Sejak zaman purba hingga kini, belum pernah ada kata sepakat jika terjadi perdebatan soal transaksi seks. Berkaca dari pengalaman Perancis dalam mengatur prostitusi, Tunggal Pawestri menyampaikan pendangannya.
Iklan
Dalam sebuah artikel di media yang berjudul Courtesans and Street Walkers: Prostitutes in Art, Jason Farago, seorang pemerhati seni modern, menyatakan bahwa perkembangan seni modern di Perancis pada abad 19, amat dipengaruhi oleh prostitusi, pelacuran. Beberapa lukisan termahsyur seperti Olympia-nya Manet, Demoiselles d'Avignon-nya Picasso, keduanya menggambarkan tentang pelacur.
Bahkan Charles Baudelaire, penulis puisi dan kritikus seni pada abad itu dalam catatannya secara eksplisit menyamakan seni dengan pelacuran. Qu'est-ce que l'art? Prostitution.
"Apakah seni itu? Pelacuran."
Di Paris pada akhir abad ke-19, prostitusi adalah legal, bagian sentral dari kehidupan sehari-hari. Meski kemudian diatur kian ketat. Rumah bordil mulai dilarang sejak tahun 1946. Disusul dengan pelarangan menjajakan diri di jalan, pidana bagi germo dan para pengambil manfaat dari pelacur.
Sungguh sulit untuk membayangkan jika Undang-undang Prostitusi yang disahkan tanggal 6 April 2016 oleh Majelis Nasional Perancis mengenai kriminalisasi terhadap pengguna jasa prostitusi ini diberlakukan dua abad lalu. Bisa jadi karya besar Manet dan Picasso tidak pernah memiliki karya besar bertemakan pelacur.
Negara Yang Paling Getol Belanja Seks
Riset lembaga peneliti aktivitas pasar gelap, Havocsope, menghimpun data negara-negara paling banyak belanja prostitusi, dengan menggunakan data dari program kesehatan masyarakat, penegak hukum & media. Ini daftarnya
Foto: Fotolia/Photoinjection
#12. Indonesia: 2,25 miliar Dollar AS/Tahun
Di Indonesia, praktik pelacuran dilakukan secara gelap. Dianggap sebagai kejahatan moral, aktivitas prostitusi di Indonesia tersebar luas dan diatur. UNICEF memperkirakan 30 persen pelacur perempuan di Indonesia berusia di bawah 18 tahun. Tak hanya itu, banyak mucikasi yang masih berusia remaja. Akhir-akhir ini marak pemberitaan tentang artis-artis yang terjun di sektor prostitusi.
Foto: Getty Images
#11. Swiss: 3,5 miliar Dollar AS
Di Swiss disediakan garasi-garasi yang populer disebut sebagai “Bilik Seks“ untuk aktivitas pelacuran. Fasilitas yang didanai publik itu terletak jauh dari pusat kota. Di dalamnya terdapat kamar mandi, loker, meja kecil, mesin cuci dan shower. Di Zurich bahkan warga setuju anggaran kota dipakai sampai 2,6 juta dollar AS untuk proyek relokasi pelacuran agar dijauhkan dari pusat kota yang sibuk.
Foto: picture-alliance/AP
#10. Turki: 4 miliar Dollar AS
Prostitusi di negara ini legal dan diatur dengan undang-undang. Rumah bordil pun ada aturannya. Namun belakangan tdiak dikeluarkan izin-izin baru. Sementara itu, mempromosikan pelacuran di negara ini, dapat dikenai sanksi. Undang-undang imigrasi melarang orang masuk ke negara ini dengan tujuan bekerja di sector prostitusi.
Foto: Getty Images/M. Ozer
#9. Filipina: 6 miliar Dollar AS
Praktik prostitusi di Filipina terholong ilegal. Namun tetap saja wisata seks virtual yang melibatkan anak di bawah umur makin menjamur di Filipina. Yang mengenaskan, kemiskinan dan kemudahan akses internet membuat negeri tersebut menjadi magnet buat kaum pedofil dari seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
#8. Thailand: 6,4 miliar dollar AS
Di negeri gajah putih ini, prostitusi tidak sepenuhnya ilegal. Dalam praktiknya, pelacuran masih ditoleransi & ada sebagian aturan mengenainya. Prostitusi masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi di banyak distrik. Para pejabat lokal kadang juga melindungi praktik pelacuran. Sejak Perang Vietnam, Thailand terkenal di antara para pelancong dari berbagai negara sebagai tujuan wisata seks.
Foto: Bear Guerra
#7. India: 8,4 milyar Dollar AS
Di India, pertukaran jasa seksual untuk uang tergolong legal. Tetapi sejumlah kegiatan terkait dengan itu seperti menjadi germo, memiliki atau mengelola rumah bordil, transaksi seks di hotel/tempat umum dianggap tindak kriminal. Prostitusi bisa legal hanya jika dilakukan di kediaman pribadi. Sementara anak-anak pelacur di India kerap berujung di dunia perdagangan manusia itu sendiri.
