1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Bencana

13 Tahun Gempa Yogyakarta

27 Mei 2019

Memori apa yang masih terekam di benak Anda, ketika gempa mengguncang Yogyakarta 27 Mei 2006? Warganet berbagi kisah tentang gempa yang menewaskan 6.234 orang itu.

Indonesien Yogyakarta - Folgen des Erdbebens
Foto: Getty Images/D. Ardian

"Sudah 13 tahun, tapi kami tidak akan melupakan hari itu," demikian suara hati warganet saat mengingat kembali tragedi gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta 27 Mei 2006. Lewat tagar #13TahunGempaJogya, yang menjadi trending topic teratas Senin (27/05), warganet berbagi kenangan mengenai apa yang mereka alami ketika gempa terjadi lewat foto maupun lewat cerita.

Tidak sedikit yang mengisahkan secara runut apa yang mereka alami. Akun @shabrinashas misalnya bercerita mengenai kepanikan yang dialami keluarganya ketika gempa mengguncang sekitar pukul 05.55 WIB.

Saat itu sebagian besar warga masih tertidur, Shasha yang masih berumur enam tahun beserta kedua saudaranya dibopong sang ayah. Ia juga mengisahkan ketakutan mereka ketika ibunya terjebak dalam kamar mandi. Tercatat sekitar ‎6.234 orang tewas akibat peristiwa ini. Sebagian besar korban meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan bangunan.

Baca juga: Anggaran Mitigasi Bencana 2019 Naik Dua Kali Lipat

Beda halnya dengan Andrian Liem yang sedang sendirian di Yogyakarta saat gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter mengguncang. Saat itu, ia masih menjajaki peluang untuk berkuliah di Yogyakarta dan sedang menginap di daerah Malioboro.

Secara mendetail ia mencuit pengalamannya serta kepanikan warga akibat adanya rumor tsunami, dan turunnya lava dari Gunung Merapi. Meski sempat mempertimbangkan ulang rencananya berkuliah di Yogyakarta, kini tepat 13 tahun kemudian, warga asal Lampung itu membagikan kabar baik tentang gelar doktor di bidang Psikologi yang baru saja ia terima dari Universitas Queensland, Australia.

Namun tidak selamanya berisi tragedi, warganet juga membagikan inspirasi pascagempa. Akun @candramrvl mencuit tentang bencana turut mengilhami lahirnya inovasi rumah kubah di Ngelepen, Yogyakarta, yang didaulat sebagai rumah antigempa pertama di Indonesia. 

Tidak hanya Ngelepen, pemerintah daerah juga membangun desa tangguh bencana guna membina kesadaran warga akan potensi gempa. Hingga 2016 tercatat ada 15 desa dan ditargetkan 2021 mendatang akan ada 75 desa di sekitar pesisir selatan Bantul yang menjadi desa tangguh bencana.

ts/ae (kompas.com, tribune.com)