Bukan saja orang Indonesia, tapi banyak juga warga dari benua Afrika yang berusaha meraih kehidupan lebih baik di Malaysia.
Iklan
Setiap pagi selalu sama. Kala Robert Adesina dari stasiun pusat Kuala Lumpur berangkat kerja, semua mata di dalam gerbong kereta tertuju padanya. Para penumpang itu langsung saja diam seribu bahasa.
Kurang Pengetahuan Mengenai Afrika
"Mungkin mereka pikir saya dari angkasa luar ", cerita Adesina. Lelaki Nigeria ini duduk di sebelah seorang perempuan, yang langsung menutupi hidung dan mulut dengan tangannya, seakan menghindari bau asing yang dikira akan menyerangnya.
"Bisa dimengerti bila itu dilakukan oleh anak-anak yang kaget menemui hal tak dikenal“, tutur Adesina. "Tapi di sini, itu kerap dilakukan oleh orang dewasa." Adesina tidak bisa mengerti, kenapa sedikit sekali orang Malaysia, yang memiliki pengetahuan tentang Afrika.
Tujuh Negara Tujuan Favorit TKI
Sebanyak lebih dari 6 juta tenaga kerja Indonesia saat ini bekerja di 146 negara di seluruh dunia. Tujuh di antaranya adalah negara yang paling banyak mempekerjakan buruh asal Indonesia.
Foto: Getty Images
#1. Malaysia
Dari tahun ke tahun Malaysia menjadi tujuan utama tenaga kerja asal Indonesia. Menurut data BNP2TKI, sejak tahun 2012 sudah lebih dari setengah juta buruh migran melamar kerja di negeri jiran itu. Tidak heran jika remitansi asal Malaysia juga termasuk yang paling tinggi. Selama tahun 2015, TKI di Malaysia mengirimkan uang sebesar dua miliar Dollar AS kepada keluarga di Indonesia.
Lebih dari 320.000 buruh Indonesia diterima kerja di Taiwan sejak tahun 2012. Lantaran Taiwan membatasi masa kerja buruh asing maksimal 3 tahun, kebanyakan TKI mendarat di sektor formal. Tahun lalu TKI Indonesia yang bekerja di Taiwan menghasilkan dana remitansi terbesar ketiga di dunia, yakni 821 juta Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Chang
#3. Arab Saudi
Sejak 2011 Indonesia berlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Namun larangan itu cuma berlaku buat sektor informal seperti pembantu rumah tangga. Sementara untuk sektor formal, Indonesia masih mengrimkan sekitar 150 ribu tenaga kerja ke Arab Saudi sejak tahun 2012. Dana yang mereka bawa pulang adalah yang tertinggi, yakni sekitar 2,5 miliar Dollar AS tahun 2015
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
#4. Hong Kong
Sedikitnya 137 ribu TKI asal Indonesia diterima bekerja di Hongkong sejak 2012. Uang kiriman mereka pun termasuk yang paling besar, yakni sekitar 673,6 juta Dollar AS. Kendati bekerja di negara makmur dan modern, tidak sedikit TKI yang mengeluhkan buruknya kondisi kerja. Tahun 2014 silam ribuan TKW berunjuk rasa di Hong Kong setelah seorang buruh bernama Erwiana dianiaya oleh majikannya.
Foto: Getty Images/AFP/P. Lopez
#5. Singapura
Menurut BNP2TKI, sebagian besar buruh Indonesia di Singapura bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga. Sejak 2012 sebanyak 130 ribu TKI telah ditempatkan di negeri pulau tersebut. Tahun 2015 saja tenaga kerja Indonesia di Singapura mengirimkan duit remitansi sebesar 275 juta Dollar AS ke tanah air.
Foto: Getty Images
#6. Uni Emirat Arab
Lebih dari 100 ribu tenaga kerja Indonesia ditempatkan di Uni Emirat Arab sejak tahun 2012. Dana remitansi yang mereka hasilkan pun tak sedikit, yakni 308 juta Dollar AS pada tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa
#7. Qatar
Lantaran moratorium, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah banyak menurun. Qatar yang tahun 2012 masih menerima lebih dari 20 ribu TKI, tahun 2015 jumlahnya cuma berkisar 2400 tenaga kerja. Sejak 2012 sedikitnya 46 ribu buruh Indonesia bekerja di negeri kecil di tepi Arab Saudi itu. Hampir 100 juta Dollar AS dibawa pulang oleh TKI Indonesia tahun 2015 silam.
