, rata-rata tinggal di Jawa, yang sudah melalangbuana di Nusantara dapat membantu menciptakan pengetahuan baru, yang diperlukan ialah sirkulasi sosial yang lebih umum, yakni mobilitas “orang-orang awam” untuk setara mencerap nikmat keindonesiaan. Ini tentu saja seiring dengan semakin tingginya gairah pemerintahan saat ini untuk menjunjung aspek kemaritiman yang, ironisnya, acap kali hanya diidentikkan dengan ekonomi dan pertahanan.
Jika mencari pengalaman di luar negeri kini lebih gampang dan bahkan dibiayai negara, seharusnya banyak dana yang tersedia untuk memberdayakan pengalaman sosial antarpulau. Anda bisa menemui kenyataan umum bahwa banyak orang yang lebih dahulu menginjakkan kaki di tanah suci Mekkah dan Madinah ketimbang Maluku atau Papua. Demikian halnya pelajar Indonesia di luar negeri, sedikit di antaranya yang pernah hidup bergaul dengan sesama anak bangsa di lain pulau dalam waktu lama—tentu bukan soal turisme. Aglomerasi Muslim kelas menengah pada kenyataannya sudah banyak ditemui di berbagai kota di Sumatra, Sulawesi, dan lainnya, tidak harus bertumpu di Jawa, yang memberikan ruang baru sebagai pusat urban di luar Jawa. Artinya, kelompok ini terus menyusun “bandar-bandar” baru di luar Jawa dan memungkinkan untuk membentuk atmosfer kesejahteraan yang dapat mengundang keberkahan bagi yang lain.
Belajar di Atas Laut
Sekelompok murid mengarungi samudera sambil belajar di atas kapal layar. Mereka bertolak dari Eropa dengan tujuan lautan Karibik. Selama perjalanan mereka bertemu suku Indian dan mendaki gunung tertinggi di Spanyol
Foto: KUS-Projekt
Thor Heyerdahl
Sejak 25 tahun kapal tradisional bertiang layar tiga ini sudah mengarungi lautan sebagai instansi pendidikan terapung. 2008 silam kapal yang dibaptis dengan nama pakar antropologi Norwegia itu dipakai untuk proyek "ruang kelas di bawah layar", antara Oktober hingga April.
Foto: KUS-Projekt
Bersiap Jelang Perjalanan
Buat berlayar selama 190 hari penuh, kapal harus memuat berbagai jenis kebutuhan awak dan penumpang. Bahan makanan pun terpaksa dibatasi. Empat hari sebelum mengangkat sauh, para murid ikut membantu menata rumah baru mereka.
Foto: KUS-Projekt
Angkat Sauh
Sebanyak 34 murid dari seluruh Jerman menapaktilasi jejak petualangan Alexander von Humboldt dan Christoph Colombus. Mereka berlayar dari Kiel di utara Jerman, melintasi perairan Kanaria sebelum kemudian mengarungi samudera luas.
Foto: KUS-Projekt
Melawan Ombak
Cuaca dan permukaan air menentukan jadwal keberangkatan. Ketika para murid berlayar Oktober silam, mereka mendapati cuaca yang sempurna dan berhasil mencapai selat Inggris melalui terusan laut utara dan lalu melaju ke pulau Tenerife dengan melintasi Biskaya.
Foto: KUS-Projekt
Pelajaran di bawah kaki gunung
Di St. Cruz de Tenerife para murid untuk pertama kalinya berjejak di daratan. Setelah menginap di rumah penduduk, mereka mendaki gunung tertinggi di Spanyol, Pico del Teide. Di kaki gunung, pelajaran Biologi pun bisa dimulai.
Foto: KUS-Projekt
Pelaut Muda
Saat melintasi Samudera Atlantik para murid belajar menjadi pelaut sejati. Di bawah pengawasan awak kapal mereka mengambilalih berbagai macam tugas, termasuk juga membersihkan geladak atau memasak.
