Terbongkarnya jaringan pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak di Facebook memberi bukti, predator seks masih berkeliaran dan terus memangsa anak-anak di Indonesia. Opini Tunggal Pawestri.
Iklan
Betapa buram wajah Indonesia belakangan ini, terutama bagi hak perempuan dan anak-anak. Pasalnya, kekerasan seksual terus menimpa dan mengancam perempuan dan anak-anak. Komnas Perempuan mencatat, angka kekerasan seksual di Indonesia selalu meningkat, baik yang terjadi di ranah domestik (rumah tangga) maupun ranah komunitas.
Dua minggu lalu, tepatnya tanggal 14 Maret kita semua dilanda kemarahan hebat. Ternyata sejumlah predator anak telah beroperasi di Indonesia nyaris secara terbuka melalui sebuah fanpage di facebook.
Ironisnya fakta ini ternyata baru terungkap setelah Polda Metro Jaya menggelar konferensi pers mengenai tertangkapnya sejumlah pengelola fanpage "Official Loly Candy's 18+". Mereka menyebutkan bahwa fanpage ini digunakan sebagai "wadah untuk saling berbagi video maupun gambar yang memuat konten pornografi anak".
Masih menurut keterangan pers Polda Metro Jaya, sejak terbentuk pada September 2016 lalu, anggota yang bergabung di grup predator seks anak ini sudah mencapai 7.479 orang. 150 anggota aktif di grup whatsapp. Mereka juga telah menyimpan konten pornografi anak yang terdiri dari 500 video dan 100 foto.
Di balik layar, kita patut berterima kasih kepada sejumlah ibu-ibu yang aktif bergerak mencoba membongkar kejahatan ini lalu berani melaporkannya kepada aparat. Jika tidak, mungkin kejahatan ini tidak terendus oleh aparat. Meski kemudian saya bertanya, untuk apa sekian banyak peralatan canggih yang dimiliki oleh kepolisian jika kejahatan semacam ini tak berhasil mereka temukan kalau saja tak ada laporan ibu-ibu (yang miskin peralatan berteknologi canggih) itu?
Puncak gunung es
Kasus ini tentu menambah panjang rangkaian eksploitasi seksual kepada anak seperti yang pernah dilansir oleh ECPAT (Organisasi yang bergerak melawan eksploitasi seksual komersial anak) bahwa pada September 2016-Februari 2017 terdapat enam kasus pornografi dengan jumlah korban 157 anak.
Kasus yang baru saja terbongkar ini, saya yakin hanyalah suatu puncak gunung es. Karena sebagian besar pemangsa anak yang memanfaatkan internet, beroperasi di jaringan gelap (dark web) yang rumit dan anonim, yang melindungi para predator itu secara maksimal.
Menurut laporan NCMEC (National Center of Missing & Exploited Children) yang datanya dirilis oleh Bareskrim Polri, hanya sampai bulan Maret 2016, saja, sudah ada 96.824 IP (internet protocol) di Indonesia yang melakukan pengunduhan dan pengunggahan konten pornografi anak melalui media sosial. Pada tahun sebelumnya, yakni tahun 2015, terdapat 299.062 IP.
Inilah Provinsi Paling Rawan Pelecehan Seksual
Indonesia belakangan didaulat sedang menghadapi darurat pemerkosaan dan pelecehan seksual. Ironisnya provinsi Aceh tergolong yang paling banyak mencatat kasus pencabulan terhadap perempuan dan anak-anak.
Foto: Imago/Xinhua
Darurat Pelecehan Seksual?
Menurut data Komisi Nasional Perempuan, tahun 2016 Indonesia mencatat lebih dari 6000 kasus kekerasan seksual. Sebagian di antaranya terjadi di rumah tangga. Sementara sisanya di komunitas-komunitas sosial. Tapi provinsi mana yang paling rawan tindak kekerasan seksual?
Foto: Getty Images
#1. Aceh
Yayasan Kita dan Buah Hati mendaulat Aceh sebagai provinsi dengan tingkat kasus pelecehan seksual tertinggi di Indonesia. Korban tidak cuma perempuan. Menurut data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak, daerah Syariat Islam itu tahun 2015 mencatat 147 kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Simanjuntak
#2. Jawa Timur
Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mencatat sepanjang tahun 2015 terdapat 116 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di Jawa Timur. Angka tersebut sudah banyak menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 183 kasus kekerasan.
Foto: Getty Images
#3. Jawa Barat
Setiap bulan 17 perempuan di Jawa Barat mengalami pelecehan seksual. Catatan muram tersebut berasal dari Data Kekerasan Seksual yang dipublikasikan Komisi Nasional untuk Perempuan. Menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, kabupaten Bandung dan Bandung Barat menjadi daerah yang mencatat kasus kekerasan seksual tertinggi.
