Mengaku Bersalah, Tiga Aktivis Hong Kong Masuk Penjara
23 November 2020
Tiga aktivis muda Hong Kong termasuk Joshua Wong ditahan hari Senin (23/11) setelah mengaku bersalah terhadap gugatan mereka di sidang pengadilan. Mereka langsung ditahan sambil menunggu vonis.
Iklan
Joshua Wong, 24, dituntut ke pengadilan bersama aktivis Ivan Lam dan Agnes Chow atas protes yang berlangsung selama musim panas lalu di luar markas polisi Hong Kong. Setelah mengaku bersalah, ketiganya langsung ditahan pihak kejaksaan sampai vonis dijatuhkan.
"Kami akan terus berjuang untuk kebebasan - dan sekarang bukan waktunya bagi kami untuk tunduk kepada Beijing dan menyerah," kata Joshua Wong kepada wartawan dalam perjalanan ke pengadilan. "Kami bertiga telah memutuskan untuk mengaku bersalah atas semua dakwaan," tambahnya.
Begitu masuk ke ruang pengadilan, Joshua Wong mengaku bersalah atas tuduhan menghasut dan mengatur pertemuan ilegal. Ivan Lam juga mengaku bersalah atas penghasutan, sedangkan Agnes Chow mengaku telah bergabung dengan aksi protes.
Ketiganya langsung dimasukkan ke dalam tahanan sambil menunggu vonis yang akan dijatuhkan pada 2 Desember mendatang. Hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan pengadilan adalah tiga tahun penjara.
"Semua tetap bertahan. Aku tahu, lebih sulit bagimu untuk tetap di luar," teriak Wong dalam persidangan. Sekelompok kecil pendukung sempat menahan mobil tahanan sambil meneriakkan slogan: "Tidak ada perusuh, hanya tirani!"
Mengaku bersalah dalam persidangan
"Tapi saya yakin bahwa baik jeruji penjara, atau larangan pemilu, atau kekuasaan sewenang-wenang lainnya, tidak akan menghentikan kami dari aktivisme. Apa yang kami lakukan sekarang adalah untuk menegaskan nilai kebebasan kepada dunia," kata Joshua Wong.
Ketiganya dituntut atas aksi protes yang berlangsung di luar markas polisi Hong Kong pada Juni 2019, ketika unjuk rasa pro-demokrasi mengguncang kota itu selama tujuh bulan berturut-turut, yang beberapa kali berakhir dengan bentrokan dan aksi kekerasan.
Gelombang unjuk rasa di Hong Kong dipicu oleh UU Ekstradisi yang dirancang dan diputuskan pemerintah otonomi Hong Kong. Aksi protes massal mulai mereda, setelah pemerintahan di Beijing mensahkan undang-undang keamanan nasional yang kontroversial terhadap Hong Kong pada Juni lalu. Sejak itu, puluhan aktivis pro demokrasi ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara.
Apa Arti Warna dari Sebuah Revolusi?
Dari baju hitam yang dipakai demonstran Hong Kong, sampai spanduk oranye yang digunakan demonstran Ukraina, beginilah cara mereka mengadopsi warna untuk mewakili gerakan perubahan.
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
Hong Kong berpakaian hitam
Hitam, yang dipilih karena berkaitan dengan berkabung dan duka, adalah warna pilihan ratusan ribu demonstran yang turun ke jalan di Hong Kong untuk memperjuangkan demokrasi di metropolis mereka. Demonstran penentang, yang mendukung walikota pro Beijing, memilih putih untuk membedakan diri.
Foto: AFP/H. Retamal
Revolusi payung kuning Hong Kong
Aksi protes Hong Kong tidak selalu hitam putih. Di tahun 2014 pada masa yang disebut Revolusi Payung, para demonstran menuntut diadakannya pemilu yang bebas dan reformasi-reformasi demokratis untuk kota semi otonom mereka. Payung-payung kuning dipilih sebagai simbol. Para demonstran menggunakannya untuk menangkis gas air mata yang ditembakkan polisi.
