Mengapa Pakistan Butuh Bantuan Atasi Bencana Iklim
11 Januari 2023
Pakistan adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana iklim yang disebabkan oleh pemanasan global, meski hanya bertanggung jawab atas kurang dari 1% emisi gas rumah kaca global.
Iklan
Bagi Muhammad Bakhshal, seorang penduduk desa Chandan Mori di distrik Dadu di Pakistan Selatan, banjir besar yang melanda negara tersebut tahun lalu adalah bencana besar.
"Saya belum pernah melihat curah hujan dan banjir seperti itu sepanjang hidup saya. Bahkan empat bulan setelah banjir, kami masih tinggal di pinggir jalan, di kamp-kamp sementara dekat desa kami," kata pria berusia 60 tahun itu kepada DW.
Ternak adalah satu-satunya sarana penghidupan bagi Bakhshal. Tetapi setelah kehilangan dua lusin ternaknya akibat bencana alam, dia tidak memiliki penghasilan untuk bertahan hidup.
Jutaan rakyat Pakistan menghadapi situasi serupa
"Orang-orang masih tinggal di tenda-tenda di Sindh dengan akses terbatas ke makanan dan perawatan kesehatan. Anak-anak menderita malaria dan dilaporkan ada kematian," kata Mashooq Birhamani, seorang pekerja sosial yang mengambil bagian dalam upaya rekonstruksi di Chandan Mori, kepada DW.
"Di daerah tempat kami beroperasi, air masih menggenang dan masyarakat butuh bantuan," katanya.
Filipina hingga Sri Lanka, Banjir Merusak Secara Global
Peristiwa bencana mematikan seperti banjir kerap dan intensif terjadi lantaran terjadinya perubahan iklim yang disebabkan oleh ulah manusia.
Foto: AP
Sri Lanka terendam
Setidaknya tiga orang tewas saat banjir melanda Sri Lanka, sementara ibu kota Colombo mengalami dampak terparah. Banjir menyebabkan sejumlah daerah berisiko mengalami tanah longsor, sementara hujan lebat diprediksi bakal terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.
Foto: Pradeep Dambarage/NurPhoto/picture alliance
Pakistan dilanda penyakit dan kekurangan gizi
Hujan monsun dan bajir yang tak pernah terjadi sebelumnya sebabkan lebih dari setengah juta orang di Pakistan memgungsi dan 1,700 nyawa melayang. Banjir perlahan surut, tetapi warga di Sindh dan Balochistan menghadapi risiko penyakat yang terkandung di air. Hal itu disebabkan oleh rusaknya fasiltas kesehatan, genangan air, minimnya persediaan obat hingga sedikitnya sanitasi.
Foto: Sabir Mazhar/AA/picture alliance
Banjir hal lumrah di Filipina
Di beberapa negara bagian Filipina, penyedia jasa ojek motor memodifikasi kendaraannya agar dapat bertahan akibat banjir yang terjadi berulang kali. Di Hagonoy, di luar ibu kota Manila, ketinggian hujan mencapai dua meter saat musim hujan. baru-baru ini, topan tenggelamkan desa dan daerah pertanian di bagian utara Filipina.
Foto: Eloisa Lopez/REUTERS
Perubahan iklim jadi penyebabnya?
Malapetaka bencana cuaca jadi sering terjadi akibat perubahan iklim. Atmosfer yang lebih hangat menahan uap air sehingga menghasilkan curah hujan tinggi. Meskipun sulit dibuktikan berapa besar perubahan iklim berperan dalam satu kejadian, tetapi tren keseluruhannya terbukti. Korbannya, banyak negara rentan.
Foto: Sanjev Gupta/dpa/picture alliance
Apa yang bisa kita lakukan?
Agar tetap bisa memenuhi target Perjanjian Paris, manusia harus segera mengurangi emisi, setidaknya mendekati nol emisi dalam waktu 50 tahun ke depan. Negara yang berisiko perlu membangun sistem peringatan dini dan sistem penanggulangan banjir agar mengurangi dampak bencana iklim, termasuk banjir. Membuat sistem seperti ini bakal jadi fokus utama PBB dalam konferensi iklim selanjutnya.
(mh/ap)
Foto: Branden Camp/AP Photo/picture alliance
5 foto1 | 5
Miliaran dolar dibutuhkan
Perdana menteri negara itu, Shahbaz Sharif, pada Senin (9/1), mendesak komunitas Internasional untuk memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan negaranya untuk mengatasi krisis kemanusiaan.
