Perubahan lingkungan termasuk pemanasan global mengancam seluruh ekosistem. Konferensi „Eco Islam“ DW menekankan perlunya menggunakan pesan agama untuk menjaga lingkungan. Shamil Shams melaporkan dari Karachi.
Iklan
Di sebagian besar negara-negara Islam, wacana perubahan iklim terkadang dianggap sebagai konsep Barat. Pandangan serupa tak jauh berbeda di Pakistan, negara berpenduduk sekitar 220 juta orang. Perubahan iklim seolah dianggap bukan topik diskusi publik, sebagaimana terbukti oleh fakta bahwa hanya beberapa ribu orang yang mau ikut berpartisipasi dalam pawai "Fridays for Future" pada bulan September. Kebanyakan warga, terkadang tidak memperhatikan degradasi lingkungan atau hanya menganggapnya sebagai agenda kelas elite yang digerakkan oleh LSM.
Para aktivis mengatakan bahwa kurangnya pendidikan di negara-negara seperti Pakistan membuat mereka semakin sulit untuk berkampanye untuk perlindungan lingkungan.
Jadi apa yang dapat dilakukan untuk menciptakan kesadaran atas masalah global serius yang mengancam seluruh ekosistem dan keberadaan manusia ini?
Para pembicara di Konferensi "Eco Islam" DW menekankan perlunya untuk terlibat dengan komunitas lokal dan berbicara dengan mereka dalam bahasa lokal tentang upaya kelestarian lingkungan. Karena agama kerap memainkan peran besar dalam kehidupan orang, maka menggunakan narasi agama yang mendukung agenda ramah lingkungan diyakini dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan lingkungan dan melawan perubahan iklim.
Setelah konferensi DW Eco Islam pertama di Jakarta, Indonesia, bulan lalu, DW menggelar konferensi serupa atau yang kedua di Karachi, Pakistan, pada hari Sabtu (23/11). Tujuan konferensi ini adalah untuk menyoroti pesan-pesan ramah lingkungan dalam agama dan mendorong para pemuka agama dalam menyebarkan dan mengkampanyekan upaya melawan kerusakan lingkungan. T2F, sebuah organisasi non-pemerintah yang bermarkas di Karachi, berkolaborasi dengan DW untuk perhelatan internasional ini.
Konferensi "Eco-Islam" di Karachi: Bersama Berbagi Gagasan Perlindungan Lingkungan
Setelah Jakarta, giliran Karachi, Pakistan. yang disambangi DW untuk perhelatan konferensi "Eco-Islam". Para pemuka agama mengembangkan ide-ide segar bagaimana umat beragama mampu menjaga kelestarian alam.
Foto: DW
Kehadiran Media di konferensi “Eco Islam“
Di Karachi, konferensi “Eco-Islam“ yang diselenggarakan di bawah slogan "Mengasihi Manusia – Mengasihi Alam" berada di bawah proyek DW Mukalama. Seminar ini bekerja sama dengan organisasi lokal T2F dan PeaceNiche. Para ilmuwan, cendekiawan agama dan aktivis bertukar pandangan dan pengalaman dengan para peserta. Perwakilan media lokal juga hadir untuk meliput acara ini.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Peter Limbourg, Direktur Jenderal DW
Direktur Jenderal DW Peter Limbourg menyambut para peserta konferensi dan menekankan bahwa DW ingin membantu orang-orang dari latar budaya, agama dan negara yang berbeda untuk terlibat dalam dialog dan untuk bertukar pandangan tentang isu-isu perdamaian dan lingkungan.
Foto: DW
Debarati Guha, Direktur DW Asia
Direktur Departemen Asia DW Debarati Guha mengatakan tidak hanya Pakistan yang menghadapi masalah lingkungan tetapi juga negara-negara lain di kawasan itu. Dia menekankan pentingnya perlindungan lingkungan dilakukan berbagai pihak. Konferensi "Eco Islam" ketiga DW akan berlangsung di Dhaka Bangladesh, demikina diumumkan Debarati Guha.
