Angka kematian Covid-19 di Italia dan Spanyol sudah ribuan, tapi di Jerman tidak sampai 300. Mengapa angka kematian di Jerman rendah? Apa kata para pakar?
Iklan
Menurut data Robert Koch Institut (RKI), lembaga resmi di Jerman yang mengeluarkan statistik Covid-19, tingkat kematian di Jerman berada di bawah 0,5 persen. Bandingkan dengan tingkat kematian di Italia (10 persen), Spanyol (7 persen) atau Indonesia (8 persen).
Pakar virus dan epidemi dari rumah sakit Charite di Berlin, yang juga menjadi penasihat pemerintah Jerman, mengatakan angka kematian relatif kecil, karena Jerman melakukan tes corona secara cepat dan luas.
"Angka kematian relatif rendah, karena kami melakukan sangat banyak diagnosis laboratorium Covid-19 dibandingkan negara-negara Eropa lain. Selain itu, Jerman punya lebih banyak waktu mempersiapkan kapasitas laboratorium dan perawatan intensif pasien corona. Kasus corona pertama di Jerman sudah terdeteksi pada 28 Januari 2020.
Angka infeksi aktual berdasarkan data RKI tanggal 27 Maret adalah 42.288 kasus, dengan angka kematian 253 kasus. Lebih 6.000 orang sudah dinyatakan sembuh.
Struktur sosial turut berpengaruh
Pakar sosial dan ekonomi dari Universitas Bonn, Profesor Moritz Kuhn dan Profesor Christian Bayer, menerangkan faktor lain yang berpengaruh adalah struktur sosial di Jerman, di mana kebanyakan orang tidak tinggal dalam keluarga besar seperti di Italia atau Spanyol. Banyak orang Jerman tinggal sendiri di apartemennya.
Kedua pakar melakukan penelitian struktur sosial di berbagai negara dalam kaitannya dengan penyebaran wabah. Hasilnya: makin banyak penduduk pada usia kerja yang tinggal dalam keluarga besar, makin cepat virus menyebar sejak awal epidemi.
Di Italia dan Spanyol, sebuah keluarga sering terdiri dari beberapa generasi yang masih tinggal dalam satu rumah, sangat berbeda dengan kecenderungan sosial di Jerman. Selain itu, kecenderungan interaksi sosial juga berbeda. Penduduk di Italia dan Spanyol dikenal senang berkumpuldan menghabiskan waktu bersama-sama dalam kelompok besar, sedangkan di Jerman lebih jarang.
Bagaimana Kondisi Lockdown di Eropa?
Negara-negara di Eropa secara signifikan telah membatasi aktivitas berkumpul di ruang publik untuk mengerem penyebaran wabah COVID-19. Lalu, bagaimana negara-negara tersebut menerapkan regulasi itu kepada warganya?
Foto: AFP/H. Neubauer
Paris memberlakukan lockdown
Aktivitas di jalan-jalan utama di Paris terhenti total setelah Perancis mengumumkan lockdown secara nasional Selasa lalu. Warga tidak diperbolehkan meninggalkan rumah mereka, kecuali karena alasan penting seperti membeli makanan, mengunjungi dokter atau pergi bekerja. Walikota Paris, menyerukan social distancing yang lebih ketat karena jumlah kasus infeksi yang terus meningkat di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/AP Photo/T. Camus
Berlin menjadi sepi
Kanselir Jerman Angela Merkel pada hari Minggu (22/03) mengumumkan pembatasan ketat pada pergerakan orang di Jerman. Regulasi tersebut mencakup pelarangan pertemuan publik lebih dari dua orang, menjaga jarak 1,5 meter dan penutupan restoran, pub serta bar.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
Perbatasan ditutup, orang asing dilarang masuk
Selain membatasi pergerakan warga di dalam negeri, Jerman telah memperketat pembatasan pada orang asing yang memasuki negara. Akibatnya, lalu lintas di bandara tersibuk di Jerman, yaitu di Frankfurt, mengalami penurunan yang signifikan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Probst
Bayern perintahkan warga untuk tinggal di rumah
Negara bagian Bayern di selatan Jerman memberlakukan lockdown di seluruh negara bagian mulai akhir pekan lalu untuk mencegah penyebaran COVID-19. Selama dua minggu, warga tidak diperbolehkan berkumpul dalam kelompok di luar rumah dan restoran, bar serta pub juga ditutup.
Foto: Imago Images/Zuma/S. Babbar
Inggris berlakukan social distancing
Inggris telah menutup semua bar, pub, dan restoran untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19. Perdana Menteri Boris Johnson telah mendesak seluruh warga negara untuk menghindari semua perjalanan yang tidak penting dan kontak dengan orang lain.
Foto: AFP/T. Akmen
Milan: Di jantung pandemi
Dalam beberapa minggu terakhir, pusat pandemi COVID-19 global telah bergeser dari Cina ke Italia. Negara ini mengalami peningkatan infeksi dan kematian secara eksponensial. Italia telah memberlakukan lockdown secara nasional sejak 10 Maret.
Foto: picture-alliance/AP Photo/L. Bruno
Vatikan ditutup untuk umum
Roma dan Kota Vatikan juga dipaksa untuk sangat membatasi pertemuan publik, setelah wilayah Lombardy utara Italia melaporkan merebaknya kasus COVID-19. Situs wisata religi populer seperti Lapangan St. Peter Di Vatikan pun telah ditutup.
Foto: Imago Images/Zuma/E. Inetti
Spanyol: Salah satu negara paling terpukul di Eropa
Pemerintah Spanyol pada hari Minggu berupaya untuk memperpanjang keadaan darurat negara itu menjadi hampir sebulan sampai 11 April, setelah pertama kali diberlakukan pada 14 Maret. Spanyol saat ini memiliki jumlah kasus infeksi virus corona terbanyak kedua di Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa/X. Bonilla
Austria laporkan laju infeksi melambat
Austria melaporkan kenaikan 15% kasus infeksi baru virus corona selama akhir pekan, jauh lebih rendah daripada puncaknya yang sebesar 40%. Penurunan ini terjadi setelah pemerintah memberlakukan social distancing yang ketat. Namun, pihak berwenang di Wina menargetkan untuk menurunkan jumlah infeksi baru SARS-CoV-2 menjadi satu digit selama tiga minggu ke depan. (fs/as)
Foto: AFP/H. Neubauer
9 foto1 | 9
Beberapa negara Asia sudah belajar dari epidemi SARS
Mengenai situasi di Asia, pakar sosial dan ekonomi dari Universitas Bonn itu menerangkan, situasinya memang berbeda-beda. Beberapa negara sudah belajar dari epidemi SARS tahun 2003, sehingga mereka sudah memiliki infrastruktur dan prosedur kesehatan yang berfungsi.
Di beberapa negara Asia misalnya, sudah ada rumah sakit dan klinik yang khusus untuk menangani kasus demam parah, kata Profesor Moritz Kuhn. Itu sebabnya, di beberapa negara Asia tingkat kematian Covid-19 jauh lebih rendah daripada di Italia dan Spanyol.
Kedua pakar juga memperingatkan bahwa struktur populasi di Eropa menunjukkan tingginya jumlah penduduk berusia lanjut. Mereka memperingatkan, terutama situasi di Eropa timur bisa sangat berbahaya bagi penduduk usia lanjut, karena infrastruktur kesehatan yang sering tidak memadai. hp/ae (dpa, generalanzeiger.de)