Mengapa Banyak Sekolah di Jepang Menerapkan Aturan Ketat?
14 Juni 2022
Terlepas dari harapan otoritas sekolah akan melonggarkan aturan ketat atas cara berpakaian dan penampilan siswa, para ahli khawatir nilai-nilai konservatif yang telah mendarah daging membutuhkan waktu lama untuk diubah.
Iklan
Sebuah kasus yang bergulir di pengadilan dan artikel di surat kabar pada hari yang sama belum lama ini menyoroti aturan ketat yang mengatur gaya rambut siswa sekolah menengah Jepang.
Seorang pria berusia 20 tahun di Jepang selatan mengatakan dia akan mengajukan banding atas penolakan pengadilan untuk memberinya kompensasi simbolis 1 yen untuk perpeloncoan yang dia klaim terjadi ketika dia masih menjadi siswa di Sekolah Menengah Seiseiko di kota Kumamoto.
Pria, yang tidak disebutkan namanya itu, mengatakan kepada pengadilan bahwa dia mengalami depresi dan putus sekolah setelah dipaksa untuk mencukur kepalanya dengan alasan bahwa itu adalah "tradisi" di klub olahraga sekolah yang dia ikuti pada tahun 2017.
Pada hari yang sama, surat kabar Mainichi melaporkan bahwa seorang guru telah "menyentak" rambut seorang gadis berusia 16 tahun setelah menegurnya karena melanggar peraturan menjaga rambut hitam yang diwajibkan untuk semua siswa di sebuah sekolah menengah di Kobe.
Gadis itu mengatakan kepada surat kabar bahwa rambutnya sedikit memudar menjadi coklat tua karena kandungan bahan kimia di kolam renang. Namun, otoritas sekolah sebelumnya telah mengonfirmasi dan memberikan kelonggaran untuknya agar tidak perlu mengikuti peraturan tentang warna rambut. Sejak insiden itu, siswi tersebut didiagnosis dengan gangguan kecemasan dan tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah selama dua minggu.
Iklan
Aturan ketat untuk siswa
Sekolah-sekolah Jepang telah lama terkenal dengan aturan ketat tentang pakaian dan penampilan, yang dalam beberapa kasus, bahkan berlaku untuk warna pakaian dalam siswa. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul berbagai reaksi terhadap peraturan, sehingga menyebabkan banyak sekolah secara bertahap melonggarkan beberapa peraturan. Namun, tetap masih banyak aturan yang tersisa.
"Mayoritas mahasiswa tahun pertama di universitas saya, rambutnya diwarnai," kata Makoto Watanabe, seorang profesor media dan komunikasi di Universitas Hokkaido Bunkyo di Sapporo. "Dan itu akan dianggap tindakan pembangkangan secara sadar setelah mereka tunduk pada aturan ketat seperti itu sepanjang masa sekolah mereka."
"Sekolah masih terlalu konservatif dan mereka berpegang pada nilai-nilai lama dalam masyarakat yang telah berubah total,” katanya kepada DW.
"Dan sungguh gila sekolah masih bersikeras bahwa setiap orang harus memiliki rambut hitam lurus pada saat yang sama pemerintah menyerukan peningkatan globalisasi dan lebih banyak orang asing tinggal di Jepang."
Watanabe mengatakan dia percaya bahwa karena liputan yang terus-menerus dari beberapa peraturan yang sudah ketinggalan zaman dan kontradiktif, sekolah mulai melonggarkan beberapa peraturan yang tidak perlu. Misalnya, satu sekolah melarang siswa untuk mewarnai rambut mereka, tetapi kemudian memerintahkan satu siswa dengan rambut coklat tua alami untuk mewarnainya menjadi hitam.
8 Hal yang Harus Dilakukan Anak-anak Sendiri Sebelum Masuk SMP
Bagaimana anak-anak bisa tumbuh dewasa sebagai manusia kompeten, jika orangtua selalu melakukan segalanya untuk anak yang berangkat remaja.
Foto: Public Domain
1. Bangun pagi tanpa perlu dibangunkan
Inilah saatnya membiarkan jam alarm melakukan tugasnya. Mereka harus belajar bertanggung jawab untuk bangun sendiri sendiri ketika mulai sekolah menengah, agar tak terlambat. Belajar menjadi orang dewasa yang berdisiplin dan menghargai waktu.
Foto: Fotolia/photonetworkde
2. Menyiapkan sarapan sendiri.
Orang tua kadang memastikan ada makanan di rumah sehingga mereka bisa makan sarapan. Tiba saatnya mereka mulai menyiapkan sarapannya sendiri sesuai dengan selera dan kreasinya sendiri.
Foto: Fotolia/okinawakasawa
3. Mengerjakan PR sendiri
Ketakutan orangtua biasanya, sang anak lupa atau salah dalam mengerjakan tugas dari sekolah yang dibawa pulang atau PR. Namun kini sudah saatnya mereka mengerjakannya. Setelahnya mereka boleh meminta orangtua untuk mengecek saja. Mereka perlu tahu bagaimana melakukannya tanpa intervensi Anda.