Foto: AFP/Getty Images/A. Wallace
Oranye pilihan Ukraina
Menggantikan warna merah, yang sering dikaitkan dengan komunisme pada zaman Uni Soviet, oranye adalah warna pilihan pihak oposisi pada masa “Revolusi Oranye” Ukraina di tahun 2004. Selama 17 hari di musim dingin Ukraina yang keras, warga dari berbagai kelas sosial bersatu untuk mendukung kandidat oposisi Viktor Yushenko.
Foto: Sergey Dolzhenko/picture-alliance/dpa
Revolusi Safron di Myanmar
Demonstrasi damai di Myanmar pada tahun 2007 menjadi terkenal dengan warna safron, yang merupakan warna khas jubah biksu Buddha. Di garis depan aksi protes menentang pemerintah militer, mahasiswa dan aktivis politik ikut bergabung dengan para biksu. Banyak perempuan juga ikut berdemonstrasi.
Foto: picture alliance/AP Photo
Revolusi Kuning Filipina
Setelah tiga tahun berdemonstrasi menentang presiden Ferdinand Marcos dan rezimya dari tahun 1983 sampai 1986, warga Filipina memenangkan sebuah revolusi damai. Ini sering disebut sebagai “Revolusi Kuning” karena warna pita yang dipegang para demonstran ketika berkumpul. Foto ini menunjukkan konfeti kuning yang dilemparkan untuk mengenang hari peringatan revolusi tersebut pada tahun 2013.
Foto: imago
Gerakan Hijau Iran
Warna hijau dianggap sebagai warna Islam dan dipilih oleh para demonstrantan yang menentang pemerintah pada masa pemilihan umum di Iran tahun 2009-2010. Para demonstran menuduh rezim waktu itu memalsukan hasil pemilihan. Rezimnya bereaksi dengan cepat, melukai para demonstran yang tidak berdaya dan menahan sekitar 4.000 orang. Sekarang aksi demonstrasi ini masih disebut sebagai “Gerakan Hijau”.
Foto: picture-alliance/dpa/Stringer
Revolusi warna-warni Makedonia
Kenapa memilih satu warna saja jika bisa menggunakan semuanya? Untuk memprotes menentang keputusan pemerintah untuk menghentikan penyelidikan dalam skandal penyadapan pada tahun 2016, para demonstran Makedonia berkumpul di ibu kota negara ini pada pertengahan April untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka. Banyak yang melemparkan cat berwarna-warni ke gedung-gedung pemerintah.
Foto: Getty Images/AFP/R. Atanasovski
Revolusi Anyelir di Portugal
Berbagai bunga juga digunakan untuk melambangkan protes penting di sejarah modern. Setelah kudeta sukses di Portugal pada tanggal 25 April 1974, yang mengakhiri kediktatoran selama bertahun-tahun, warga yang sangat gembira merayakan ini dengan menaruh anyelir merah di senjata-senjata para pejuang mereka. Ini adalah bentuk mekarnya sebuah era demokrasi baru, yang diikuti oleh Spanyol dan Yunani.
Foto: picture-alliance/dpa/M. de Almeida
Revolusi Anggur di Moldova
Di Moldova, “Revolusi Anggur” adalah nama yang diberikan kepada aksi protes menentang hasil pemilu pada tahun 2009. Setelah partai komunis menang, para demonstran turun ke jalan. Nama ini dilaporkan mengacu kepada banyak kebun anggur yang ada di Moldova. Revolusi ini tidak berkembang sampai sebesar yang terjadi di negara-negara mantan Uni Soviet lainnya, seperti di Ukraina.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Doru
Revolusi Melati di Tunisia?
Selama 28 hari pada tahun 2011, warga Tunisia turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran dan kondisi hidup yang miskin. Menariknya, nama “Revolusi Melati” populer di media Barat, tetapi tidak di Tunisia sendiri. Sebaliknya, rakyat Tunisia menyebut ini sebagai “Revolusi Kehormatan”, karena penggulingan Presiden Ben Ali pada tahun 1987 sudah disebut “Revolusi Melati”. (ag/pkp)