1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengatasi Sistem Tebas Bakar di Senegal

27 Oktober 2020

Selama beberapa dekade, petani pedesaan di Senegal mengandalkan sistem tebas bakar untuk menciptakan lahan pertanian baru. Sekarang sebuah gerakan sosial berusaha mengatasi hal ini melalui metode pertanian berkelanjutan.

Vorschaubild Eco Africa -
Pohon yang dibakar dalam praktek tebas bakar di SenegalFoto: DW

Abu masih panas. Pohon yang ditebang belum lama ini, dibakar untuk membuka lahan untuk ladang baru. Hutan tropis di sekitar desa Soutou di selatan Senegal terancam musnah.

Palem Palmyra adalah bagian dari hutan tropis purba. Pohonnya memasok warga desa dengan buah-buahan, sedang kayunya untuk pembuatan mebel dan daun palemnya untuk atap gubuk. Namun demikian, hutan terus dibakar untuk membuka lahan

Clement Sambou, petani dari Soutou yang juga merupakan seorang aktivis lingkungan, ingin melindungi pohon tersebut. Metode tebas bakar menurut dia merugikan pertanian. Ladang baru memang subur, tapi pembakaran hutan memicu erosi tanah. Ini buruk untuk pohon palem Palmyra.

"Inilah contoh kerusakan akibat kebakaran hutan. Tahun lalu seseorang menyalakan api di sini dan meninggalkannya. Kulit pohon pun terbakar hingga basisnya. Artinya, seluruh pohon kini jauh lebih ringkih," ucap Clement Sambou.

Konsep Gotong Royong Solusi Atasi Kemiskinan di Senegal

06:47

This browser does not support the video element.

Sistem tebas bakar sendiri telah menjadi bagian dari budaya pertanian sepanjang sejarah manusia. Untuk menciptakan lahan, para petani mula-mula memotong berbagai pepohonan di wilayah hutan atau alam liar. Berbagai ranting dan dedaunan yang sudah terpotong dan tergeletak di tanah akan ditinggalkan hingga mengering, sebelum akhirnya dibakar. Pembakaran lahan akan mengusir berbagai hama yang tidak diinginkan. Abu yang tersisa dari pembakaran juga akan menjadi nutrisi bagi tanah.

Meski demikian, nutrisi yang tertinggal dari abu pembakaran hanya akan bertahan selama beberapa tahun, sebelum produktivitas menurun dan para petani harus meinggalkan lahan tersebut dan membuka yang baru. 

Upaya mengatasi sistem tebas bakar

Dalam rapat krisis, kepala desa Jean Christophe Coly menjelaskan, betapa gawatnya situasi ini.

Sistem tebas bakar bukan hanya merusak hutan. Kebakaran tidak terkontrol juga mengancam desa. Oleh karena itu, ia membuat komite untuk membentuk organisasi patroli. Sekitar 20 warga desa Soutou dan sekitarnya berpartisipasi untuk tugas mengontrol kebakaran hutan.

Akan tetapi petani Clement Sambou berpendapat, patroli tidak banyak membantu. Ia lebih percaya pada kekuatan persuasi. Di internet, ia menemukan cara membuat tanah gersang menjadi subur lagi. Hal ini berarti tidak ada lagi kebutuhan membakar hutan untuk menciptakan ladang yang subur.

Metode baru ini disebut "Hügelkultur" (dalam bahasa Indonesia “budaya bukit”) yang sudah dipraktikkan di Jerman sejak ratusan tahun.

Mula-mula, di lapisan pertama dihamparkan batang dan cabang pohon mati. Setelah itu pada lapisan kedua, dedaunan, rumput dan semak diletakkan untuk membentuk gunungan. Hal terakhir yang dibutuhkan adalah penyiraman air. Pada saatnya, lapisan akan kembali subur dan siap ditanami.

"Kami menyirami air seminggu sekali, tidak banyak. Jika kita sentuh atasnya dengan tangan, seperti di dalam hutan, kita bisa merasakan tanah yang lembab. Ini yang diperlukan tanaman untuk tumbuh," ujar Clement Sambou. 

Sebuah solusi menguntungkan

Warga desa Soutou sendiri kebanyakan menanam sayuran di ladangnya. Clement Sambou memberikan kepada mereka pelatihan tentang metode ramah hutan. Melalui pelatihan mereka juga memperoleh kompos yang berharga.

Salah satu peserta pelatihan, Cecile Sagna menggunakan kompos itu di ladangnya. Ia membuat kompos sendiri dan hal ini memberinya keuntungan lantaran tidak perlu membeli pupuk. Uang yang ia sisihkan kemudian bisa digunakan untuk merawat rumah, anak-anak dan dua keponakannya. Selain itu ia juga bisa pula membeli ayam di pasar yang kemudian ia ternakkan sendiri. Hal ini menjamin masa depannya sekaligus menyelamatkan hutan. 

Hal ini terbukti merupakan solusi yang menguntungkan. Dengan menggunakan kompos dan merevitalisasi ladang yang gersang serta membuatnya subur lagi, penduduk mampu sekaligus melindungi pohon palem Palmyra di Soutou dan hutan sekitarnya.

DW Inovator