Foto: Imago/Jochen Tack
4. Mengepak barang-barang sendiri untuk sekolah
Buku, ponsel, kunci tertinggal, seragam belum dicuci..... Bukan tugas Anda lagi sebagai orangtua yang terus-menerus bawel mengingatkan. Mereka harus belajar untuk tahu konsekuensinya, tanpa harus mengandalkan orangtua mengingatkan benda-benda tersebut. Lupa sesuatu? Rasakan rasa sakit itu.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
5. Rencanakan dan kerjakan proyek sekolah sendiri
Proyek sekolah tidak diberikan malam hari sebelum jatuh tempo. Karena itu, jangan ambil alih tugas sekolah pada menit terakhir agar proyek selesai. Mereka harus belajar membuat perencanaan yang matang. Satu-satunya hal yang bisa Anda lakukan, dalam obrolan mingguan, tanya tentang proyek sekolah apa yang akan atau tengah digarap.
Foto: Fotolia/Spectral-Design
6. Mencuci baju sendiri
Seorang remaja harus diingatkan, bahwa orangtua bukanlah pelayan mereka. Dalam usia beranjak remaja, mereka mampu mengatasi keseluruhan proses binatu, mulai dari mencuci dan melipat atau menyeterika.
Foto: Dron/Fotolia
7. Menyelesaikan persoalan dengan guru atau pelatih
Jika anak punya masalah dengan guru atau pelatih, dia harus mempertanggungjawabkannya. Tidak disarankan orang tua ikut campur permasalahan di antara figur otoritas dan anak. Orangtua cukup perlu tahu. Anak perlu belajar bagaimana menangani masalahnya sendiri atau setidaknya meminta Anda untuk membantu mereka.
Foto: picture-alliance/dpa
8. bertanggung jawab dalam urusan sekolah
Orangtua memang perlu mengobrol soal proyek sekolah dan PR, tapi diharapkan anak-anak tersebut menyadarai bahwa itu adalah tanggung jawab mereka sepenuhnya. Dengan demikian orangtua juga belajar menghargai kemampuan anak itu sendiri. Yang tetap harus dilakukan adalah mengamati perkembangan nilai dan berbicara tentang situasi di sekolah, tanpa perlu ikut campur berlebihan. (Ed: ap/hp/redtri)
Foto: Public domain
8 foto1 | 8
Apa yang menjaga aturan lama tetap diberlakukan?
Watanabe mengatakan tidak begitu yakin bahwa aturan ketat itu akan berubah dalam waktu dekat.
"Saya mencapai kesimpulan bahwa sekolah-sekolah Jepang adalah masyarakat yang hampir tertutup yang tidak banyak berhubungan dengan dunia luar dan kecenderungan konservatif alami mereka membuat tidak mungkin bagi mereka untuk membuka atau menerima bahwa dunia sedang berubah," katanya.
Emi Izawa yang berkuliah di tahun pertamanya di sebuah universitas di Tokyo dan telah mengecat ujung rambut panjangnya menjadi abu-abu perak, mengikuti tren anak muda Jepang saat ini.
"Pada saat itu kami tidak benar-benar berpikir tentang peraturan di sekolah menengah saya yang ketat karena itulah yang harus dilakukan semua orang," katanya. "Saya pergi ke sekolah khusus perempuan dan kami harus mengenakan seragam dan kami tidak diizinkan memakai anting-anting atau perhiasan atau riasan jenis apa pun," tambahnya.
"Tidak ada yang mempertanyakan peraturan dan saya tidak ingat ada orang yang ditegur karena melanggar peraturan tentang cara kami berpakaian ke sekolah, tetapi saya senang memiliki lebih banyak kebebasan sekarang," katanya.
"Bagi saya, bukan masalah besar untuk mengikuti aturan pada saat itu, tetapi saya juga mengerti bahwa anak muda ingin menjadi individu yang berbeda."
Sementara itu, serikat pengajar Jepang mengkritik penerapan aturan ketat tentang pakaian dan gaya rambut di sekolah. Tamaki Terazawa, juru bicara Federasi Guru Nasional, mengatakan kepada DW bahwa sekolah mengalami kemunduran yang tidak perlu ke Era Meiji, periode 44 tahun industrialisasi yang cepat hingga Juli 1912.
Suasana Sekolah di Seluruh Dunia Saat Pandemi Corona
Masa liburan sekolah telah berakhir, infeksi COVID-19 juga kembali meningkat di berbagai negara. Sekolah di seluruh dunia melakukan penyesuaian terhadap kegiatan belajar di kelas agar tidak kembali ditutup.
Foto: Getty Images/L. DeCicca
Thailand: Belajar dalam kotak
Sekitar 250 murid yang belajar di sekolah What Khlong Toey di Bangkok kini harus belajar dari dalam kotak plastik dan memakai masker sepanjang hari. Di luar ruang kelas tersedia wastafel dan dispenser sabun. Suhu tubuh murid juga diukur setiap pagi. Aturan ketat ini berhasil: sekolah ini tidak melaporkan infeksi baru sejak Juli.
