Banyak koruptor usai diperiksa KPK, cengar-cengir, memberi salam jempol. Mengapa pelaku korupsi di Indonesia jadi ‘berkulit badak”? Aris Santoso mengajak kita benahi semangat anti korupsi.
Iklan
Mulai tahun ini, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menerapkan metode lebih keras bagi terduga tindak pidana korupsi, yaitu dengan cara diborgol, usai diperiksa di gedung KPK, setelah sebelumnya hanya rompi oranye. Pesimisme publik langsung muncul, berdasar pertanyaan, seberapa jauh penerapan borgol bakal memberi efek jera.
Pesimisme publik cukup beralasan, karena tindakan korupsi sudah demikian masif, dan dilakukan secara berkelompok. Sebuah tindakan pidana atau kesalahan bila dilakukan secara berkelompok, maka secara alamiah akan mengurangi (bahkan menghilangkan) rasa malu bagi segenap pelakunya
Seperti saat kita masih remaja dulu, ketika suatu saat berbuat kesalahan di sekolah. Bila kita dihukum sendirian, tentu akan terbit rasa malu. Namun bila hukuman dijatuhkan secara berkelompok, semisal satu kelas "dijemur” di halaman sekolah, bagi sebagian siswa hukuman itu seperti dianggap main-main, biasanya ada segelintir siswa yang sempat cengar-cengir.
Mirip dengan yang acapkali kita saksikan di layar kaca, bila koruptor usai diperiksa KPK, mereka juga cengar-cengir, bahkan terkadang memberi salam jempol, mungkin sebagai cara sekadar meredakan rasa malu mereka.
Krisis keteladanan
Salah satu problem melawan perilaku korupsi, adalah soal ketiadaan figur panutan. Bagi generasi milenial, atau biasa disebut Generasi Y (mereka yang lahir mulai 1980-an), model rujukan menjadi penting. Generasi Y ini dikenal kritis, dan akrab dengan media sosial, sehingga opini apa pun yang tidak sesuai dengan aspirasi mereka akan dilempar ke media sosial.
Gerakan melawan korupsi, tanpa model atau panutan konkret, dikhawatirkan hanya akan ramai di media sosial, dan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu. Kiranya beberapa figur berikut bisa dijadikan pertimbangan, meski baru sebatas figur militer.
Tiga figur dimaksud adalah Kolonel Zulkifli Lubis, Mayjen Mung Parhadimulyo dan Mayjen Soerjosoerarso. Mereka adalah perwira yang tetap kuat hidup bersahaja, di tengah gaya hidup hedonis para jenderal di masa Orde Baru. Gaya hidup hedonis yang dulu diperagakan para jenderal kroni Soeharto, masih meninggalkan jejaknya hingga sekarang.
Bila Jakarta hari ini, dipenuhi oleh elite politik dan para pengusaha yang lebih sibuk memamerkan kekayaannya, di akun media sosial mereka, tanpa rasa empati sedikit pun pada nasib rakyat, fenomena itu adalah bagian dari gaya hidup yang sudah dimulai sejumlah jenderal di masa Orde Baru dulu.
Pertama adalah Kolonel Zulkifli Lubis, yanglebih dikenal sebagai sebagai Bapak Intelijen Indonesia. Prinsip Lubis sebagai intelijen sejati juga diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Prinsip hidup dimaksud adalah, bagi orang yang ditugaskan di bidang intelijen, harus berani menjalani hidup seolah"bayangan”. Maksudnya adalah, berani untuk menjauhi hasrat ragawi, seperti harta dan jabatan. Sebagaimana bayangan, yang lepas dari raga.
Nama berikutnya adalah Mayjen Soerjosoerarso. Beliau adalah Komandan Pussenkav (Pusat Kesenjataan Kavaleri) yang pertama, juga Gubernur AMN Magelang yang pertama. Istri beliau juga figur yang sangat terkenal, yaitu Gusti Nurul, puteri dari Istana Mangkunegaran (Solo), yang paras ayunya masyhur ke seantero negeri.
