Jutaan penduduk ibu kota Seoul berbondong-bondong pindah ke kota lain demi kualitas hidup yang lebih baik. Fenomena ini antara lain digerakkan digitalisasi dunia kerja yang mengosongkan pusat-pusat perkantoran.
Iklan
Eksodus massal penduduk Seoul antara lain disebabkan oleh lonjakan harga properti dan daya pikat lingkungan asri di kota kecil bagi keluarga dengan anak-anak.
Data statistik yang dirilis pemerintah Korea Selatan, Senin (13/06) lalu, menunjukkan 9,49 juta penduduk hidup di kawasan metropolitan Seoul pada 2022, turun dari sekitar 10,97 juta menurut sensus penduduk tahun 1992.
Anjloknya jumlah penduduk ibu kota sudah melampaui batas 10 juta sejak 2016 silam. Menurut laporan Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan, jumlah penduduk di Seoul diprediksi berkisar hanya 7,2 juta orang pada 2050.
Fenomena itu tidak hanya menguras tenaga kerja handal di Seoul, tetapi juga dikhawatirkan bisa mempengaruhi pamor ibu kota Korea Selatan yang berusaha memikat tenaga kerja berkualitas dari Hong Kong dan Cina.
Sejak lama, ibu kota Korea Selatan berambisi menyaingi Tokyo atau Singapura sebagai pusat bisnis teknologi dan keuangan di Asia.
Iklan
Tersulut panasnya pasar properti
Kim Hyun-jung termasuk yang mengikuti gelombang eksodus warga Seoul ke luar kota. Melalui kepindahannya itu, dia menukar kepadatan di ibu kota dengan lahan hijau terbuka di Provinsi Gangwon, sekitar 2,5 jam berkendara dari Seoul.
"Alasan utama kenapa orang pindah adalah harga rumah,” katanya kepada DW. "Harga kini meningkat cepat dan tidak lagi bisa dijangkau banyak orang di Seoul,” imbuhnya.
Pada Mei 2017, harga rata-rata rumah keluarga di wilayah metropolitan Seoul masih berkisar 341 juta won atau Rp3,7 miliar. Memasuki Maret 2022 lalu, angkanya melejit menjadi rata-rata Rp7,1 miliar.
Lonjakan harga properti ikut berimbas pada pasar sewa. Karena menurut sistem penyewaan rumah di Korea Selatan yang disebut "jeonse,” penyewa tidak membayar sewa bulanan, melainkan membayar uang jaminan senilai hingga 80% dari nilai harga rumah.
Di dalam sistem ini, pemilik properti memetik keuntungan bulanan dari bunga deposito bank, sampai uangnya dikembalikan setelah berakhirnya masa sewa.
Model Senior Korea - Keren, Meyakinkan dan Istimewa
Apa harus ganteng atau cantik? Bagaimana postur tubuh yang tepat? Lebih menarik lagi, berapa usia ideal seseorang. Di Korea Selatan, kaum senior juga bisa jadi model, dan melangkah di atas catwalk. Bahkan ada sekolahnya.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
Tampil meyakinkan
Model senior asal Korea Selatan, Kim Chil-doo (kiri) berbicara dengan model lain saat latihan di Seoul. Kim yang berusia 65 tahun, bangga dengan jenggot dan rambut panjangnya yang lebat. Ia berpose dengan menyakinkan ketika melangkah di atas catwalk di antara model-model muda yang tampak kurus kering.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
Tak peduli usia
Kim Chil-doo ketika mempersiapkan diri untuk sebuah pengambilan foto untuk iklan. Korea Selatan termasuk negara yang populasi lansianya cukup besar. Seperti Kim, banyak warga lansia Korea Selatan mencoba memulai karir yang tidak biasa.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
Didandani pakar kosmetika
Kim Chil-doo sedang didandani, ketika mempersiapkan diri untuk syuting iklan. Kim bukan satu-satunya warga senior Korea Selatan yang menuntut ilmu di sekolah "modeling". Ada juga yang menjadi bintang di YouTube atau menjadi guru bahasa Korea bagi para penggemar K-pop di luar negeri.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
Bergaya di depan kamera
Hingga 2050, OECD memperkirakan, jumlah warga usia lanjut di Korea Selatan akan jauh lebih banyak lagi. Diprediksi juga, negara itu akan menjadi negara maju ketiga dengan penduduk paling tua di dunia, setelah Jepang dan Spanyol.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
Menyasar konsumen kelompok usia lanjut
Foto profil Kim Chil-doo tergantung di balik kaca pada kantor agen model di Seoul. Lim Sung-min, yang mewakili Kim mengatakan, kantor agen miliknya berusaha meningkatkan jumlah model senior, dengan tujuan menyasar konsumen dari kelompok usia itu. Lansia Korea Selatan banyak yang hidup kesepian. Tetapi mereka juga jadi kelompok masyarakat yang kerap punya daya beli kuat.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
"Bersekolah" kembali
Sejumlah warga berusia menengah menimba pendidikan di sekolah model di Seoul. Pada sore hari, belasan orang, terutama berusia antara akhir 50-an dan 60-an, bertemu di sebuah lokasi pusat kegiatan masyarakat di Seoul, di mana mereka tiap pekan ikut latihan berjalan di atas catwalk, berharap bisa jadi model tenar juga seperti Kim Chil-doo.
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
Impian masa kecil bagi sebagian orang
Bagi You Sung-lae, 59, yang ikut pelajaran untuk jadi model, ini adalah impian masa kecilnya. "Belajar modeling membuat saya merasa menghidupkan kembali masa muda saya, yang tidak bisa saya nikmati karena saya menikah dini dan langsung memiliki anak," kata You. Kim Chil-doo dengan rambut dan janggut panjangnya sekarang jadi bintang iklan dan majalah fesyen. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/K. Kong-Ji
7 foto1 | 7
Tren urban dan kota satelit
Dan Pinkston, seorang guru besar di Universitas Troy, Seoul, mengakui adanya tren kepindahan penduduk. Menurutnya fenomena ini turut digerakkan oleh derasnya pembangunan oleh pemerintah.