Foto: Getty Images/L. DeCicca
Swedia: Tidak ada aturan khusus untuk corona
Murid di sekolah-sekolah Swedia memang masih libur. Namun foto ini, yang diambil sebelumnya, melambangkan pendekatan negara ini terhadap penanganan COVID-19. Swedia belum pernah mewajibkan warganya untuk memakai masker. Bisnis, bar, restoran dan sekolah di sana juga tetap boleh beroperasi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/TT/J. Gow
Jerman: Pakai masker di kelas
Murid di SD Petri di Dortmund, negara bagian Nordrhein-Westfalen (NRW), jadi teladan yang patut ditiru. Sebagaimana sekolah di seluruh NRW yang merupakan negara bagian terpadat di Jerman, sekolah ini juga mewajibkan murid untuk memakai masker, termasuk di dalam ruang kelas. Sampai sekarang belum bisa dinilai apakah aturan ini berhasil atau tidak. Sekolah baru saja mulai tanggal 12 Augustus.
Foto: Getty Images/AFP/I. Fassbender
Tepi Barat: Masuk kelas lagi setelah 5 bulan
Sekolah juga kembali dibuka di Hebron, 30 kilometer di selatan Yerusalem. Murid di wilayah ini diwajibkan memakai masker, bahkan di beberapa sekolah, mereka juga harus memakan sarung tangan. Meskipun memakai masker, semangat guru dalam foto saat mengajar terlihat jelas. Sekolah-sekolah di Palestina tutup sejak bulan Maret dan Hebron dinyatakan sebagai pusat infeksi.
Foto: Getty Images/AFP/H. Bader
India: Pelajaran lewat pengeras suara
Sekolah di Dandwal, di negara bagian Maharashtra, India, menyediakan sarana khusus untuk murid yang tidak bisa mengakses internet. Di sini, murid bisa mengikuti kegiatan belajar dan mengejar tugas-tugas yang tertinggal dengan mendengarkan rekaman yang kemudian diputar dan disiarkan dengan bantuan pengeras suara. Maharashtra termasuk daerah yang terpukul parah oleh pandemi.
Foto: Reuters/P. Waydande
Kongo: Wajib cek suhu tubuh sebelum masuk kelas
Pihak berwenang di Lingwala, di pinggiran ibu kota Kongo, Kinshasa, menanggapi ancaman infeksi virus corona di kalangan siswa dengan amat serius. Setiap siswa yang belajar di Sekolah Reverend Kim diharuskan untuk mengukur suhu tubuh sebelum diizinkan masuk gedung. Masker wajah juga wajib dipakai.
Foto: Getty Images/AFP/A. Mpiana
Amerika Serikat: Kelas di daerah hot spot pandemi
Sekolah-sekolah di AS juga melakukan cek suhu tubuh setiap hari agar bisa menemukan potensi kasus COVID-19. Aturan ini dibutuhkan di negara yang masih mencatatkan angka infeksi tertinggi di dunia tersebut. Pada tanggal 13 Agustus, Universitas Johns Hopkins melaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, ada lebih banyak orang meninggal bila dibandingkan dengan periode sejak akhir Mei.
Foto: picture-alliance/Newscom/P. C. James
Brasil: Sarung tangan dan pelukan
Maura Silva (kiri), guru sekolah umum di Rio de Janeiro barat, di dekat salah satu daerah kumuh terbesar kota itu, berusaha mengunjungi murid-muridnya di rumah mereka. Ia juga membawa sebuah perlengkapan untuk memeluk para muridnya. Sebelum menggendong mereka, Silva dan muridnya memakai masker dan membantu mereka mengenakan sarung tangan plastik. (bo/ae)
Foto: Reuters/P. Olivares
8 foto1 | 8
Adanya pengaruh militer
"Sistem pendidikan yang dimiliki Jepang saat ini dimulai kembali pada periode Meiji dan secara efektif meniru sistem militer, dengan keseragaman dalam pakaian, tas yang dibawa anak-anak ke sekolah, dan gaya, serta warna rambut mereka," katanya.
"Saat itu, pemerintah mengatakan keseragaman dalam masyarakat diperlukan untuk pembangunan bangsa, tetapi itu lebih dari 100 tahun yang lalu dan Jepang sangat berbeda sekarang,” tambahnya.
"Kami percaya sudah saatnya peraturan diubah dan anak-anak dibiarkan menjadi dirinya sendiri," katanya. "Itu terutama berlaku untuk anak-anak dari luar negeri atau yang orang tuanya mungkin orang asing dan telah menetap di Jepang."
"Kami melihat perlawanan secara terus-menerus dari otoritas sekolah konservatif dan perubahan itu akan memakan waktu lama, saya pikir," katanya.
"Mungkin harapan terbaik kami adalah bahwa generasi baru guru muda sekarang memasuki sekolah dan perlahan-lahan meningkat melalui sistem pendidikan. Kami berharap orang-orang ini akan lebih terbuka untuk membiarkan generasi muda sedikit lebih santai di lingkungan sekolah,” tambah Terazawa.