Foto: Imago/Xinhua
#4. DKI Jakarta
Menurut data kepolisian, sepanjang 2014 Jakarta mencatat 63 kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Sementara kasus pelecehan seksual yang melibatkan bocah di bawah umur tercatat hampir mendekati angka 300 kasus.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
#5. Sumatera Selatan
Tahun 2014 Sumatera Selatan mencatat 111 kasus pemerkosaan dan pelecehaan seksual terhadap perempuan. Jumlahnya tidak banyak berubah di tahun 2015.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
6 foto1 | 6
Betapa terkutuknya.
Siapapun yang membaca berita itu, saya yakin akan merasakan hal yang sama dengan saya: frustasi, sedih yang dalam dan kemarahan yang tak terkira. Saya akan tidak mengerti kalau mereka tidak merasa empati. Betapa jahanamnya ratusan ribu orang dewasa yang bisa dengan asik-asik saja mengunduh, mengunggah, saling berbagi konten pornografi anak. Dan bahkan yang paling biadab, saling berbagi kiat dalam menyalahgunakan anak-anak secara seksual: baik dari segi teknik seksual maupun teknik menjebak mereka.
Anak-anak yang mestinya mendapatkan perlindungan dan penghormatan hak, tapi malah dijadikan objek seksual oleh orang-orang dewasa. Membayangkannya saja selalu membuat saya ingin muntah.
Anggap saja ancaman hukuman telah diperberat, bahkan dengan hukum kebiri kimia yang justru tak manusiawi. Pelaku ditangkapi dan pelajaran agama di sekolah sudah ditambah berkali lipat dan kita sudah perbanyak doa. Namun apakah semua itu cukup untuk mengatasi persoalan kekerasan seksual? Bisakah semua itu mencegah serangan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, dan memberikan perlindungan maksimal terhadap korban?
Maaf, saya tidak yakin. Atau lebih tepatnya: saya sama sekali tak percaya.
Negara yang Terapkan Kebiri Kimia
Kebiri kimia bertujuan menekan hasrat birahi pelaku kejahatan seksual khususnya pedofil. Caranya dengan menyuntikan hormon perempuan Estrogen. Efeknya tidak permanen. Inilah negara yang legalisasi kebiri kimia.
Foto: picture-alliance/dpa
Inggris
Inggris legalkan hukuman kebiri kimia mulai tahun 1950-an. Namun dalam prakteknya terjadi sejumlah penyimpangan. Yang paling memalukan adalah hukuman kebiri kimia terhadap pakar komputer Alan Turing (1952) karena perilaku homoseksual-nya. Ia meninggal diduga karena efek negatif suntikan hormon. Tahun 2009, pemerintah Inggris mohon maaf secara resmi dan Kerajaan Inggris meminta maaf resmi 2013.
Foto: picture-alliance/Jane Legate/Robert Harding
Amerika Serikat
Tidak semua negara bagian di Amerika Serikat terapkan hukuman kebiri kimia. Tapi sedikitnya 9 negara bagian menerapkan hukuman ini. Ekseskusi kebiri kimia pertama di negara paman Sam itu dilakukan pada tahun 1966 terhadap pelaku kejahatan seksual pedofil John Money.
Foto: Reuters/E. Munoz
Rusia
Parlemen di Moskow sahkan aturan kebiri kimia pada tahun 2011 terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak-anak di bawah usia 14 tahun. Jika pelaku mengulangi lagi kejahatan fedofilia, yang bersangkutan bisa dihukum penjara seumur hidup. Aturan kebiri kimia diterapkan menimbang tingginya angka kejahatan seksual disertai pembunuhan terhadap anak-anak di negeri Beruang Merah itu.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online
Polandia
Parlemen Polandia pada 2009 mengesahkan aturan hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak. Aturan mulai diberlakukan pertengahan 2010. Sesuai aturan itu, pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah 15 usia tahun dipaksa melakukan kebiri kimia dan psiko-terapi untuk mengurangi hasrat seksualnya di akhir masa hukuman penjara.
Foto: picture-alliance/dpa
Korea Selatan
Inilah negara pertama di Asia yang legalkan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak-anak (2011). Mirip seperti di Polandia, pelaku kejahatan seksual yang berusia di atas 19 tahun mula-mula dipenjarakan dan di akhir masa hukuman dipaksa menjalani kebiri kimia. Sejauh ini di negara tersebut tercatat 2 narapidana kasus perkosaan anak di bawah umur yang jalani kebiri kimia.