Foto: imago/imagebroker
7 foto1 | 7
Angka resmi menunjukkan, sekitar 80.000 orang Afrika datang ke Malaysia pada tahun 2012. Hampir sepertiganya menggunakan visa studi. Namun baik yang bekerja maupun yang belajar, semua pendatang dari Afrika mengharapkan kehidupan yang lebih baik di Malaysia daripada di negaranya. Seringnya, impian ini tidak terwujud.
Migrasi Suatu Opsi?
Michael Oni secara kebetulan bisa ditemui di sebuah pasar di pinggiran kota. Ia rajin menceritakan bahwa ia lulusan jurusan ekonomi dari sebuah universitas Malaysia.
Inilah Negara Sarang Perbudakan
Sebanyak 45 juta manusia masih bekerja di bawah paksaan. Sebagian negara bahkan ikut memetik keuntungan dari praktik keji tersebut. Celakanya Indonesia masuk dalam daftar sepuluh besar Indeks Perbudakan Global 2016
Foto: picture-alliance/e70/ZUMA Press
1. India
Sekitar 270 juta penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, negeri raksasa di Asia Selatan itu saat ini masih mencatat jumlah pekerja paksa sebanyak 18.354.700 orang. Sebagian besar bekerja di sektor informal. Sementara sisanya berprofesi prostitusi atau pengemis.
Foto: picture alliance/Photoshot
2. Cina
Maraknya migrasi internal kaum buruh menjadikan Cina lahan empuk buat perdagangan manusia. Pemerintah di Beijing sendiri mengakui hingga 1,5 juta bocah dipaksa mengemis, kebanyakan diculik. Saat ini lebih dari 70 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, Cina masih memiliki sekitar 3.388.400 budak.
Foto: Reuters
3. Pakistan
Sebanyak 2.134.900 penduduk Pakistan bekerja sebagai budak di pabrik-pabrik dan lokalisasi. Angka perbudakan tertinggi tercatat di dua provinsi, Sindh dan Punjab. Sejumlah kasus bahkan mengindikasikan orangtua di sejumlah wilayah di Pakistan terbiasa menjual putrinya untuk dijadikan pembantu rumah tangga, pelacur, nikah paksa atau sebagai bayaran untuk menyelesaikan perseteruan dengan suku lain.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/GettyImages
4. Bangladesh
Indeks Perbudakan Global mencatat sebanyak 1.531.500 penduduk Bangladesh bekerja sebagai budak. Hampir 80% di antaranya adalah buruh paksa, sementara sisanya dijual untuk dinikahkan atau dijadikan prostitusi. Saat ini Bangladesh mencatat 390.000 perempuan menjadi korban pelacuran paksa.
Foto: picture-alliance/e70/ZUMA Press
5. Uzbekistan
Uzbekistan adalah produsen kapas terbesar keenam di dunia. Selama musim panen ratusan ribu penduduk dipaksa bekerja tanpa bayaran. Pemerintah berupaya memerangi praktik tersebut. Tapi Indeks Perbudakan Global 2016 mencatat tahun lalu sebanyak 1.236.600 penduduk masih bekerja sebagai budak di Uzbekistan.
Foto: Denis Sinyakov/AFP/Getty Images
6. Korea Utara
Berbeda dengan negara lain, sebanyak 1.100.000 budak di Korea Utara bukan bekerja di sektor swasta, melainkan untuk pemerintah. Eksploitasi buruh oleh pemerintah Pyongyang sudah lama menjadi masalah. Saat ini sebanyak 50.000 buruh Korut dikirim ke luar negeri oleh pemerintah untuk bekerja dengan upah minim. Program tersebut mendatangkan lebih dari 2 miliar Dollar AS ke kas negara.
Foto: picture alliance/AP Photo/D. Guttenfelder
7. Rusia
Pasar tenaga kerja Rusia yang mengalami booming sejak beberapa tahun silam banyak menyerap tenaga kerja dari berbagai negara bekas Uni Sovyet seperti Ukraina, Uzbekistan, Azerbaidjan atau bahkan Korea Utara. Saat ini sebanyak 1.048.500 buruh paksa bekerja di Rusia. Celakanya langkah pemerintah yang kerap mendiskriminasi buruh dari etnis minoritas justru membantu industri perbudakan.
Foto: picture-alliance/dpa
8. Nigeria
Tidak sedikit perempuan Nigeria yang dijual ke Eropa untuk bekerja di industri prostitusi. Namun sebagian besar buruh paksa mendarat di sektor informal di dalam negeri. Tercatat sebanyak 875.500 penduduk Nigeria bekerja di bawah paksaan.
