Keemasan setiap tahunnya. Keindahan semacam ini pernah menjadi inspirasi buat sastrawan kenamaan, pelukis atau bahkan filsuf besar yang mengabadikan musim ketiga itu dalam karyanya.

Daun gugur yang menutupi jalan terasa seperti tikar alami. Berjalan santai di tengah hutan yang menguning diterpa musim gugur memiliki daya tariknya sendiri, terutama untuk manusia atau hewan.

Selama musim gugur, alam menyajikan warna warni indah yang tidak cuma bisa dilihat di tengah hutan, tetapi juga di tepi danau. Pantulan dedaunan berwarna oranye, kuning dan merah di atas permukaan air adalah suguhan lain yang tak kalah memukau.

Musim gugur memiliki banyak wajah, dari Oktober emas hingga hari-hari kelabu yang diliputi hujan di bulan November. Penduduk perkotaan biasanya cendrung menikmati musim gugur di taman-taman kota.

Hal lain yang menakjubkan dari musim gugur adalah ketika matahari terbenam. Rona merah yang memenuhi langit Düsseldorf ini adalah salah satu contohnya.

Pohon menarik nutrisi dari setiap daun untuk disimpan agar bisa menumbuhkan daun baru ketika musim semi menyapa. Sebab itu pula daun menguning di musim gugur. Ketika warna hijau Chloropyll menghilang, maka artinya pohon sedang bersiap menyambut musim dingin.

Musim gugur dalam seni sering dikaitkan dengan kesedihan atau perpisahan. Selama musim ini penduduk Jerman merayakan Totensonntag, alias peringatan kematian atau hari raya semua orang kudus. Banyak pelukis menggunakan latar musim gugur untuk menampilkan sisa hidup manusia di ujung umur.

Perbedaan temperatur dan tekanan udara antara kawasan subtropis yang hangat dan lingkaran kutub yang membeku menciptakan lusinan badai di musim gugur. Sebagian yang menghantam pemukiman penduduk menyisakan kerusakan seperti yang cuma bisa dilihat di film film Hollywood.

Betapapun indahnya, musim gugur juga menambah pekerjaan buat penduduk. Pasalnya daun daun yang kering dan mati harus disingkirkan dari jalanan atau trotoar agar tidak membahayakan pengguna jalan.