Foto: picture-alliance/dpa
#6. Korea Selatan: 12 milyar Dollar AS
Meskipun prostitusi di Korea Selatan ilegal, menurut catatan Korea Women's Development Institute, belanja layanan seks di Korsel bisa mencapai 12-13 miliar Dollar AS setahun, ataau sekitar 1,6 % dari produk domestik bruto nasional. Riset Korean Institute of Criminology memaparkan: 20 persen orang dewasa laki-laki berusia antara 20-64 mengeluarkan uang 580 Dollar AS per bulan untuk prostitusi.
Foto: AP
#5. Amerika Serikat: 14,6 miliar Dollar AS
Di Amerika, prostitusi secara umum ilegal. Namun di beberapa kawasan di Nevada, dilegalkan. Orang bahkan bisa melamar kerja di sektor prostitusi secara resmi. Karena legal, maka pemilik usaha sektor ini dikenai macam-macam aturan dari pemerintah, termasuk pajak, perlindungan tenaga kerja, standar upah minimum, asuransi, pemeriksaan kesehatan untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.
Foto: Fotolia/macgyverhh
#4. Jerman: 18 miliar Dollar AS
Diperkirakan terdapat sekitar 400ribu pekerja seks di Jerman. Untuk memperbaiki kondisi sosial dan hak-haknya, diberlakukan undang-undang. Pekerja seks bisa mendapat jaminan sosial seperti profesi lainnya. Dalam amandemen undang-undang, bukan hanya pelaku yang memperjualbelikan manusia & memaksa orang melacur dikenai hukuman melainkan juga mereka yang memanfaatkan keadaan sulit para koban.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Reinhardt
#3. Jepang : 24 miliar Dollar AS
Pelacuran di Jepang telah ada sejak sepanjang sejarah negara itu. UU Anti-Prostitusi 1956 yang menyatakan"Tidak ada orang boleh melakukan prostitusi atau menjadi pelanggan prostitusi," dijadikan celah yang memungkinkan industri seks tumbuh subur, karena di Jepang, "industri seks" tidak identik dengan prostitusi.
Foto: T. Kitamura/AFP/Getty Images
#2. Spanyol: 26,5 miliar Dollar AS
Prostitusi sangat populer di Spanyo. Riset PBB melaporkan, 39 persen dari pria Spanyol setidaknya pernah satu kali menggunakan jasa pelacur. Angka survei Kementerian Kesehatan Spanyol tahun 2009 lebih rendah: 32 persen dari pria Spanyol pernah ‘jajan’ di pelacuran. Namun tetap saja, angka ini 14% lebih tinggi dibanding di Belanda yang liberal, atau di Inggris.
Foto: Getty Images/X.Malafosse
#1. Cina 73 miliar Dollar AS
Perdagangan seks terbesar di dunia malah ada di negeri tirai bambu, dimana prostitusi adalah ilegal. Bahkan pemerintah memperlakukan pekerja seks seperti penjahat. Namun meski penggerebekan sering dilakukan, tetap saja prostitusi merajalela di panti pijat, bar, karaoke dan klub malam. Di beberapa wilayah, bisnis erotis, seperti ‘pijat happy ending’ tidak dianggap sebagai prostitusi.
Foto: picture-alliance/dpa
12 foto1 | 12
UU Prostitusi Perancis yang baru ini mengikuti model Swedia. Siapapun yang membeli jasa seks dari pelacur, untuk pelanggaran pertama didenda sekitar 20 juta rupiah dan diwajibkan mengikuti kelas penyadaran hak-hak perempuan. Denda naik menjadi maksimal 60 juta rupiah untuk pelanggaran selanjutnya. Pekerja seks-nya tidak dikriminalisasi.
Para penentang prostitusi, terutama jaringan European Women Lobby merayakan kemenangan ini. Sementara Serikat Pekerja Seks Perancis (STRASS) mengutuk disahkannya UU ini. Bagi para penentang prostitusi, keberhasilan ini adalah salah satu jalan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Sementara bagi STRASS, UU ini adalah sebuah mimpi buruk.
Kian rentan atas kekerasan
UU ini dipercaya akan kian menyulitkan kondisi para pekerja seks yang saat ini telah menghadapi banyak hambatan. Para pekerja seks juga akan semakin sulit bernegosiasi dengan klien. Mereka kian terdesak dan menjadi kian rentan atas kekerasan.