Dengan latar belakang seperti itu, pasangan ini tetap hidup sederhana. Bila sekeluarga hendak berpergian jauh, Gusti Nurul memasak sendiri, sebagai bekal di perjalanan. Nasi dan lauk dikemas dalam rantang, kemudian menepi ketika tiba waktu makan siang, jadi tidap perlu ke restoran. Kebiasaan seperti ini jelas tidak terbayangkan, bakal sanggup dilakukan oleh jenderal Orde Baru yang dikenal hedonis, seperti Herman Sarens Sudiro atau Ibnu Sutowo.
Kemudian Mayjen Mung Parhadimulyo, mantan Komandan RPKAD (kini Kopassus). Dalam soal gaya hidup sederhana dan disiplin (keras), Pak Mung tidak ada tandingannya.
Berapa pun anggaran sisa perjalanan dinas, akan beliau kembalikan pada kesatuan. Bahkan kabarnya sempat mengembalikan beras pembagian dari markas, karena beratnya dianggap berlebih. Adakah sekarang figur seperti ini?
Daftar Tangkapan Kakap KPK
Sekali berada dalam jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi, nyaris tidak ada yang berhasil membebaskan diri. Reputasi lembaga antirasuah itu cukup mentereng. Berikut daftar pejabat negara yang dibui berkat kerja KPK
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
Djoko Susilo
Kasus bekas kepala korps lalu lintas Polri ini banyak dikutip setelah calon Kapolri Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Serupa dengan Gunawan, Irjen Pol. Djoko Susilo yang terjerembab lantaran kasus korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi itu sempat melawan KPK yang kemudian memicu perang Cicak versus Buaya jilid pertama. Djoko Susilo divonis hukuman penjara selama 18 tahun
Foto: picture-alliance/dpa/Mast Irham
Anas Urbaningrum
Penangkapan terhadap Anas antara lain berhasil berkat "nyanyian" Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat. Pria yang kala itu masih menjabat Ketua Umum Partai tersebut kemudian divonis delapan tahun penjara oleh pengadilan. Tapi ia bukan petinggi Demokrat terakhir yang dijerat oleh KPK terkait kasus Hambalang.
Foto: picture-alliance/dpa
Ratu Atut Chosiyah
Ratu asal Banten ini sedang menancapkan kekuasaannya yang menggurita di provinsi Banten ketika KPK mengubah statusnya menjadi tersangka. Sang gubernur terjungkal kasus pengadaan alat kesehatan dan dugaan suap terkait penanganan sengketa pilkada Lebak, Banten. Ratu Atut dovinis empat tahun penjara.
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
Suryadharma Ali
Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Penetapan tersebut diumumkan di tengah sengitnya masa kampanye jelang Pemilihan Umum Kepresidenan 2014. Hingga kini kasus yang menjerat bekas menteri agama itu masih diproses KPK.
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
Andi Malarangeng
Andi Malarangeng dan Anas sejatinya adalah dua bintang politik Indonesia yang tengah meroket. Namun tragisnya kedua sosok muda itu terjerembab oleh kasus yang sama. Berbeda dengan Anas, Andi pergi dengan diam setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, sebelum kemudian divonis empat tahun penjara oleh pengadilan Tipikor.
Foto: STR/AFP/Getty Images
Jero Wacik
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik ditetapkan sebagai tersangka, September 2014 karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan proyek di Kementerian ESDM pada 2011-2013. Sejauh ini belum ada kejelasan mengenai kelanjutan kasus yang melibatkan Jero.
Foto: ROMEO GACAD/AFP/GettyImages
Burhanuddin Abdullah
Bekas Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah dinyatakan bersalah karena menggunakan dana milik Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) senilai Rp 100 miliar untuk bantuan hukum lima mantan pejabat BI, penyelesaian kasus BLBI, dan amandemen UU BI. Kendati tidak terbukti mencoba memperkaya diri sendiri, Abdullah divonis lima tahun penjara
Foto: Getty Images/Adek Berry
Miranda S. Goeltom
Perempuan ambisius yang sudah malang melintang di Bank Indonesia ini resmi menjadi tersangka pada Januari 2012. Ia tersandung kasus suap cek pelawat buat anggota DPR. Duit tersebut dikucurkan selama berlangsungnya pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Periode 2004. Miranda kemudian divonis menginap tiga tahun di balik jeruji besi.