Foto: DW
Murtaza Wahab (tengah), Penasihat Lingkungan untuk Kepala Menteri Provinsi Sindh dan Saeed Ghani (kanan), Menteri Informasi Provinsi Sindh
Menteri Informasi Provinsi Sindh, Saeed Ghani (kanan di gambar) dan Penasihat Kepala Menteri Provinsi untuk lingkungan di provinsi yang sama, Murtaza Wahab (tengah) juga diundang ke konferensi. Peserta konferensi menanyakan program pemerintah untuk menyelesaikan masalah air, limbah, dan lingkungan di Karachi. Mereka mengakui bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan.
Foto: DW
Tofiq Pasha Mooraj, pakar lingkungan
Ahli lingkungan, Tofiq Pasha Mooraj menjelaskan masalah pasokan air di kota-kota Pakistan dan masalah pengelolaan air. Menurutnya jutaan liter air terbuang sia-sia setiap hari, meski air semakin hari semakin sedikit. Dia memperingatkan hari ketika "orang-orang kehabisan air".
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Mohsin Naqvi, Cendikia muslim
Akademisi Dr. Mohsin Naqvi mengutip pernyataan dari Al-Qur'an yang menyatakan bahwa muslim yang taat tidak boleh melukai diri mereka sendiri maupun terhadap lingkungan.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Muhammad Akmal, perwakilan Universitas Agrikultur Khyber Pashtunkhwa
Muhammad Akmal dari Universitas Khyber Pashtunkhwa, Pakistan berbicara tentang perubahan iklim di negaranya. Dia mengutip angka-angka dan penelitian yang menunjukkan bahwa musim panas dan musim dingin di Pakistan jadi semakin ekstrem setiap tahunnya.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Waqal Yousuf Azeemi, Editor Roohani Digest
Waqal Yousuf Azeemi, penerbit Roohani Digest menyebut bumi sebagai seorang ibu. Menurutnya, setiap agama meminta umat untuk menghormati ibu mereka.
Foto: DW
Ahmad Shabbar, pengusaha pengelolaan sampah
Ahmad Shabbar, pengusaha pengelolaan sampah, berbicara tentang masalah sampah kota di ‘megacity’. Dia menyerukan pengelolaan limbah yang lebih baik dan arti pentingnya dalam lebih banyak melakukan aksi daur ulang. Menurutnya, ada banyak cara untuk mengelola sampah secara ekologis dan ekonomis yang lebih baik daripada yang sudah dikerjakan sekarang.
Foto: DW
Afia Salam, jurnalis dan penasihat untuk Forum Nasional untuk Lingkungan dan Kesehatan Pakistan
Afia Salam, seorang jurnalis dan penasihat Forum Nasional Lingkungan dan Kesehatan di Pakistan, mendesak semua orang untuk tidak memperlakukan Bumi sebagai milik mereka sendiri, tetapi untuk melihat dan melindunginya sebagai warisan bagi generasi mendatang.
Foto: DW
Raj Kumar, aktivis sosial
Raj Kumar, aktivis perdamaian dan sosial, menjelaskan bagaimana pengelolaan air yang lebih baik dapat mengubah kehidupan di daerah-daerah terpencil. Dia memberi contoh kota asalnya, Tharparkar, di mana ia bekerja untuk membangun kesadaran warga akan apa yang dapat mereka lakukan sendiri untuk menyelesaikan masalah lingkungan.
Foto: DW
Peter Jacob, pekerja profesional hak asasi manusia
Peter Jacob, aktivis HAM berbicara tentang bagaimana agama Kristen dan agama lain berbagi ajaran yang berhubungan dengan perdamaian yang sama dan bahwa semua agama mengajarkan untuk tidak melukai orang dan tidak merusak lingkungan.
Foto: DW
Prof. Saeed Ahmad, penerjemah puisi Sufi Punjabi
Saeed Ahmad, penerjemah puisi Sufi Punjabi, menyajikan contoh-contoh puisi Sufi yang membahas topik-topik tentang lingkungan.
Foto: DW
Dr. Ammar Khan Nasir, akademisi
Ammar Khan Nasir, seorang akademisi menyerukan lebih banyak kontak antara Timur dan Barat untuk mengelola masalah lingkungan bersama secara lebih baik.
Foto: DW
Aprida Sondang, Wahid Foundation
Aprida Sondang dari Wahid Foundation Indonesia menyajikan hasil laporan konferensi “Eco Islam” sebelumnya di Jakarta dan bagaimana kontribusinya untuk meningkatkan kesadaran warga tentang pentingnya topik ini.