Foto: Getty Images
5 foto1 | 5
Diskriminasi hukum
Tatkala masyarakat masih terus berkutat dengan apa yang dianggap sebagai aib padahal menjadi korban. Ketika budaya victim blaming atau menyalahkan korban masih mengakar kuat. Dan korban kekerasan seksual sulit sekali mendapatkan perlakuan yang benar, patut dan adil di depan penegak hukum, kita tidak akan pernah bisa keluar dari persoalan ini.
Korban akan memilih bungkam ketimbang harus menghadapi keluarga yang takut aib. Atau warga sekitar yang menyalahkan korban terkait pakaian atau perilaku yang tak sejalan dengan mereka. Dan juga bahkan para penegak hukum yang memperlakukan korban sebagai obyek dan tak mengindahkan prinsip perlindungan.
Yang diperlukan sekarang adalah kesungguhan dari para pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan pemuka agama, untuk menantang zona nyaman mereka sendiri. Caranya dengan membongkar konstruksi sosial mengenai model relasi gender, ketubuhan dan seksualitas melalui diskusi terbuka. Atau lewat pendidikan komprehensif mengenai gender, seksualitas dan kesehatan reproduksi.
Jika tidak, maka pemahaman keliru mengenai maskulinitas akan selalu mengemuka dan melemahkan posisi perempuan dan anak-anak. Dampaknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak akan selalu dianggap sebagai sebuah jalan pintas penundukan, jalan untuk mendapatkan kontrol dan kuasa dari kaum lelaki –secara sadar maupun tak sadar.
Negara Dengan Angka Pemerkosaan Anak Tertinggi Dunia
Kasus Angeline menelanjangi kegagalan pemerintah melindungi anak-anak. Tapi Indonesia bukan yang terburuk. Berikut daftar negara dengan tingkat pelecehan seksual anak-anak tertinggi di dunia versi IB Times.
Foto: Juri Rescheto
Inggris
Hampir lima persen bocah di Inggris pernah mengalami pelecehan seksual. 90% di antaranya dilakukan oleh kenalan sendiri. Tahun 2012/13, kepolisian mencatat lebih dari 18.000 kasus pelecehan seksual terhadap bocah di bawah 16 tahun. Pada tahun yang sama 4171 pelecehan dan pemerkosaan dilakukan terhadap bocah perempuan di bawah usia 13 tahun.
Foto: Fotolia/NinaMalyna
Afrika Selatan
Setiap tiga menit seorang bocah diperkosa di Afrika Selatan, ini menurut penelitian Trade Union Solidarity Helping Hand. Studi laín mengungkap satu dari empat laki-laki mengaku pernah memperkosa seseorang dan sepertiganya meyakini perempuan menikmati pemerkosaan. Beberapa korban pemerkosaan bahkan baru berusia enam bulan. Korban juga sering terinfeksi HIV/AIDS setelah diperkosa.
Foto: Getty Images/AFP/O. Andersen
India
Asian Centre for Human Rights melaporkan pelecehan seksual kepada anak-anak sedang mewabah di India. Laporan terakhir menyebut ada lebih dari 48.000 bocah yang diperkosa selama sepuluh tahun sejak 2001. Tahun 2011 saja kepolisian mencatat 7112 kasus pemerkosaan anak-anak. Menurut IB Times, pelaku pemerkosaan anak di India mencakup ayah, saudara, tetangga, dan guru sekolah.
Foto: UNI/Reuters
Zimbabwe
Kepada harian lokal NewsdeZimbabwe, kepolisian mengklaim kasus pemerkosaan anak-anak meningkat tajam sejak 2010, dari 2883 kasus menjadi 3172 di tahun berikutnya. Dalam banyak kasus, kata kepolisian, "pelakunya berasal dari lingkungan keluarga." Sebuah rumah sakit di Harare mengabarkan, pihaknya menangani lebih dari 30.000 bocah korban pemerkosaan dalam periode empat tahun.
Foto: DW/A. Stahl
Amerika Serikat
"Akan ada 500.000 bayi lahir tahun ini di Amerika Serikat yang akan menjadi korban pelecehan seksual sebelum mereka berusia 18 tahun," tulis Children Assessment Centre (CAC). Kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak tergolong tinggi di AS. Menurut data Departemen Kesehatan, 16% remaja antara 14 hingga 17 tahun mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual atau pemerkosaan.
Foto: Frederic J. Brown/AFP/Getty Images
Indonesia
Kendati tidak termasuk dalam daftar negara dengan tingkat pelecehan seksual anak tertinggi di dunia, Indonesia mencatat kemunduran dalam hal perlindungan anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, 2014 silam dari 2.726 kekerasan terhadap bocah, 56% di antaranya berupa pelecehan seksual. Dari jumlah tersebut cuma 179 yang mengadu kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Foto: Juri Rescheto
6 foto1 | 6
Dalam situasi seperti ini, menunggu pemerintah dan aparat penegak hukum untuk membangun sebuah sistem pencegahan dan perlindungan yang menyeluruh dalam waktu dekat akan seperti menunggu godot. Sia-sia.