Foto: Getty Images/Adek Berry
Akil Mochtar
Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, tertangkap tangan di rumah dinasnya saat seorang pengusaha dan anggota DPR sedang menyerahkan duit sekitar Rp 3 milyar. Dana tersebut terbukti adalah uang suap dalam sengketa hasil Pilkada di kabupaten Gunung Mas, Kalimantan. Akil adalah satu-satunya tangkapan KPK yang mendapat vonis hukum seumur hidup dari Tipikor.
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Teladan ekstrem: Hoegeng
Di lingkungan Polri ada nama Jenderal Hoegeng, Kapolri era 1970-an, sebagai tokoh legendaris dalam gerakan melawan korupsi. Hoegeng dikenal sangat keras menolak bingkisan dari mitra, yang sekarang diistilahkan sebagai gratifikasi.
Bila memakai ukuran sekarang, bisa jadi apa yang dilakukan Hoegeng (menolak gratifikasi) jelas sulit dijalankan. Dalam situasi serba konsumtif seperti sekarang, gratifikasi justru diharapkan, bukankah tidak baik menolak rezeki, seperti kata orang-orang tua dahulu.
Justru gratifikasi adalah salah satu sumber pemasukan pejabat, selain fee proyek. Bila diukur dengan situasi sekarang, orang yang berperilaku seperti Hoegeng bisa dianggap "setengah dewa”. Maksudnya, akan sulit ditiru manusia normal seperti kita-kita ini.
Sesuatu yang ironis terjadi, perwira-perwira yang berani hidup sederhana dan idealis, biasanya justru terpinggirkan posisinya, seperti nama-nama tersebut di atas. Itu sebabnya gagasan Presiden Jokowi tentang revolusi mental menjadi relevan, bagaimana membentuk manusia Indonesia untuk berani hidup sederhana.
'Ngerinya' Hukuman Bagi Pelaku Korupsi di Negara Lain
Berbagai macam hukuman dijatuhkan bagi para pelaku korupsi di berbagai penjuru dunia. Tak sedikit yang membuat ciut nyali. Simak daftarnya.
Foto: picture-alliance/K. Ohlenschläger
Hukuman Mati di Cina
Cina dikenal sebagai salah satu negara yang paling keras dalam menindak pelaku korupsi. Mereka yang terbukti merugikan negara lebih dari 100.000 yuan atau setara 215 juta rupiah akan dihukum mati. Salah satunya Liu Zhijun, mantan Menteri Perkeretaapian China ini terbukti korupsi dan dihukum mati. Vonis ini marak diberlakukan semenjak Xi Jinping menjabat sebagai presiden negeri tirai bambu tersebut
Foto: Reuters/M. Schiefelbein
Hukum Gantung di Malaysia
Sejak tahun 1961, Malaysia sudah mempunyai undang-undang anti korupsi bernama Prevention of Corruption Act. Kemudian pada tahun 1982 Badan Pencegah Rasuah (BPR) dibentuk untuk menjalankan fungsi tersebut. Pada 1997 Malaysia akhirnya memberlakukan undang-undang Anti Corruption Act yang akan menjatuhi hukuman gantung bagi pelaku korupsi.
Foto: Imago/imagebroker
Bunuh Diri di Jepang
Jepang tidak mempunyai undang-undang khusus mengenai korupsi. Di sini pelaku korupsi akan diganjar hukuman maksimal 7 tahun penjara. Namun karena budaya malu di negeri matahari terbit ini masih sangat kuat, korupsi bak aib besar bagi seorang pejabat negara. Tahun 2007 silam Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Toshikatsu Matsuoka melenyapkan nyawa sendiri di tengah skandal korupsi.
Foto: AP
Jerman Minta Balik Dana Korupsi
Korupsi juga terjadi di negara-negara maju di Eropa, salah satunya Jerman. Negeri di jantung Eropa ini sebetulnya sudah memiliki sistem transparansi keuangan yang baik. Namun, jika seseorang terbukti korupsi ia wajib mengembalikan seluruh uang yang dikorupsi dan mendekam rata-rata lima tahun di penjara.