Foto: KUS-Projekt
Matahari dan Pantai
Perjumpaan pertama dengan lautan Karibia terjadi setelah pelayaran selama 24 hari. Mereka berlabuh di salah satu pulau di kepulauan Antilles. Para murid lalu menginap di rumah penduduk di Grenada.
Foto: KUS-Projekt
Natal di atas Laut
Melalui lautan Karibik Thor Heyerdhal berlayar menuju Panama. Kendati mendekati akhir Desember, para murid tidak lantas bersantai di bawah pohon Natal, melainkan bersama-sama mengembangkan layar.
Foto: KUS-Projekt
Hidup bersama suku Indian
Di Panama para murid menyelami dunia suku Indian Kuna. Mereka belajar hidup di rumah sebuah keluarga Panama dan bekerja di kebun kopi.
Foto: KUS-Projekt
Mengayuh ke arah hutan
Remaja ini menggunakan kapal tradisional untuk mengunjungi desa suku Indian Naso. Bersama penduduk setempat para murid direncanakan mempelajari hubungan antara manusia dan hutan.
Foto: KUS-Projekt
Perjalanan panjang kembali
Setelah menepi di Bermuda dan Azores, para murid berlayar pulang ke Jerman. Perjalanan yang panjang dimanfaatkan untuk pelajaran umum.
Foto: KUS-Projekt
11 foto1 | 11
Muslim Nusantara sebagai Muslim arsipelagis
Terkait dengan itu, “Islam Nusantara” yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “Islam of the Archipelago” tidak harus diaku sebagai proyek sosial-intelektual sepihak. Ia semestinya dinetralkan menjadi kosakata baku yang umum, seperti pada masa sebelumnya. Sebab kita saat ini membutuhkan gerakan sosial bersama untuk menyusun kembali kadar epistemik kita tentang arsipelago: perairan yang ditaburi kepulauan atau gugusan pulau yang disatukan oleh perairan. Ini bisa bermakna pula sebagai “gugusan ekspresi kebudayaan, keagamaan, dan kemajemukan yang disatukan oleh nilai-nilai keindonesiaan kita.” Oleh JS Furnivall (1939), unit politik dari tatanan sosial yang berdampingan ini dinamakan sebagai “masyarakat majemuk.”
Menjadi berlawanan manakala banyak warga penduduk sebuah kepulauan terbesar sejagat memiliki sikap anti-intelektualisme sayap kanan yang dewasa ini kian meningkat dan mengancam setiap perbedaan di berbagai belahan dunia, bahkan Eropa dan Amerika. Supaya gejala ini tidak menjadi arus utama, maka dibutuhkan aksi dan pemikiran yang relevan.
Ide-ide besar seperti dikemukakan oleh Nurcholish Madjid dalam Indonesia Kita (2004) atau renungan kebudayaan Syafi'i Maarif bisa lahir dari rahim intelek siapapun yang memaknai pentingnya memajukan tanah air. Akan tetapi tanpa sebuah statecraft dari pemerintahan dan masyarakat madani untuk menggerakkan pikiran dan hati masyarakat dalam rangka meninggalkan buritan kejahiliahan yang tidak mensyukuri nikmat kemaritiman kita, bisa jadi eksklusivisme itu akan berkembang, sehingga mengubah energi perairan yang menyatukan malah menjadi sekat pembelah.
Jika mengikuti cara berpikir Cak Nur, tanggung jawab yang besar ini milik kaum Muslim, sehingga merekalah yang sejatinya sadar sebagai Muslim arsipelagis: kesadaran hakiki tentang betapa mustahilnya menyatukan Indonesia tanpa pluralisme. Pluralisme itu ibarat pulau-pulau yang saling menyambung, bukan saling terkurung. Indonesia sebagai “arsipelago Islam” yang menampilkan ragam mozaiknya menjadi ruang cerah bagi masa depan bangsa dan kemanusiaan. Tanpa basa-basi, yang menjadi nakhoda keindonesiaan itu ialah barisan Muslim arsipelagis. Inilah jihad yang patut diperjuangkan: praktik berislam yang tumbuh-subur dalam ruang kebudayaan maritim.