"Pemerintah berinvestasi banyak untuk membangun infrastruktur transportasi, terutama menambah jalur kereta cepat dari kota-kota satelit supaya penduduk yang tinggal di kejauhan bisa berpergian ke pusat kota dengan lebih mudah,” kata dia.
"Kebanyakan menyukai kota-kota baru ini karena dilengkapi fasilitas baru, sekolah dan rumah sakit modern, serta kualitas hidup yang lebih baik, tapi masih bisa bekerja di Seoul.”
Studi yang dibuat ECA Internatonal, sebuah perusahaan konsultan mobilitas dan transportasi, menemukan Seoul sebagai kota kesepuluh paling mahal di dunia untuk kaum ekspatriat. Adapun Hong Kong masih berdiri di urutan teratas, diikuti Tokyo, Shanghai dan Guanghzhou di Cina.
Dampaknya, tidak sedikit perusahaan Korea yang mengaku kesulitan merekrut tenaga kerja berkualitas, terutama untuk bidang sains, teknologi, dan mesin.
Kota-kota Termahal Dunia
Paris, Hongkong dan Singapura adalah kota-kota termahal dunia. Beberapa kota di AS juga masuk dalam peringkat sepuluh besar "Economist Intelligence Unit".
Foto: Getty Images/Bloomberg/C. Morin
1: Paris, Hongkong, Singapura
Paris bersama Hongkong dan Singapura menduduki tempat teratas dalam peringkat kota-kota termahal dunia versi "Economist Intelligence Unit", sebuah divisi dari Economist Gruppe, yang juga mengeluarkan majalan ekonomi "Economist".
Foto: Getty Images/Bloomberg/C. Morin
Hong Kong
Tim survei menganalisa 133 kota dunia dengan menggunakan lebih dari 150 indikator. Misalnya harga makanan, sewa rumah, biaya transportasi umum, harga pakaian, termasuk perkembangan harga-harga. Hong Kong masuk peringkat 1, karena harga-harga barang tahun lalu naik drastis.
Foto: Getty Images/AFP/P. Lopez
Singapura
Banyak pengunjung menggunakan kota ini sebagai tempat transit, sebelum melakukan perjalanan selanjutnya di kawasan Asia. Singapura sejak bertahun-tahun ada di peringkat atas kota-kota termahal dunia, dan menjadi salah satu tempat belanja populer kelompok kalangan atas Asia.
Foto: Imago/robertharding/F. Hall
4: Zurich
Tahun sebelumnya, Zurich di Swiss masih menempati peringkat kedua, sekarang turun ke peringkat 4. Menurut para peneliti, yang mahal di Swiss adalah biaya rekreasi. Sebotol kecil bir di sini harganya lebih dari 3 dolar AS, padahal 10 tahun lalu masih di bawah 1,70 dolar.
Foto: Imago/Travel-Stock-Image
5: Osaka dan Jenewa
Kota Osaka di Jepang (dalam gambar) bersama-sama dengan Jenewa di Swiss menduduki peringkat lima. Osaka tahun sebelumnya masih berada di peringkat 11. Terutama harga bahan makanan menunjukkan kenaikan pesat. Di Jenewa, 1 kg roti harganya di atas 6 dolar AS.
Foto: Imago/robertharding/N. Cuvelier
7: New York, Kopenhagen dan Seoul
Peringkat tujuh ditempati tiga kota: New York (dalam gambar), Kopenhagen dan Seoul. Kopenhagen masuk 10 besar kota termahal dunia karena tingginya transportasi dan rekreasi. New York juga naik empat tempat dalam peringkat ini, alasannya: nilai tukar dolar yang makin kuat, sehingga harga-harga jadi lebih mahal bagi pendatang.
Foto: Reuters/A. Kelly
10: Tel Aviv dan Los Angeles
Tel Aviv adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang masuk peringkat 10 besar kota termahal dunia. Yang mahal di sini terutama harga mobil dan pemeliharannya, seperti harga bengkel dan asuransi mobil.
Foto: imago/robertharding
Los Angeles
Los Angeles bersama-sama dengan Tel Aviv menduduki peringkat 10. Tahun sebelumnya kota ini masih ada di peringkat 14. Tetapi harga kebutuhan sehari-hari naik cukup banyak, sehingga mendorong posisi kota ini empat tempat ke atas. Penulis: Jennifer Wagner (hp/ml)
Foto: picture-alliance/dpa
8 foto1 | 8
Budaya bisnis baru
Pinkston mengakui, perusahaan yang mencari sentra bisnis alternatif di Asia Pasifik kemungkinan tidak akan melirik Seoul. Namun, hal ini lebih berkaitan dengan pergeseran tren bisnis yang menjauhi cara-cara "tradisional.”
"Ada banyak perusahaan start-up teknologi yang didirikan oleh anak muda. Mereka biasanya tidak ingin menempuh jalur tradisional dengan berkuliah di sekolah elit dan manjutkan bekerja di perushaan besar di Korea,” kata dia. "Kami mulai menjauhi model tersebut.”
Menurutnya, salah satu keuntungan terbesar perekonomian modern berbasis teknologi adalah bahwa perusahaan tidak lagi harus mengahabiskan uang untuk menyewa kantor mahal di kompleks bisnis mewah. Namun, apa yang baik bagi pelaku usaha, belum tentu berdampak positif bagi kota seperti Seoul.