Foto: UNICEF/NYHQ2010-1152/Asselin
9. Republik Demokratik Kongo
Serupa dengan negara-negara Afrika Sub Sahara lain, Republik Demokratik Kongo mencatat angka tertinggi dalam kasus perbudakan anak. Sebagian besar bekerja di sektor informal, prostitusi atau bahkan dijadikan tentara. Jumlah budak di RD Kongo mencapai 873.100 orang.
Foto: AFP/Getty Images
10. Indonesia
Menurut catatan Walk Free Foundation, kebanyakan buruh paksa di Indonesia bekerja di sektor perikanan dan konstruksi. Paksaan juga dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti di Arab Saudi atau Malaysia. Secara umum Indonesia berada di urutan kesepuluh dalam daftar negara sarang perbudakan dengan jumlah 736.100 buruh paksa.
Foto: Getty Images
10 foto1 | 10
Orangtuanya di Nigeria mengira, ia masih di Malaysia untuk bekerja. „Saya sih rasanya seperti angka statistik tentang Afrika“, jelas Oni. „Saya diperlakukan seperti orang, yang patut dikasihani, seperti salah seorang warga Afrika yang mau melakukan apa saja agar bisa bertahan hidup.“ Oni tidak melihat adanya peluang untuk maju di negaranya sendiri: „Saya ingin bisa berhasil di sini, bekerja dan berkarya, mengembangkan diri.“
Oni bercerita bahwa sejumlah anggota gang kriminal Nigeria di Kuala Lumpur telah menawarinya pekerjaan, sebagai pedagang narkoba, mucikari dan penipu. Sebagian besar warga Afrika di Malaysia hidup biasa dan menjaga nama baiknya. Namun di Kuala Lumpur memang ada kriminal Afrika yang menguasai kehidupan gelap.
Seorang pemimpin gang yang aktif di berbagai kawasan Kuala Lumpur menceritakan pengalamannya.
"Apa kamu kira, saya tidak pernah berusaha menghasilkan uang secara terhormat di Kuala Lumpur?" tanya lelaki yang tak mau disebut namanya itu, karena terhitung sebagai pendatang ilegal. "Bagi orang Asia, saya hanyalah seorang monyet hitam. Mereka bahkan tidak pernah menatapku secara langsung." Rencananyapun gagal. „Sangat sulit bagi seorang seperti saya untuk melanjutkan studi di sini.“
Cina di Afrika: Kutukan atau Berkah?
Cina ingin mengubah imej - menjauh dari pengeksploitasi sumber daya Afrika dan menuju mitra pembangunan. Berikut langkah-langkah yang ditempuh Beijing untuk merebut hari Afrika.
Foto: AFP/Getty Images
Mitra yang Setara?
Cina membawa jalanan beraspal, stadion sepakbola, dan layanan akses internet berkecepatan tinggi ke Afrika. Pada saat bersamaan, mereka mengekstrak minyak bumi dan bahan mentah lainnya dalam jumlah besar. Cina adalah mitra dagang terbesar Afrika. Volume perdagangan diharapkan naik menjadi 303 miliar Euro pada tahun 2020. Kritikus khawatir hanya akan ada satu pemenang dalam kemitraan ini: Cina.
Foto: Getty Images
Proyek Bantuan Pembangunan Pertama
Kerjasama Cina-Afrika dimulai tahun 50-an dan 60-an. Sebagai wujud ikatan sosialis, Cina membiayai konstruksi jalur kereta untuk transportasi bijih tembaga dari Zambia menuju Dar Es Salaam, kota terbesar di Tanzania. Proyek ini bermaksud untuk mendemonstrasikan kemitraan antaretnis dan solidaritas pekerja. Jalur ini masih aktif hingga sekarang.
Foto: cc-by-sa-Jon Harald Søby
Kritik dari Barat
Tahun 90-an, Cina mengubah kebijakannya di Afrika dan berhasil mengamankan ladang minyak dan tambang logam berharga di Afrika. Pemerintahan di Beijing tidak segan untuk bekerjasama dengan rezim otoriter dan korup. Ini tidak diterima dengan baik oleh Eropa dan Amerika Serikat. Kritikus menilai Cina hanya tertarik untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan bukan kesejahteraan warga Afrika.
Foto: picture-alliance/Tong jiang
Mitra Bisnis yang Meragukan
Cina juga berbisnis dengan Presiden Sudan Omar al-Bashir, yang sudah didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan genosida. Cina adalah investor paling penting bagi industri minyak Sudan dan mendanai konstruksi bendungan Merowe di Sudan, terbesar di Afrika.
