Mengapa Banyak Orang Afrika-Amerika Kembali ke Ghana?
20 Januari 2023Tonya Saafir-Ankomah awalnya berasal dari Mississippi di Amerika Serikat, tetapi lebih dari 10 tahun yang lalu dia memutuskan untuk pindah ke Ghana. "Saya memiliki keinginan kuat untuk datang ke Afrika. Saya ingin mengalaminya. Sesuatu telah mendorong hati saya untuk datang dan mengunjungi tanah air," katanya kepada DW.
Saafir-Ankomah menceritakan dia terinspirasi oleh pasangan dari Tennessee yang telah mengunjungi Ghana beberapa kali. "Mereka (pasangan) membicarakannya sepanjang waktu, menunjukkan kepada saya gambar, video, dan hal-hal seperti itu, yang semakin membangkitkan keinginan saya untuk datang."
Saafir-Ankomah akhirnya berhasil sampai ke Afrika untuk pertama kalinya pada tahun 2010, dan Ghana di Afrika Barat menjadi tujuannya. Dia dengan cepat jatuh cinta dengan benua itu. Pengacara itu kini tinggal di ibu kota, Accra, dan menikah dengan seorang warga Ghana.
"Saya suka di sini, saya lebih suka berada di sini daripada di sana (Amerika Serikat)," katanya. Saafir-Ankomah sejak itu menjadi duta mendesak banyak orang Afrika di diaspora untuk mengunjungi Afrika untuk merasakan warisan yang kaya.
Panggilan untuk kembali
Setidaknya 1.500 orang Afrika-Amerika telah pindah ke Ghana sejak 2019, menyusul kampanye pemerintah Ghana "The Year of Return", menjadi katalis bagi banyak keturunan Afrika di diaspora untuk memulai perjalanan spiritual.
Pada saat itu juga menandai 400 tahun sejak kedatangan budak Afrika pertama di Jamestown, Virginia.
"The Year of Return" juga untuk merayakan ketangguhan semua korban perdagangan budak trans-Atlantik yang terpaksa mengungsi di seluruh dunia, berakhir di Amerika Utara, Amerika Selatan, Karibia, Eropa, dan Asia. Salah satu sorotan utama dari kunjungan semacam itu adalah mengunjungi beberapa situs bersejarah, seperti kastil budak di Ghana tengah, untuk mengingatkan mereka tentang nenek moyang mereka dan untuk berhubungan kembali dengan benua tersebut.
Tahun 2020, pemerintah Ghana meluncurkan kampanye serupa dengan nama "Beyond the Return". Clifford Ato Ashun, anggota senior Dewan Museum dan Monumen Ghana, mengatakan kepada DW bahwa kampanye ini terus menorehkan banyak kesuksesan. "(Dua kampanye) tersebut sebenarnya telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kedatangan diaspora Afrika, terutama untuk mengunjungi Ghana dan ruang bawah tanah (budak),” kata Ashun.
Semakin dekat dengan akar Afrika
Felisa Freeman, berasal dari California, adalah salah satu dari ratusan pengunjung Afrika-Amerika yang mengunjungi Cape Coast Castle. Ini pertama kalinya dia berada di Ghana dan pertama kali di benua Afrika. "Harapan saya adalah untuk mengalami Afrika dan budaya dan menyerapnya, dan lebih dekat dengan akar saya," katanya kepada DW.
Tonya Spinkins juga mengunjungi Ghana dari AS untuk pertama kalinya. "Saya datang ke sini karena saya menyadari bahwa banyak cerita tentang perbudakan yang saya lihat di film-film Hollywood tidak memiliki unsur Afrika," katanya kepada DW di situs Cape Coast Castle.
Gedung besar ini adalah bangunan benteng yang dulu menjadi tempat perdagangan budak trans-atlantik. Benteng yang sekarang menjadi situs warisan budaya UNESCO ini dulu memainkan peran penting dalam perdagangan budak dan penyebaran agama Kristen.
Di Cape Coast Castle ada sebuah pintu yang dinamakan "door of no return", yang dulu dilewati ratusan ribu budak untuk diberangkatkan. Mereka tidak pernah kembali lagi ke tanah airnya. Namun, sekarang di baliknya ada tulisan "door of return”. Suatu panggilan kepada diaposra keturunan para budak Afrika untuk datang berkunjung dan belajar mengenali akar mereka.
(hp/ha)