Tawaran dana yang diberikan dari pemerintah dianggap tidak cukup untuk mendapatkan pelatihan yang berkualitas. Sulit bagi mereka untuk masuk ke sektor pekerjaan lain karena stigma dan diskriminasi yang masih kuat. Sebagian lain menganggap bahwa negara tak punya hak untuk mengontrol kedaulatan tubuh pekerja seks.
Bagi feminis, persoalan pekerja seks dan prostitusi selalu menimbulkan debat panas. Semua sepakat bahwa perempuan harus lepas dari kekerasan. Namun ada yang memandang bahwa pekerjaan menjual jasa seks adalah bukan sebuah pekerjaan, melainkan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Pihak lainnya melihat bahwa pekerjaan menjual jasa seks adalah sebuah pekerjaan dan bukanlah sebuah kekerasan jika tidak ada eksploitasi dan kekerasan di dalamnya.
Pelacur Anak di Jerman
Diperkirakan, dari 400 ribu prostitusi di Jerman, sekitar 10 persennya masih di bawah umur. Sulit mengetahui berapa angka pastinya dan sangat sedikit informasi mengenai pelaku maupun pelanggan layanan prostitusi anak.
Foto: Fotolia/Pedro Nogueira
Jumlah PSK
Tidak ada angka resmi tentang jumlah penyedia layanan seks di Jerman. Menurut organisasi Hydra di Berlin, diperkirakan sekitar 400.000 perempuan mengandalkan hidupnya dari bisnis prostitusi. Dari jumlah tersebut, 10 persen masih berada di bawah umur.
Foto: picture alliance / Photoshot
Negara Asal
Banyak perempuan dari Eropa Timur atau Afrika yang datang ke Jerman untuk menjajakan diri. Namun banyak prostitusi anak-anak yang memang berasal dari Jerman sendiri. Organisasi bantuan Mitternachtsmission dari Dortmund mengatakan, dua pertiga prostitusi remaja yang meminta bantuan mereka adalah anak-anak Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Pecandu Narkoba
Jumlah siswi sekolah yang melakukan kegiatan prostitusi juga terhitung banyak. Sebagian dari mereka merupakan pecandu obat bius. Mereka terjun ke dunia gelap ini untuk mendapatkan uang yang dipakai untuk membeli obat bius. Kebanyakan dari mereka adalah remaja yang lari dari rumah dan tidak punya tempat tinggal yang tetap.
Foto: Fotolia/NatUlrich
Terjerat di Dunia Hitam
Berbagai penyebab kenapa remaja di bawah umur terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Ada yang dibujuk teman atau kerabatnya. Ada juga terpedaya oleh orang yang mereka anggap baik dan mereka kemudian dipaksa melakukan prostitusi. Banyak pria yang menjerat perempuan muda ke praktik prostitusi dengan berpura-pura jadi pacarnya.
Foto: picture-alliance/ANP XTRA
Sulit untuk Keluar
Tidak mudah mengajak remaja yang menjadi korban untuk keluar dari jeratan prostitusi. Mereka sering tidak peduli atau sadar kalau dirinya sudah jadi korban prostitusi. Atau, anak perempuan yang tengah pubertas misalnya, cenderung ingin memberontak terhadap norma-norma yang ada. Mereka menganggap, prostitusi sebagai pemberontakan dan tindakan mendobrak tabu.
Foto: Fotolia/Pedro Nogueira
5 foto1 | 5
Ekonomi menjadi faktor utama
Dalam konteks Perancis, banyak perempuan migran di Perancis dan transgender menjadi pekerja seks karena itu menjadi opsi yang paling masuk akal bagi mereka. Bagi perempuan migran, desakan ekonomi menjadi faktor utama. Untuk bekerja di sektor formal hampir tidak mungkin karena mereka harus terlebih dahulu memiliki ijin tinggal dan ijin kerja. Dan itu sulitnya bukan main. Sementara bagi pekerja seks transgender, mengubah akta lahir juga hal sulit dan memiliki identitas gender yang berbeda dengan di kartu identitas menyulitkan mereka mendapatkan pekerjaan.
Para penentang prostitusi mungkin dengan santun berkata tidak akan mengkriminalisasi pekerja seks, namun jika diperhatikan dengan seksama, semua yang membuatnya hidup, dihabisi. Menjajakan diri di jalan dilarang, sewa rumah untuk melacur dipidana, klien didenda. Mempreteli pelan-pelan dengan alasan menolong karena sudah menyiapkan beberapa ribu euro untuk ganti profesi. Jujur saja, jangan-jangan argumentasi kekerasan dan sebagainya hanyalah bungkus atas isu sesungguhnya, moral?
Jika transaksi dilakukan dengan adil, penuh kesepakatan dan ada aturan yang jelas terhadap klien, kenapa dilarang? Klien dapat dikriminalisasi dan tentu saja harus dipidana jika mereka melakukan kekerasan terhadap pekerja seks. Untuk itu perlindungan hukum menjadi kunci.