Foto: Getty Images/M. MacMatzen
Dikucilkan di Korea Selatan
Di negeri ginseng ini para pelaku korupsi akan mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarganya sendiri. Salah satu contohnya mantan presiden Korea Selatan, Roh Moo Hyun. Karena dikucilkan oleh keluarganya dan tak kuat menahan rasa malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, ia memilih bunuh diri dengan lompat dari tebing.
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Jin-man
Denda Raksasa di Amerika
Amerika tidak menerapkan hukuman mati bagi para pelaku koruptor di negaranya karena alasan hak asasi manusia. Biasanya para pelaku koruptor akan divonis 5 tahun penjara plus membayar denda sebesar 2 juta dollar. Adapun mereka yang masuk kedalam kategori kasus korupsi berat, terancam hukuman kurung maksimal 20 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/O. Kose
Hukuman Ringan Ditambah Remisi di indonesia
Indonesia diketahui terus berbenah dalam memerangi tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. Di Indonesia pelaku korupsi divonis maksimal 20 tahun penjara, namun terkadang itu juga tidak diterapkan sampai akhir. Nantinya mereka akan mendapatkan remisi. Tak sedikit juga yang divonis dengan hanya tiga atau empat tahun penjara. (rap/rzn)
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Momentum BPIP
Korupsi seolah seperti candu, terlebih bila tidak kepergok atasan atau pihak berwajib. Bila sudah pernah merasakan nikmatnya dan mudahnya melakukan manipulasi finansial, seseorang akan terdorong untuk melakukan kembali. Gaya hidup hedonis masyarakat kita turut memicu maraknya tindak korupsi.
Dalam mengatur perilaku korupsi, selain KPK, sebenarnya lembaga negara seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bisa diberi ruang. Wewenang KPK ada pada penindakan, sementara BPIP mengatur kode etik perilaku, mencegah warga agar tidak melakukan korupsi.
Sebagai lembaga yang diberi wewenang mengelola dan menyebarkan nilai-nilai Pancasila, tentu pimpinan BPIP sudah paham, bahwa masalah terbesar bangsa ini adalah korupsi, sebuah bentuk pengkhianatan terhadap asas Pancasila. Namun alih-alih segera menyiapkan kode etik perilaku anti-korupsi, BPIP justru lebih sibuk dengan nominal kompensasi bagi unsur pimpinannya, yang sama sekali tidak ada korelasinya dengan tugas pokok BPIP.
Demikian pula yang terjadi pada awal Januari lalu, ketika BPIP bersepakat dengan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi), dalam upaya sosialisai nilai-nilai Pancasila di penjuru Tanah Air. Sebagai tindak lanjutnya, BPIP berencana memberikan kursus tentang nilai-nilai Pancasila, untuk tahap pertama kepada anggota dewan di 100 kabupaten.
Ketika melakukan MOU dengan asosiasi anggota dewan, mungkin orang akan bertanya-tanya, apakah BPIP sedang mengalami misleading. Mengapa tidak memprioritaskan komunitas atau asosiasi guru TK/SD, sebagai mitra dalam diseminasi nilai-nilai Pancasila.
Semua orang juga tahu, anggota dewan, baik yang di pusat maupun di daerah, adalah sumber masalah dalam isu korupsi, mengapa justru didekati BPIP. Bukankah mental mereka sudah rusak parah, kiasan yang paling tepat bagi mereka adalah "kulit badak”, lalu adakah yang masih bisa diharapkan dari anggota dewan?
Bandingkan dengan anak-anak kita yang masih usia TK atau SD, mereka adalah generasi harapan masa depan bangsa. Mereka masih hijau, belum kenal istilah manipulasi, fee, tipu-tipu, dan seterusnya. Kiranya BPIP bisa lebih selektif dalam memilih mitra. Bila tidak, nasibnya akan seperti beberapa lembaga yang lain, yang kurang jelas manfaatnya, hingga akhirnya secara perlahan dilupakan masyarakat.
Penulis:
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Silakan menulis pendapat Anda di kolom komentar yang tersedia di bawah ini.
Peringkat Korupsi Negara Anggota ASEAN
Indonesia bukan yang terkorup di Asia Tenggara. Tapi pemerintah di Jakarta tertinggal jauh dibandingkan negeri jiran dalam urusan memberantas praktik korupsi di tingkat pejabat tinggi.
