Pernah ada masa, ia satu di antara tokoh sipil paling berani di Indonesia. Paling berani berseberangan dengan Soeharto. Oleh Tomi Lebang.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Iklan
Pernah ada masa, ia satu di antara tokoh sipil paling berani di Indonesia. Paling berani berseberangan dengan Soeharto. Dan karena itu, sebagian orang di zaman puncak-puncak kekuatan rezim Orde Baru pada dekade 80-an memimpikannya untuk menggantikan sang patriark.
Anak muda sekarang mungkin malah tak mengingatnya atau sekadar mengenal wajah yang seperti tampilan buram klise foto sebelum era kamera digital: seluruh rambut putih, bibir pucat pias sewarna kulit yang legam, gigi geligi yang rapi.
Nama aslinya Adnan Bahrum Nasution. Tapi zaman mengubahnya jadi Adnan Buyung Nasution. Semua yang mengenalnya memanggilnya Abang sahaja. Abang Buyung. Dia manusia yang tak kan terangkum dalam berjilid-jilid cerita. Dia seorang bekas jaksa, lalu menjadi pengacara, dan didukung Gubernur DKI, Ali Sadikin di tahun 1970, mendirikan Lembaga Bantuan Hukum, sebuah yayasan yang tak pernah undur dari garis terdepan pembelaan hukum rakyat kecil dan hak asasi manusia, semenjak berdirinya sampai hari ini. Dia guru dan panutan bagi pengacara-pengacara senior negeri ini – sebut nama mereka, begitu banyak nama yang bertaut dengan Adnan Buyung Nasution.
Tomi LebangFoto: Tomi Lebang
Di luar segenap kisah besar tentang Abang Buyung, satu yang monumental adalah “pertunjukan”-nya sebagai pembela Jenderal Hartono Rekso Dharsono, bekas Pangdam Siliwangi dan Sekjen ASEAN yang dituduh subversif oleh pemerintah Soeharto. H.R. Dharsono menghadiri serangkaian rapat setelah Peristiwa Tanjung Priok tahun 1984 yang dihubungkan dengan peledakan bom di gedung Bank Central Asia (BCA) dan pusat pertokoan Glodok.
8 Januari 1986 pagi, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membacakan vonis Dharsono. Di kursi pembela, Buyung berdiri, bertolak pinggang dan menyela hakim Soedijono yang menyebutnya “tidak etis”. Ia menyambar pengeras suara didepannya dan berteriak, “Saya protes kata-kata Majelis itu — siapa yang tidak etis?”
Suasana gaduh. Ini peristiwa tak biasa di pengadilan, apalagi pengadilan kasus subversi. Polisi bergegas memasuki ruang sidang, tapi Abang Buyung membentak seraya menuding ke pintu keluar: “Ruangan ini wewenang hakim, bukan polisi. Polisi keluar!” Polisi keluar.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Kemarahan dan pembelaan Buyung tak berpengaruh. Dharsono dihukum 10 tahun penjara. Tapi insiden itu berbuntut panjang. Buyung dianggap menghina peradilan (contempt of court). Izin pengacaranya dicabut.
Dan setelah itu, zaman amat tak berpihak kepadanya. Orde Baru sedang kuat-kuatnya, segala yang melawan atau berdiri di seberang, sungguh sengsara. Setahun kemudian, satu hari di tahun 1987, Buyung meninggalkan Indonesia. Ia ke Belanda sebagai mahasiswa doktoral di Universitas Utrecht. Di Belanda, Buyung menyusun disertasi dengan topik yang tak kalah gawat dari kegiatannya di tanah air: menelanjangi mitos Orde Baru tentang kegagalan konstituente di tahun 1959.
Konstituante dibubarkan oleh dekrit Presiden Soekarno. Tapi Orde Baru menuturkan sejarah untuk kepentingannya sendiri, siapa menentang terancam masuk bui. Berpuluh tahun lamanya Orde Baru mencantumkan dalam buku-buku dan kajian sejarah tentang Dekrit Presiden Soekarno yang menyatakan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 itu sebagai gagalnya demokrasi parlementer. Undang-Undang Dasar 1945 dianggap luwes dan ampuh dalam mengatasi perbedaan. Dan dengan pandangan itu, Orde Baru melanggengkan kekuasaan.
Adnan Buyung Nasution menolak mitos itu. “Mengapa setelah merdeka lebih dari 40 tahun, rakyat Indonesia masih menderita akibat penindasan, kesewenang-wenangan, dan penghinaan. Mengapa hak-hak rakyat Indonesia untuk turut memerintah negaranya terus diingkari," katanya.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Dengan disertasi tentang konstituante -- “Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959” -- itu, Buyung meraih gelar doktor di tahun 1992. Bulan Juli 2011 ia juga diangkat sebagai Professor of Constitutional Law di Melbourne Law School, University of Melbourne, Australia.
Pada 1993, Adnan Buyung Nasution kembali ke Indonesia. Soeharto masih berkuasa, tapi tumbang lima tahun kemudian.
Begitulah. Buyung meninggal pagi tadi di usia 81 tahun. Ia meninggalkan Indonesia, negeri tempat ia menanam andil menebarkan keberanian dan menegakkan persamaan harkat manusia. Begitu banyak cerita tentang dirinya, kita hanya bisa menuturkannya sepenggal-sepenggal.
Mochtar Pakpahan, aktivis buruh yang juga pernah merasakan dinginnya ubin penjara Orde Baru pernah menggambarkan Adnan Buyung Nasution dalam kalimat sederhana. Kata Mochtar: “Jutaan orang yang dizalimi Orde Baru merasakan sejuknya kehadiran Adnan Buyung Nasution dan LBH. Abang adalah sinar bagi kegelapan hati nurani selama rezim Orde Baru. Setiap orang yang merasakan gelapnya pemerintah Orde Baru akan merasakan secercah terang bila datang ke YLBHI. Sebutlah tanah orang dirampas demi pembangunan; aktivis yang menyatakan pikirannya yang berbeda dengan Orde Baru; yang mengalami kezaliman, dibunuh, dianiaya, dan dipenjarakan.”
Selamat jalan Abang Buyung....
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.