Lalu bagaimana jika para pelacur itu adalah korban perdagangan manusia? Di sini kita harus tegas. Manusia yang diperjualbelikan, perempuan yang didagangkan adalah bukan pekerja seks. Untuk kasus perdagangan perempuan, korban harus diselamatkan, pelaku harus ditangkap, itu sudah jelas. Begitupula dengan kejahatan seksual untuk anak. Hukum harus ditegakkan. Bedakan secara jernih antara perdagangan perempuan dengan prostitusi.
Penting untuk memastikan bahwa pekerja seks dapat mendapatkan perlindungan hukum, bebas dari eksploitasi, perdagangan dan kekerasan. Juga penting untuk memberikan penghormatan kepada perempuan yang secara sadar memilih untuk bekerja menjual tubuhnya.
Sebuah organisasi HAM yakni Amnesti Internasional tanggal 11 Agustus 2015 mengeluarkan sebuah keputusan yang menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap pekerja seks. Amnesti menyatakan secara tegas bahwa hak asasi pekerja seks adalah hak asasi manusia.
Dalam situasi seperti ini, pemerintah Perancis semestinya lebih fokus dan serius mengatasi persoalan utama yang sedang mereka hadapi yakni memburuknya situasi ekonomi yang mengakibatkan meluasnya kemiskinan, diskriminasi dan marjinalisasi ketimbang melucuti hak –hak dasar dan hidup para pelacur.
Penulis:
Tunggal Pawestri, aktivis perempuan.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Kalijodo: Runtuhnya Sebuah Mitos
Kalijodo adalah sebuah mitos. Lama tidak tersentuh penertiban pemerintah kota, kawasan maksiat yang tumbuh pada dekade 70-an itu akhirnya tumbang di tangan Ahok. Orang kuat di lokalisasi juga ditahan di penjara.
Foto: Reuters/Beawiharta
Buldoser Ratakan Kalijodo
Buldoser meratakan lokasi maksiat ilegal Kalijodo yang dulu dimitoskan tak bisa disentuh aparat penertiban kota. Aparat keamanan terdiri dari satuan polisi, TNI dan satuan polisi pamong praja menjaga dan mengamankan lokasi. Kalijodo kini rata dengan tanah dan lahan di bantaran sungai itu akan dibangun jadi jalur hijau.
Foto: Reuters/G. Lotulung
Kawasan Maksiat
Semua orang tahu Kalijodo adalah kawasan maksiat, tapi banyak yang memilih tutup mata. Prostitusi marak di sini. Dan tentu saja dampak ikutannya seperti perjudian, perdagangan miras, bisnis narkoba, premanisasi dan tindak kejahatan lainnya. Di masa keemasannya omset kawasan maksiat ini bisa mencapai milyaran Rupiah semalam.
Foto: Imago
Ada Orang Kuat?
Penertiban Kalijodo sering disebut-sebut terhambat orang kuat. Bahkan perwira polisi setempatpun dulu sempat ditodong pistol. Tapi gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak gentar dan melakukan gerak cepat penutupan Kalijodo. Daeng Aziz orang kuat itu kini ditahan dengan tuduhan pencurian listrik. Polisi dan TNI kini tak ragu mendobrak toko dan kios.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Ikut Mengais Rezeki
Dimana ada keramaian bisnis tumbuh. Pedagang kaki lima atau jasa parkir adalah beberapa sektor informal yang ikut menikmati gemerlap dan guyuran uang di Kalijodo. Kini mereka tergusur dan harus mencari lokasi lain untuk mencari nafkah.
Foto: Imago
Selamatkan Barang
Para pemilik bar dan warung remang-remang setelah menerima SP berusaha menyelamatkan barang miliknya. Warga Kalijodo yang ber KTP DKI mendapat penampungan di rumah susun yang disiapkan pemerintah. Warga pendatang terpaksa pulang kampung. Pro-kontra penertiban lokasi maksiat ini tunjukan pluralisme di negeri dengan mayoritas penduduk Muslim.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Buka Lembaran Baru
Bekas penjaja seks komersial-PSK juga mendapat pelatihan profesi baru, antara lain jadi penata rambut atau penjahit pakaian. Buka lembaran baru memang sulit, jika terbiasa menerima uang panas yang berlimpah dengan mudah. Program resosialisasi tetap harus dijalankan untuk mencegah tudingan penertiban tak manusiawi.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Program Eradikasi Prostitusi
Langkah Ahok patut diacungi jempol. Kini pemerintah diwakili menteri sosial mencanangkan program membasmi semua jenis dan lokasi prostitusi hingga 2019. Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim resmi melarang prostitusi, namun seperti di Jakarta di berbagai kota besar lain, pelacuran tetap marak.