Politis dan tak lindungi korban
Memang pada bulan Oktober 2016, pemerintah mengesahkan UU Perlindungan Anak yang baru, dengan niat menerapkan hukuman lebih berat. Tetapi yang jadi tumpuan justru diterapkannya hukuman kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual, yang terasa sebagai langkah dramatis dan sensasional untuk sekadar menenangkan histeria kemarahan massa, dan bukan menjawab tantangan persoalan dengan langkah yang berdasar studi dan kajian komprehensif.
Sementara itu usulan kelompok perempuan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang memprioritaskannya perlindungan korban, tak juga selesai pembahasannya di parlemen. Begitu pula dengan usulan agar pendidikan gender, seksualitas dan kesehatan reproduksi masuk dalam kurikulum pendidikan, kandas dengan sukses di tangan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2015.
Upaya kecil dari masyarakat untuk membantu dengan bersikap awas dan waspada terhadap potensi kejadian, atau dugaan kekerasan seksual dan melaporkannya mungkin masih bisa dilakukan, tapi pastilah akan sangat terbatas.
Sementara itu, korban akan terus berjatuhan dan akan muncul predator-predator seks lainnya yang siap menerkam perempuan dan anak-anak kita.
Pelacur Anak di Jerman
Diperkirakan, dari 400 ribu prostitusi di Jerman, sekitar 10 persennya masih di bawah umur. Sulit mengetahui berapa angka pastinya dan sangat sedikit informasi mengenai pelaku maupun pelanggan layanan prostitusi anak.
Foto: Fotolia/Pedro Nogueira
Jumlah PSK
Tidak ada angka resmi tentang jumlah penyedia layanan seks di Jerman. Menurut organisasi Hydra di Berlin, diperkirakan sekitar 400.000 perempuan mengandalkan hidupnya dari bisnis prostitusi. Dari jumlah tersebut, 10 persen masih berada di bawah umur.
Foto: picture alliance / Photoshot
Negara Asal
Banyak perempuan dari Eropa Timur atau Afrika yang datang ke Jerman untuk menjajakan diri. Namun banyak prostitusi anak-anak yang memang berasal dari Jerman sendiri. Organisasi bantuan Mitternachtsmission dari Dortmund mengatakan, dua pertiga prostitusi remaja yang meminta bantuan mereka adalah anak-anak Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Pecandu Narkoba
Jumlah siswi sekolah yang melakukan kegiatan prostitusi juga terhitung banyak. Sebagian dari mereka merupakan pecandu obat bius. Mereka terjun ke dunia gelap ini untuk mendapatkan uang yang dipakai untuk membeli obat bius. Kebanyakan dari mereka adalah remaja yang lari dari rumah dan tidak punya tempat tinggal yang tetap.
Foto: Fotolia/NatUlrich
Terjerat di Dunia Hitam
Berbagai penyebab kenapa remaja di bawah umur terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Ada yang dibujuk teman atau kerabatnya. Ada juga terpedaya oleh orang yang mereka anggap baik dan mereka kemudian dipaksa melakukan prostitusi. Banyak pria yang menjerat perempuan muda ke praktik prostitusi dengan berpura-pura jadi pacarnya.
Foto: picture-alliance/ANP XTRA
Sulit untuk Keluar
Tidak mudah mengajak remaja yang menjadi korban untuk keluar dari jeratan prostitusi. Mereka sering tidak peduli atau sadar kalau dirinya sudah jadi korban prostitusi. Atau, anak perempuan yang tengah pubertas misalnya, cenderung ingin memberontak terhadap norma-norma yang ada. Mereka menganggap, prostitusi sebagai pemberontakan dan tindakan mendobrak tabu.
Foto: Fotolia/Pedro Nogueira
5 foto1 | 5
Apakah kita akan terus-menerus membiarkan wajah perempuan dan anak-anak, wajah Indonesia, suram dan buram? Bagi yang memiliki anak, ibu atau saudara perempuan, cobalah jawab pertanyaan itu sambil memeluknya dengan erat.
Penulis:
Tunggal Pawestri adalah feminis yang aktif bekerja untuk isu-isu perempuan, seksualitas, keragaman dan HAM. Selain aktif bekerja untuk isu-isu kemanusiaan, saat ini Tunggal Pawestri juga mulai berkiprah sebagai produser film.
@tunggalp
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.