Penulis: Zacky Khairul Umam
Ketua Tanfidz Nahdlatul Ulama di Jerman, kandidat doktor di Freie Universitaet Berlin.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Indonesia Bakal Jadi Pusat Hijab Dunia?
Pemerintah mencanangkan Indonesia sebagai pusat mode Muslim di tingkat Asia pada 2018 dan tingkat dunia pada 2020. Sejauh ini ekspor busana Muslim Indonesia masih kalah jauh dibanding Cina dan India.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
US$ 230 milyar belanja busana Muslim dunia
Data Thomson Reuters dalam State of the Global Islamic Economy 2015 menunjukkan nilai belanja yang dikeluarkan masyarakat untuk belanja busana (termasuk sepatu) Muslim cukup fantastis: yakni sekitar 230 milyar dollar AS pada tahun 2014. Atau, sekitar 11 persen dari total belanja busana warga dunia, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3,8 persen per tahun.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Indonesia no-5
Berdasarkan data tahun 2014, negara dengan tingkat konsumsi pakaian Muslim tertinggi adalah: Turki (US$25 milyar), Uni Emirat Arab (US$ 18 milyar), Nigeria (US$15 milyar), Arab Saudi (US$14,7 milyar) dan Indonesia ($US 12,7 milyar).
Foto: picture-alliance/Pacific Press/Azwar
Cina eksportir terbesar
Cina menempati posisi utama sebagai negara pengekspor terbesar ke negara-negara anggota OKI(Organisasi Negara Islam) yakni sebesar US$ 28,7 juta. Disusul India (US$3,87 juta) dan Turki (US$2,3 juta).
Foto: picture alliance/CPA Media
Memanfaatkan momen Ramadhan
Jelang Ramadhan 2016, para desainer sudah berlomba menampilkan karya-karya busana Muslim terbarunya. Di antaranya lewat ajang Muslim Fashion Festival Indonesia (MUFFEST) yang berlangsung di Jakarta.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
#ScreenshotTheLooks
Sekitar 200 desainer, termasuk perancang dari 40 dari usaha kecil menengah ikut ambil bagian dari ajang Muslim Fashion Festival Indonesia (MUFFEST) ini. Tema MUFFEST 2016 adalah #ScreenshotTheLooks.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Partisipasi dari manca negara
Bukan hanya perancang busana Muslim dari tanah air yang tampil dalam MUFFEST 2016, melainkan juga para desainer dari negara-negara lain seperti Turki, Italia, Rusia, Malaysia dan Bangladesh.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Cintai produk lokal
Panita ajang fashion show busana Muslim mengatakan, MUFFEST 2016 menitikberatkan pada kecintaan akan produk lokal, kepedulian sosial dan lingkungan hidup. Para desainer Indonesia yang tampil di antaranya Norma Hauri, Monika Jufry, Najua Yanti dan Itang Yunasz.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Lirik pangsa pasar internasional
Pemerintah berharap, ajang MUFFEST 2016 diharapkan bisa menjadi batu loncatan bagi dunia fashion Indonesia untuk meluaskan pasar ke tatanan internasional dan dalam jangka panjang sebagai pusat mode busana Muslim dunia. Pemerintah mencanangkan Indonesia sebagai pusat mode Muslim di tingkat Asia pada 2018 dan tingkat dunia pada 2020.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Ekspor meningkat
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti menyatakan, kinerja ekspor busana Muslim pada 2014 nilainya mencapai US$ 4,63 miliar, naik 2,3 % dibandingkan tahun sebelumnya. Sempat turun tipis tahun lalu menjadi US$ 4,57 miliar. Namun pada Januari kemarin kembali naik 2,13% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Negara tujuan ekspor
Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor produk busana Muslim Indonesia adalah Amerika Serikat, Kanada,, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Inggris, Australia,Uni Emirat Arab, Belgia, dan Cina.