Foto: DW
Muhammad Mustafa, pengasuh Pondok pesantren Annuqayah
Muhammad Mustafa, seorang pengasuh pondok pesantren di Madura melaporkan tentang proyek-proyek lokal di mana perempuan setempat bekerja meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan lingkungan, termasuk pengembangan tanaman herbal lokal. (Ed: Ahmad Wali Achakzai /ap/rzn)
Foto: DW
16 foto1 | 16
Membangun jembatan
Di konferensi Eco Islam, Direktur Jenderal DW, Peter Limbourg mengatakan sudah waktunya untuk membawa agama ke dalam diskusi perubahan iklim. "Para pemimpin agama memiliki jangkauan yang luas kepada orang-orang biasa. Kadang-kadang bahkan pemerintah dan media tidak dapat mempengaruhi mereka seperti itu. Penting juga untuk mengingatkan orang bahwa perlindungan lingkunganselalu ditekankan oleh agama mereka," kata Limbourg.
"Kami, sebagai organisasi media, dapat menawarkan banyak hal. Kami dapat memulai dialog. Tetapi kami tidak ingin mengajari orang-orang apa yang harus dilakukan; kami hanya bisa mengedepankan ide yang dapat melindungi lingkungan mereka," tambah direktur jenderal DW tersebut.
Moshin Naqvi, seorang akademisi berpendapat bahwa kitab suci dapat menginspirasi orang untuk menjadi lebih ramah lingkungan.
"Jika kita melihat ajaran Islam, kita menemukan banyak contoh perlindungan lingkungan. Misalnya, Nabi Muhammad menginstruksikan umat Islam untuk menjaga manusia, hewan, dan bahkan pohon lainnya. Manusia tidak diperbolehkan merusak ekosistem," jelas Naqvi.
"Inisiatif DW menyediakan platform bagi orang-orang dari agama yang berbeda untuk membahas masalah perubahan iklim. Tetapi kita perlu menjangkau massa. Dialog-dialog ini biasanya menargetkan kelas yang berpendidikan;namun kita perlu berkomunikasi dengan semua lapisan masyarakat," tambah Naqvi.
Memburuknya efek perubahan iklim
Pakistan menghadapi sejumlah tantangan karena degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Pemanasan global telah menghasilkan musim panas yang lebih panjang dan kelangkaan air di negara di Asia Selatan itu. Situasi ini bahkan disebut-sebut sebagai ancaman lebih besar daripada terorisme.
Urbanisasi yang luas dan penebangan pohon telah meningkatkan polusi udara dalam beberapa dekade terakhir. Pada hari Jumat (22/11), Amnesty International memperingatkan bahwa puluhan ribu penduduk kota Lahore berisiko terkena penyakit pernapasan karena kualitas udara yang buruk. AI menganggap pemerintah Pakistan yang tidak cukup tanggap dalam merespon masalah kabut asap.
Murtaza Wahab, penasihat lingkungan untuk kepala menteri provinsi Sindh, mengakui bahwa perubahan iklim belum ditangani dengan baik di negaranya. "Ini adalah sektor yang diabaikan di Pakistan. Tetapi sekarang kami sedang menangani masalah ini dengan serius. Baru-baru ini, kami menyetujui kebijakan perubahan iklim yang bertujuan meningkatkan kemitraan publik-swasta untuk melindungi lingkungan. Kami juga telah melarang penggunaan plastik," kata Wahab.
Namun, ahli lingkungan Pakistan Tofiq Pasha Mooraj menuding pihak berwenang Pakistan "tidak punya waktu untuk mengatasi perubahan iklim."
"Tetapi saya harus menambahkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, pihak berwenang dipaksa untuk memberikan sedikit lebih banyak perhatian pada masalah iklim karena aktivitas mereka menjadi lebih terlihat dan mempengaruhi kehidupan masyarakat," kata Mooraj.
Aktivis lingkungan itu juga mengatakan bahwa orang tidak harus selalu menunggu langkah pemerintah untuk memperbaiki masalah mereka. "Pakistan adalah negara berpenduduk 220 juta orang. Jika setiap orang menghemat setetes air setiap hari, kita mungkin dapat menghemat 220 juta tetes air setiap hari," tandasnya.