Foto: Reuters
Singapura - Peringkat 7 dari 175 Negara
Negeri singa laut ini sejak lama dikenal minim korupsi. Dari tahun ke tahun Singapura nyaris tak pernah absen dari daftar 10 besar negara terbersih di dunia. Namun begitu beberapa sektor tetap dianggap rawan korupsi, antara lain media, industri dan partai politik.
Foto: AFP/Getty Images
Malaysia - 50 dari 175
Praktik korupsi di Malaysia didorong oleh sistem pemerintahan. Sumbangan buat partai politik misalnya, baik dari perusahaan maupun individu, tidak dibatasi dan partai tidak diwajibkan melaporkan neraca keuangannya secara terbuka. Kendati bergitu sejak 2013 Malaysia naik tiga peringkat dalam Indeks Persepsi Korupsi milik Transparency International.
Foto: Reuters/O. Harris
Thailand - 85 dari 175
Pertalian erat antara politik dan bisnis dinilai menjadi sumber terbesar praktik korupsi di Thailand. Tidak jarang posisi puncak di kementrian diambilalih oleh pengusaha yang bergerak di bidang yang sama. Thailand juga termasuk negara yang paling sedikit menjebloskan koruptor ke penjara.
Foto: Nicolas Asfouri/AFP/Getty Images
Filipina - 85 dari 175
Pemerintah negeri kepulauan di tepi laut Cina Selatan ini telah berbuat banyak buat mencegah praktik korupsi. Hasilnya posisi Filipina melejit dari peringkat 94 tahun 2013 lalu ke posisi 85 di tahun 2014. Pencapaian tersebut tergolong apik, mengingat tahun 2011 Filipina masih bercokol di peringkat 129 dari 175 negara.
Foto: picture-alliance/dpa
Indonesia - 107 dari 175
Indonesia berada di peringkat 114 tahun 2013 silam. Dibandingkan negeri jiran yang lain seperti Filipina, pemerintah di Jakarta masih tergolong lambat memberantas praktik korupsi di tingkat pejabat tinggi negara. Sejak awal berdirinya 2004 silam, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tercatat cuma mampu menangani sekitar 660 kasus dugaan korupsi, yang membuahkan 322 tuntutan di pengadilan.
Foto: R. Isabell Duerr
Vietnam - 119 dari 175
Negara komunis Vietnam adalah satu dari sedikit negara ASEAN yang tertinggal di bidang penanganan korupsi. Uniknya sebagian besar kasus dugaan korupsi di Vietnam terjadi di sektor swasta. Baru-baru ini empat pejabat perusahaan kereta api negara dipecat lantaran terlibat dalam kasus suap senilai 758.000 US Dollar. Maraknya korupsi menjadi alasan rendahnya keterlibatan investor asing di Vietnam.
Foto: DW/R. Ebbighausen
Laos - 145 dari 175
Laos tidak cuma tertinggal, malah merosot dari peringkat 140 di tahun 2013 ke posisi 145 tahun lalu. Pemerintah Laos berupaya menghadang gelombang korupsi dengan mendirikan lembaga anti rasuah 2011 silam. Namun hingga kini belum tercatat adanya kasus korupsi besar yang masuk ke pengadilan.
Foto: Global Witness
Kamboja - 156 dari 175
Sejak 2010 pemerintah Kamboja memiliki Undang-undang Anti Korupsi. Tapi perangkat hukum tersebut dinilai tidak melindungi individu yang melaporkan kasus korupsi. Pelapor bisa dihukum penjara jika tudingannya tidak terbukti. Selain itu Kamboja juga mencatat jenis korupsi paling barbarik, yakni menyuap aparat negara untuk melakukan penculikan dalam bisnis perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Myanmar - 156 dari 175
Negara yang dikenal dengan nama Burma ini memperbaiki posisi satu peringkat dari 157 ke 156 dalam Indeks Persepsi Korupsi 2014. Berada di bawah kekuasaan militer yang korup selama berpuluh tahun, Myanmar yang kini berada di bawah pemerintahan sipil masih kesulitan menanggulangi maraknya korupsi. Sebanyak 60% perusahaan, baik lokal maupun internasional, mengaku harus menyuap buat mendapatkan izin.