Berbicara dalam Konferensi Internasional di Jenewa, Swiss, yang diselenggarakan bersama oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Islamabad, Sharif mengatakan negaranya membutuhkan total $ 16,3 miliar (Rp 253,82 triliun) untuk pulih dari bencana, menambahkan bahwa negaranya hanya dapat mencakup setengah dari jumlah itu.
Sharif mengatakan negaranya akan membutuhkan 8 miliar dolar AS (Rp 124,57 triliun) selama tiga tahun ke depan dari negara lain.
Afia Salam, seorang aktivis lingkungan yang berbasis di Karachi, mengatakan bahwa permintaan Pakistan untuk miliaran dolar dalam bantuan iklim adalah permintaan besar.
Tetapi dia tetap yakin dengan kemampuan Islamabad untuk meyakinkan komunitas internasional tentang perlunya bantuan semacam itu, menunjuk pada peran Pakistan di garis depan upaya pada konferensi perubahan iklim tahun lalu (COP27) yang mengarah pada pembentukan dana "kehilangan dan kerusakan" untuk menutupi dampak bencana terkait iklim.
"Kita harus ingat bahwa tim yang sama di COP 27 inilah yang menunjukkan dampak bencana dari peristiwa iklim, melalui kejadian banjir Pakistan di tahun 2022 yang benar-benar mengakibatkan dampak kerugian dan kerusakan nyata," katanya.
"Semoga saja, mereka akan bisa mendapatkan bantuan sesuai dengan jumlah yang mereka tuntut meskipun nantinya bantuan itu diberikan secara bertahap," tambahnya.
Dampak Perubahan Iklim, Dunia Mengalami Krisis Air
Meningkatnya suhu dan gelombang panas yang ekstrem telah membuat negara-negara di seluruh dunia gersang. Bencana kekeringan melanda Cina, AS, Etiopia, hingga Inggris.
Foto: CFOTO/picture alliance
Krisis kelaparan di Tanduk Afrika
Etiopia, Kenya, dan Somalia saat ini mengalami kekeringan terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Kondisi lahan kering menyebabkan masalah ketahanan pangan yang parah di wilayah tersebut, dengan 22 juta orang terancam kelaparan. Lebih dari 1 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana kekeringan, yang diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan.
Foto: Eduardo Soteras/AFP/Getty Images
Sungai Yangtze mengering
Dasar sungai terpanjang ketiga di dunia, Sungai Yangtze, tersingkap karena krisis kekeringan melanda Cina. Permukaan air yang rendah berdampak pada distribusi dan pembangkit listrik tenaga air, dengan produksi listrik dari Bendungan Tiga Ngarai turun 40%. Sebagai upaya membatasi penggunaan listrik, beberapa pusat perbelanjaan mengurangi jam buka dan pabrik melakukan penjatahan listrik.
Foto: Chinatopix/AP/picture alliance
Hujan yang jarang terjadi di Irak
Irak yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan isu penggurunan terus berjuang mengatasi kekeringan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di selatan negara itu pun telah mengering. Bencana kekeringan berkontribusi pada kontraksi ekonomi sekitar 17% dari sektor pertaniannya selama setahun terakhir.
Foto: Ahmad Al-Rubaye/AFP
Pembatasan penggunaan air di Amerika Serikat
Pasokan air Sungai Colorado menyusut setelah curah hujan jauh di bawah rata-rata selama lebih dari dua dekade. Krisis ini diyakini sebagai yang terburuk dalam lebih dari 1.000 tahun. Sungai yang mengalir melalui barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, memasok air bagi jutaan orang dan lahan pertanian. Sejumlah negara bagian diminta untuk mengurangi penggunaan air dari Sungai Colorado.
Foto: John Locher/AP Photo/picture alliance
47% wilayah Eropa terancam kekeringan
Eropa mengalami gelombang panas ekstrem, sedikit hujan, dan kebakaran hutan. Hampir setengah wilayah benua itu saat ini terancam kekeringan, yang menurut para ahli bisa menjadi yang terburuk dalam 500 tahun. Sungai-sungai besar termasuk Rhein, Po, dan Loire telah menyusut. Permukaan air yang rendah berdampak pada transportasi barang dan produksi energi.
