Menemukan Panggilan Hidup Sesungguhnya di Jerman
1 Oktober 2019Setahun setelah tamat kuliah jurusan biologi di Universitas Kristen Satya Wacana, Syani Justina bertolak ke Jerman tahun 1997 untuk melanjutkan kuliah di bidang biologi. Siapa mengira, belum lama setelah berada di Jerman, Asia termasuk Indonesia dilanda krisis moneter.
Ketika itu, orang tuanya mengatakan, tidak bisa lagi mengirimkan uang ke Jerman untuk membayar kuliah dan hidupnya. Syani Justina kemudian mulai mencari pekerjaan agar bisa melanjutkan kuliah di Jerman dan mencapai cita-citanya.
Melihat peluang dalam kesulitan
Di masa-masa itu, ia sempat bekerja sebagai resepsionis di sebuah praktik dokter. Kebetulan sekali, istri dokter itu mempunyai praktik fisioterapi. Dokter itu juga mempunyai pasien yang menderita sakit, yang tidak bisa diterapi atau tidak diketahui dokter-dokter lain. Untuk menolong mereka, sang dokter menggunakan pengobatan alternatif.
Karena menunjukkan ketertarikan, ia didorong untuk mulai mempelajari fisioterapi. Ketika itu, ia sudah melihat, bahwa sejumlah metode yang digunakan, sudah dikenalnya sejak masih kecil di Indonesia. Akhirnya ia berpikir, mungkin inilah takdirnya yang sesungguhnya. Apalagi ia juga merasakan kepuasan batin, jika bisa menolong orang lain, yang menderita sakit.
Akhirnya ia mengikuti pendidikan resmi untuk menjadi pakar naturopati, atau pengobatan alternatif di Jerman. Tahun 2011 ia mendapat izin resmi untuk membuka praktik di Jerman. Tahun 2013 akhirnya ia membuka praktik sendiri di rumahnya, di kota Mülheim an der Ruhr.
Pengobatan yang dinilai mewah
Walaupun jenis pengobatan alternatif kerap sangat berguna untuk mendukung kesembuhan pasien, praktik naturopati seperti miliknya masih dianggap "kemewahan" bagi banyak orang, juga orang Jerman. Pasalnya adalah: jika orang mendapat pelayanan pengobatan alternatif, biaya pengobatan tidak diganti oleh asuransi kesehatan yang berupa BUMN.
Sedangkan sebagian besar orang di Jerman, di mana semua orang wajib memiliki asuransi kesehatan, memiliki asuransi kesehatan dari BUMN. Hanya orang-orang berpenghasilan tinggi, juga pegawai pemerintah, mampu membayar asuransi kesehatan yang disebut Privat. Walaupun biaya asuransi Privat lebih tinggi, asuransi ini menyokong pengobatan dan perawatan yang biayanya tidak digantikan oleh asuransi dari BUMN. Oleh sebab itu, pengobatan alternatif seperti yang ditawarkannya tidak terbuka untuk banyak orang.
Dampaknya bagi para ahli naturopati adalah, karena jumlah pasien yang kurang banyak, mereka biasanya tidak bisa hidup hanya dari praktiknya saja. Syani Justina misalnya, juga mengajar di sebuah sekolah pijat di Köln, yang bernama Body and Soul. Selain itu ia juga kadang dipanggil untuk mengajar dan memberikan ceramah tentang pengobatan alternatif. Di samping itu, selain menawarkan pijat yang bersifat medis, ia juga menawarkan pijat yang tujuannya untuk rileks.
Ia bercerita, pasien-pasiennya berasal dari berbagai negara. Ada yang dari Jerman, ada pula orang Perancis, juga orang Turki, dan negara-negara lain. Sementara dari Indonesia tidak ada. Karena di kawasan tempat tinggalnya di daerah Ruhr di bagian tengah Jerman, tidak begitu banyak orang Indonesia tinggal, begitu tuturnya.
Disenangi murid-murid
Meskipun perlu mengadakan perjalanan ke Köln jika harus mengajar, ia merasa senang. Selain itu, murid-muridnya juga merasa senang dan merasa bisa belajar banyak dari guru mereka yang berasal dari Salatiga ini.
Mantan muridnya, Susanne Hilse, pemilik praktik Feel Wellnes in Heiligenhaus bercerita bagaimana Syani Justina selalu mampu menarik perhatian murid-muridnya dengan cara mengajar yang lucu dan menyenangkan. Sehingga mereka yang melakukan pelatihan berat tetap bisa berkonsentrasi dan belajar banyak.
Rupanya, jika panggilan hidup yang sesungguhnya sudah ditemukan, orang benar-benar bisa menciptakan sesuatu yang berguna sesuai profesi dan memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar, dan itu bisa dilakukan walaupun kita hidup di #NegeriOrang. (Ed.: hp)