Mengembalikan Populasi Kuda Laut Kamboja
10 Januari 2014Di dermaga yang menjorok ke perairan Koh Rong Samloem yang berwarna biru kobalt, sebuah pulau berjarak dua jam perjalanan dengan perahu dari pesisir Kamboja, para penyelam mengecek tangki udara sebelum terjun ke air. Mereka adalah para sukarelawan dari Konservasi Laut Kamboja (MCC), sebuah kelompok yang mendokumentasi dasar laut dan kehidupan satwa bawah laut, yang dulunya dipenuhi kuda laut.
Mereka melacak habitat kuda laut, kata Emma Robertson, seorang warga Australia yang berperan sebagai ahli biologi kelautan MCC. "Kalau kami melihat kuda laut, kami ingin tahu ukurannya, apakah jantan atau betina. Kami mencoba mencari tahu demografi populasi kuda laut."
Populasi ini dulunya sehat, dan para nelayan sekali tangkap dapat menjaring setidaknya 70 ekor. Namun hari-hari itu sudah berlalu. Warga lokal mengatakan kepada MCC bahwa populasi kuda laut turun hingga separuhnya. Yang patut disalahkan adalah kapal-kapal dari daratan Kamboja, serta Thailand dan Vietnam, yang menangkap ikan dengan jala pukat berisi pemberat sehingga menjaring segala macam dari dasar laut.
Paul Ferber, seorang warga Inggris berusia 36 tahun, melihat sendiri hasil penangkapan ikan semacam ini. Tahun 2007, ia menyelam saat berlibur di Kamboja. Ia beserta istri terkagum-kagum oleh begitu banyaknya kuda laut yang mereka lihat; wilayah Koh Rong Samloem menjadi rumah bagi tujuh dari 53 spesies kuda laut.
Namun mereka kemudian melihat dampak dari penangkapan ikan menggunakan jala pukat.
"Bayangkan sebuah taman yang telah Anda buat menjadi sangat indah dan semuanya tumbuh, lalu sebuah buldoser datang menggilas semuanya," katanya. "Kami kembali ke tempat kami duduk dan menonton kuda laut berenang dan mereka hilang sudah, habitatnya sudah tidak ada."
Mengalami sendiri pengrusakan ini memotivasi Ferber untuk mendirikan MCC tahun 2008.
Mendokumentasi pengrusakan
Penggunaan jala pukat berpemberat menjadi penyebab utama, namun metode yang merusak lainnya juga berdampak buruk terhadap hewan yang rapuh itu, seperti menangkap ikan dengan dinamit.
Ferber mulai bekerjasama dengan nelayan lokal di wilayah kepulauan dan berhasil mencapai kesepakatan dengan komunitas nelayan. Mereka setuju untuk menggunakan metode berkelanjutan dalam menangkap ikan. Namun nelayan asing tetap datang dengan jala berpemberat; tahun 2012 terjadi peningkatan besar dalam metode ini dan kembali populasi kuda laut merosot.
MCC kini bahu-membahu dengan pemerintah Kamboja untuk menerapkan kontrol yang lebih ketat dan sudah membuahkan hasil. Seluruh data yang dikumpulkan MCC dimasukkan ke komputer. Laporan kuartal kemudian dikirimkan ke Departemen Perikanan Kamboja. Dokumen yang menunjukkan bahwa populasi kuda laut menurun mendorong pemerintah untuk bertindak, dan mengirim patroli secara reguler untuk menghentikan kapal-kapal nelayan yang menangkap ikan dengan metode yang merusak dasar laut.
MCC juga menjalin kerjasama dengan kelompok-kelompok konservasi, seperti Fauna and Flora International (FFI) dari Inggris, untuk menetapkan wilayah sekitar pulau sebagai kawasan konservasi perairan. Dengan begitu, siapapun yang merusak habitat laut dalam dikenakan sanksi berat. Diharapkan kawasan konservasi perairan pertama di Kamboja dapat tercipta tahun 2014.
"Semuanya berubah sangat cepat dan banyak organisasi baru bermunculan untuk menangani isu konservasi laut," ungkap Berry Mulligan dari FFI Kamboja.
Mengedukasi komunitas
Paul Ferber kini tinggal di Kep, sebuah kota resor di pesisir tak jauh dari perbatasan dengan Vietnam. Ia tengah membangun akuarium kecil dengan 30 tangki yang sebagian besar diisi ikan dari perairan sekitar, dan tentunya kuda laut.
Audiens yang menjadi targetnya adalah warga Kamboja, salah satu negara termiskin di Asia Tenggara, yang menganggap Kep sebagai tujuan liburan favorit. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran akan kehidupan di bawah laut hanya 10 meter dari akuarium, dan semoga dapat mengubah perilaku yang merusak.
Satu tangki hanya diisi sampah.
"Tidak akan ada ikan-ikan cantik di dalam situ. Tangki itu seterusnya dipenuhi kantong plastik, sedotan dan sampah yang lama-kelamaan menjadi coklat dan kotor," ucapnya. "Diatasnya, dalam bahasa Khmer dan Inggris, menjelaskan kemana sampah pergi di lautan. Inilah dampak sampah di lautan."
Lebih lanjut, Ferber berencana memulai program pengembangbiakkan kuda laut di akuarium sebelum melepaskan mereka ke alam bebas.