Foto: Ronan Houssin/NurPhoto/picture alliance
Dilarang pakai selang di Inggris
Beberapa wilayah di Inggris berada dalam status kekeringan pada pertengahan Agustus. Krisis kekeringan parah sejak 1935 melanda negara itu di bulan Juli. Pihak berwenang mencatat suhu terpanas Inggris pada 19 Juli mencapai 40,2 derajat Celsius. Penggunaan selang air untuk menyiram kebun atau mencuci mobil tidak diperbolehkan lagi selama Agustus di seluruh negeri.
Foto: Vuk Valcic/ZUMA Wire/IMAGO
Masa lalu prasejarah Spanyol terbongkar
Spanyol sangat terdampak oleh krisis kekeringan dan gelombang panas. Kondisi tersebut telah memicu kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 280.000 hektar lahan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Permukaan air yang surut di sebuah bendungan mengungkap lingkaran batu prasejarah yang dijuluki "Stonehenge Spanyol".
Foto: Manu Fernandez/AP Photo/picture alliance
Beradaptasi dengan dunia yang lebih kering
Dari Tokyo hingga Cape Town, banyak negara dan kota di dunia beradaptasi mengatasi kondisi yang semakin kering dan panas. Solusinya tak harus berteknologi tinggi. Di Senegal, para petani membuat kebun melingkar yang memungkinkan akar tumbuh ke dalam, yang bisa menampung air berharga di daerah yang jarang hujan. Di Cile dan Maroko, orang menggunakan jaring yang mampu mengubah kabut jadi air minum.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Berjuang untuk tetap terhidrasi
Setelah Cape Town, Afrika Selatan, nyaris kehabisan air pada tahun 2018, kota ini memperkenalkan sejumlah langkah untuk memerangi kekeringan. Salah satu solusinya adalah menghilangkan spesies invasif seperti pinus dan kayu putih, yang menyerap lebih banyak air dibanding tanaman asli seperti semak fynbos. Pendekatan berbasis alam telah membantu menghemat miliaran liter air. (ha/yf)
Foto: Nic Bothma/epa/dpa/picture alliance
9 foto1 | 9
Rentan terhadap perubahan iklim
Negara di Asia Selatan ini, dengan populasi terbesar kelima di dunia, bertanggung jawab atas kurang dari 1% emisi gas rumah kaca global, tetapi merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang disebabkan oleh pemanasan global.
"Pakistan adalah negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Untuk rehabilitasi, kita tidak bisa menunggu, kita perlu mengatasinya, karena musim cuaca ekstrem lainnya bisa menghantam kita bahkan sebelum kita mulai membangun kembali dan merehabilitasi yang satu ini," kata Rehman.
Salam, sang aktivis lingkungan, menyerukan pendapat yang serupa. "Pakistan selalu berada di kelompok negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Masalah terbesar adalah kurangnya kapasitas penanggulangan dan pembangunan mekanisme respons, dan ke depan, pembuktian iklim negara, baik itu infrastruktur, pertanian, permukiman dan sebagainya," katanya.
Iklan
Upaya bantuan global
Ahamd Rafay Alam, seorang pengacara lingkungan, mengatakan bahwa negara-negara seperti Pakistan tidak memiliki sumber daya ekonomi dan teknologi untuk mengatasi dampak perubahan iklim sendiri.
Itu sebabnya, kata dia, ada kebutuhan besar untuk upaya global. "Ini adalah panggilan kesadaran bagi dunia, kita perlu merancang kebijakan yang tangguh untuk menghadapi kehancuran seperti itu," kata Alam.
Pada hari Senin (09/01), para donor menjanjikan lebih dari $ 8 miliar (Rp 124,57 triliun) untuk membantu Pakistan dengan upaya pemulihan, kata Menteri Informasi Pakistan Marriyum Aurangzeb.
Jerman menjanjikan €84 juta (Rp 1,4 triliun) untuk mendukung Pakistan dengan upaya pemulihannya, sementara UE setuju untuk menyediakan €87 juta (Rp 1,46 triliun) dan Prancis €10 juta (Rp 167,44 miliar).
Sementara itu, Amerika Serikat menawarkan untuk memberikan tambahan $ 100 juta(Rp 1,6 triliun) untuk pemulihan banjir Pakistan, dan Bank Pembangunan Islam menjanjikan $ 4,2 miliar (Rp 65,47 triliun) selama tiga tahun ke depan. yas/yf (DW)