Foto: picture-alliance/dpa
Hadiah bagi Uni Afrika
Cina bersedia membayar untuk mempunyai hubungan baik dengan Afrika. Tahun 2012 Beijing membiayai pembangunan markas Uni Afrika di Addis Ababa. Pada upacara pembukaan, ketua delegasi Cina mengatakan bahwa Cina akan mendukung negara-negara Afrika dalam memperluas kekuatan serta kebebasan mereka.
Foto: Imago
Penguasa Pasar Ponsel
Dua perusahaan Cina mendominasi pasar telekomunikasi Afrika: ZTE dan Huawei. Pemerintah dari seluruh penjuru benua itu berbisnis dengan mereka. Di Ethiopia, Huawei dan ZTE mendirikan jaringan 3G untuk seluruh negeri dengan biaya 1,3 miliar Euro. Di Tanzania, kedua perusahaan Cina itu membentangkan sekitar 10.000 kilometer kabel serat kaca.
Foto: AFP/Getty Images
Pesaing yang Tidak Dicintai
Tak hanya perusahaan besar, tapi juga ribuan warga Cina pergi ke Afrika untuk meningkatkan pemasukan. Mereka membuka usaha kecil dengan menjual produk-produk murah Cina: pecah belah, perhiasan modis, barang elektronik. "Banyak pedagang Afrika yang tidak senang dengan adanya kompetisi baru," ujar ekonom Kenya, David Owiro.
Foto: DW/J. Jaki
Mengharapkan Pekerjaan
Baik itu usaha kecil atau pembangunan jalan, "orang Afrika hampir tidak diuntungkan oleh keterlibatan Cina. Perusahaan Cina membawa pekerja sendiri," ungkap Owiro. Ini mungkin berubah di Afrika Selatan. Cina baru saja membangun pabrik perakitan untuk truk. Pemerintah Afrika Selatan memuji proyek ini sebagai tonggak sejarah menuju industrialisasi Afrika dan menyebut lapangan kerja yang diciptakan.
Foto: Imago
Perbaikan Imej
"Cina khawatir akan reputasinya di mata dunia," kata Yun Sun dari lembaga pemikir Brookings. Kritik media yang menyebut Cina hanya tertarik pada sumber daya alam Afrika telah mendorong perubahan ini. Pemerintah Beijing telah mengeluarkan daftar program bantuan, yang termasuk 30 rumah sakit, 150 sekolah, 105 proyek air dan energi regeneratif.
Foto: AFP/Getty Images
Berusaha Memukau
Cina telah meluncurkan serangan media besar-besaran untuk memenangkan dukungan bagi misinya di Afrika. Laporan-laporan oleh media penyiaran Cina memiliki fokus bisnis yang jelas. Afrika digambarkan sebagai benua yang makmur. Laporan semacam ini disambut baik warga Afrika ketimbang latar belakang laporan negatif yang berdekade lamanya dilancarkan media barat.
Foto: AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Membantu keluarga di rumah
Dengan berdagang narkoba pemimpin gang itu bisa menabung dan mengirimkan uang ke keluarganya di Nigeria. "Kalau saya hanya bisa mencari nafkah dengan cara ini, yakh apa boleh buat“.
Kofi Addo, seorang karyawan di Kedutaan Besar Ghana mengeluhkan bahwa di Malaysia, semua orang Afrika dianggap sama. Tidak ada sedikitpun pembedaan.
„Ini juga kesalahan media lokal, Dalam laporan-laporan mengenai kejahatan atau masalah migrasi, kerap disebutkan bahwa pelakunya seorang Afrika. Negara asalnya, tidak pernah disebutkan.
Tanyanya, mungkinkah para jurnalis pintar itu tidak menyadari bahwa ada sedikitnya 55 negara di Afrika? "Seharusnya mereka mulai menulis tentang sumbangan yang diberikan oleh para pendatang bagi negaranya, khususnya dari kami bangsa-bangsa Afrika", tegas Kofi Addo.
Rasisme dan Booming Ekonomi
Menurut dosen psikologi Tony Epstein, sikap masyarakat Asia Tenggara terhadap orang Afrika lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan daripada rasisme. "Mereka memiliki pengalaman dengan jaman kolonial Eropa, tapi tidak punya pengalaman dengan masyarakat dan kebudayaan lain, kecuali yang Asia“.
Steven Njordge, dosen ekonomi di University of Malaya, melihat krisis Eropa sebagai salah satu alasan semakin banyaknya orang Afrika yang datang ke Malaysia. "Asia yang mengalami pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan yang enarik bagi banyak orangm yang ingin membantu keluarganya keluar dari kemiskinan.“
Sementara juga di Malaysia, banyak tenaga ahli dari Afrika yang mengharapkan suatu masa, dimana rakyat di masing-masing negara tidak perlu lagi ke luar negeri untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Robert Adesina optimistis: "Saya percaya, bahwa suatu saat benua Afrika akan memberi kesempatan hidup yang lebih baik kepada penduduknya, bahkan juga kepada orang dari belahan dunia lain."
Bertani daripada Menganggur
Setelah kesulitan mendapat pekerjaan kerah putih, semakin banyak generasi muda Kenya yang berpendidikan memilih bertani. Mereka melawan tren muda-mudi di Afrika yang menolak hidup di desa dan memilih pindah ke perkotaan.
Foto: Jeroen van Loon
Berpindah Karier
Francis Kimani yang berusia 30 tahun (kanan) lulus perguruan tinggi untuk menjadi seorang guru sejarah, namun gagal mendapat pekerjaan. Kini ia mengelola peternakan yang dihuni ratusan sapi, kambing dan domba.
Foto: J. van Loon
Pemasukan Lebih sebagai Petani
Dari menjual daging dan kulit hewan ternak, pemasukan Francis Kimani mencapai 1.500 Euro per bulan. Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang pendapatannya apabila menjadi guru. Kekeringan yang menewaskan 18 hewan ternaknya mendorong Kimani untuk menanam pakan di sebuah lahan kecil teririgasi di wilayah peternakan, sehingga ia tak perlu khawatir saat musim kering berikutnya.
Foto: J. van Loon
Melebarkan Sayap
Mary Gitau (30) juga kesulitan mencari kerja kerah putih. Ia membuka peternakan kecil sendiri sekitar 20 kilometer di luar Nairobi. Di peternakannya Gitau menanam tanaman seperti paprika, dan memelihara babi serta ayam. Ia juga bertani tomat ceri dan stroberi, serta beternak kelinci: produk-produk baru di Kenya yang semakin populer di kalangan kelas menengah.
Foto: J. van Loon
Teknik-teknik Modern
Di sebuah rumah kaca di Kenya, petani muda Daniel Kimani memanfaatkan sistem akuaponik, di mana ikan dan tanaman stroberi tumbuh kembang berdampingan secara simbiosis. Kimani memperkirakan metode inovatif semacam ini akan berperan penting dalam produksi pangan Afrika di masa depan, karena mengatasi masalah seperti kekurangan air dan degradasi lahan.
Foto: Jeroen van Loon
Menggunakan Jejaring Sosial
Jejaring sosial menjadi bagian dari proses. Tidak hanya menyediakan tips bagi para petani pemula, namun juga menjadi platform penjualan. Mereka mengunggah foto buah-buahan dan sayur-mayur hasil panen ke Facebook atau melalui situs Mkulima Young, sebuah laman yang membantu petani muda berkomunikasi di dunia maya. Para konsumen pun kini bisa berkomunikasi langsung dengan petani.
Foto: Jeroen van Loon
Ide Baru yang Berani
Tahun 2013, Joseph Macharia yang berusia 35 tahun mendirikan Mkulima Young untuk membantu petani muda. Kini sudah ada lebih dari 25.000 pengikut. Setiap hari ratusan pertanyaan dilayangkan seperti "Ada yang menjual angsa di sekitar Nairobi?" atau "Saya punya 10 sarang lebih tapi baru tiga yang terkolonisasi. Saya salah di mana?"
Foto: J. van Loon
Perubahan Zaman
Pertanian menyumbang hampir 25 persen produk domestik bruto Kenya. Namun hingga kini diperkirakan baru beberapa ribu petani yang mencoba pendekatan modern. Petani startup Daniel Kimani tetap optimis. Ia memandang generasi muda Kenya tak lagi hanya fokus pada pekerjaan kerah putih. "Tak mungkin semuanya menjadi pengacara. Tapi mungkin ramai-ramai bertani," debatnya.
Foto: Jeroen van Loon
Generasi Masa Depan
Cara berpikir petani baru sangat berbeda dari petani tradisional, kata pendiri Mkulima Young, Joseph Macharia. "Mereka dapat mengakses informasi dengan cepat melalui ponsel dan mereka tertarik dengan pertanian intensif karena lahan sudah sulit didapat," catat Macharia. Bertani bukan lagi hanya cara menafkahi keluarga, tapi sudah menjadi bisnis, ucapnya.